“Teman-temanku bilang kalau aku tidak memiliki hati.”

“Eh?”

Emu menjadi kikuk ketika mendengarnya.

“Mereka bilang aku ini mengerikan, selalu berusaha sekuat tenaga hingga titik darah penghabisan. Tak pernah peduli dengan hasil milik yang lain, asal aku berhasil. ‘kejam, tak kenal ampun, ambisius, dan...

“...Tak punya hati’,” Yue berkata dengan wajah datar seperti biasa. Seolah ia tak bisa merasakan apapun.

“ITU TAK BENAR! YUE-CHAN ITU ANAK YANG BAIK! A-AKU YAKIN MEREKA HANYA BERCANDA KOK~!” Emu berseru panik, berusaha menghibur “adik”-nya. “Mereka belum kenal dengan Yue-chan, makanya mereka mengira begitu.”

“Emu bohong. Aku tahu kau juga merasa sama. Kita sudah bersama dalam waktu lama, aku bisa tahu dari ekspresi dan gerak-gerikmu.” masih dengan wajah datarnya, Yue menatap Emu lekat-lekat.

“Aku... Aku ingin punya hati. Aku ingin kembali menjadi Ootori Yue yang dahulu, yang bisa dengan mudah tersenyum, tertawa, menangis, dan marah....” Yue menundukkan kepalanya. Tak kuasa melihat ke depan.

Tidak, ia tidak menangis. Yue sudah lama lupa caranya mengeluarkan air mata, entah bagaimana.

Emu tahu, itu semua karena perlakuan kedua orang tuanya yang memaksanya menjadi “robot”. Diharuskan untuk menuruti semua keinginan mereka.

...Hingga Yue tak tahu lagi cara menjadi dirinya sendiri.

“Yue-chan...

“Mau mendongeng bersama?” Emu tersenyum manis, senyuman yang selalu menjadi favorit Yue.

Yue termangu sebentar. Satu detik, dua detik. Ia membalas dengan anggukan patah-patah.