7. Suara Hati.
dibuat karena kebaperan di grup panwink 😂😂😂
makasi buat anak2 disana(?) wkwk dabes :*
ini ff dadakan btw.
typo harap maklum.
dan... gaje juga harap maklum😂
.
.
.
.
.
.
.
.
Guanlin merasa mood-nya semakin jatuh akhir-akhir ini. Tugas sekolah yang menumpuk, kegiata ekskur yang tiada henti pertengkaran kecil dengan adikknya, membuatnya menjadi tempramen dan juga sensitif belakangan ini. Terlebih saat ia mengetahui kekasihnya sendiri tengah berduaan dengan lelaki lain. Ia menjadi depresi sendiri.
Ia menjambak rambutnya sendiri dan menatap pantulan wajahnya dicermin. Rambut berantak, seragam kusut belum lagi wajahnya ang memancarkan aura putus asa. Ia tersenyum dan tertawa layaknya orang gila sebelum akhirnya menangis seraya menertawakan betapa menyedihkannya ia.
“Tante Qian, Guanlin ada?” Jihoon mengintip dari pintu depan.
Qian—ibu Guanlin tertawa pelan. Ia menunjuk kamar Guanlin dan membuat gestur tertidur. Mengisyaratkan pada Jihoon jika Guanlin tengah tertidur. Jihoon menanggukan kepalanya dan berjalan keatas, tak lupa menggumamkan kata terimakasihnya.
Saat Jihoon membuka pintu, ia menemukan Guanlin tengah teridur dengan posisi yang terlihat sangat tidak nyaman. Jihoon membangunkan Guanlin perlahan.
“Jihoonie?” ucapnya dengan suara serak khas orang baru bangun.
“Guanguan!” Jihoon memamerkan senyum manisnya dan memeluk lengan Guanlin yang telah berganti posisi menjadi duduk.
‘Apakah ini semua tulus dari hatinya?’
“Jihoon kemarin kerja kelompok sama Jinyoung sama Mark sama Jaemin juga! Sama siapa lagi ya… Eung…”
‘Bae Jinyoung? Masihkah kau mencintainya?’
“Ohiya! Sosis kesayangan aku, si Woojin!”
‘Park Woojin huh? Gebetanmu dahulu? Orang yang selalu kau banggakan?’
“Rame banget kerkom-nya, sekalian main sama nonton juga!”
‘Ah, ternyata kau memiliki waktu bersama mereka. Lalu kenapa tidak denganku?’
Guanlin tersenyum—dipaksakan lalu ia memeluk Jihoon.
“Kemarin, dengan Jinyoung-hyung. Selain kerkom, ngapain aja?”
“Itu… aku… main aja kok,” Jihoon melirik ragu pada Guanlin.
Guanlin berdecih dan tertawa pelan. Ia mencium kening Jihoon lama lalu membisikkan, “Park Jihoon-ssi. Kita selesai. Aku sudah cukup lelah dengamu. Terima kasih atas segalanya.”
Jihoon melotot terkejut dan melepas pelukan Guanlin.
“Bukankah kau mencintaiku?”
“Apa gunanya jika kau tidak mencintaiku juga? Aku menjalin hubungan denganmu untuk mendapat cinta, perhatian juga kasih sayang yang layak darimu. Tapi apa yang kudapat selama ini? Kurasa kau memang tidak mencintaiku bukan?”
Jihoon memicingkan matanya, ia terlihat marah.
“Kau benar-benar!”
Guanlin menatap Jihoon marah dan meremehkan—walau sebenarnya dalam jikau kau menelusuri lebih dalam terdapat sebersit rasa cinta tulus disana.
“Buktikan jika kau mencintaiku Park Jihoon!”
Jihoon terkejut, ini pertama kalinya Guanlin membentak dirinya.
“Kau jahat, Guanlin-ah…”
“Lalu bagaimana dengan dirimu? Bagaimana dengan kau yang bahkan tak mampu membalas kata cinta yang selalu ku ungkapkan?”
Hening.
Jihoon tak dapat berkata-kata. Ia kehilangan ekspresinya. Ia hanya berdiri mematung menatap Guanlin dengan tatapan tidak percaya.
“Lihat, kau bahkan tak mampu menjawab.”
Guanlin berdiri dan membukakan pintu kamarnya untuk Jihoon dan berkata, “Selamat tinggal.”
***
Jihoon merebahkan badannya setelah sampai dirumahnya.
“Huh, aku yakin aku akan mudah move on dari Guanlin,” ucap Jihoon sebelum akhirnya tertidur.
Esoknya, Jihoon bangun cukup pagi. Ia akan menebeng mobil tetangganya untuk berangkat sekolah kali ini.
“Ma, Jihoon berangkat!” Teriaknya saat melihat sebuah mobil hitam didepan rumahnya.
“Jihoon-ah! Pagi,” ucap lelaki tersebut.
“Pagi Seungwoo hyung. Maaf ya jadi ngerepotin!”
“Lagian searah juga, gak apa-apa kali Hoon-ah. Dulu kan biasanya bareng. Semenjak kamu jadian sama si Taiwan jadi jarang juga kan?”
Jihoon menggaruk kepalanya sendiri lalu membalas dengan pelan, “Lagian kan hyung juga ada pacar. Kalau aku dilabrak dia kan gak lucu. Pacar hyung badannya kan mantep!”
Seungwoo tertawa pelan dan menggelengkan kepalanya pelan.
Mereka berdua terlarut dalam pembicaraan ringan hingga akhirnya mereka sampai di sekolah Jihoon.
“Makasih ya hyung.”
“Ok. Ditunggu ayam gorengnya dirumah gua jam 8 malem ya?”
Jihoon tertawa lalu membalas, “Kalau pulang bisa jemput gak?”
“Hehe… mau ehem dulu sama Daniel,” ucap Seungwoo memberikan lambang peace-nya.
“Dih! Yaudah deh. Sekali lagi makasih ya kak!”
Jihoon memasuki sekolahnya dan memulai belajar dengan tenang. Ia tetap bersikap seperti biasanya. Untung saja ia dan sang mantan—Guanlin, tidak satu kelas. Namun ia memang sekelas dengan mantannya yang lain dan juga gebetannya dahulu, Jinyoung dan Woojin.
“Jihoon mau ke kantin gak?” ucap Woojin.
“Yuk!”
Sesampainya dikantin Jihoon memesan tteokpoki sedangkan Woojin memesan jus mangga dan kimbab. Mereka berdua sempat bercanda namun semenjak makanan dan mereka lebih fokus pada makanan masin-masing.
“Jihoon~ Mau dong tteok-nya. Aaa~”
“Uuu~ sini Guan buka mulutnya~”
Tunggu. Woojin mengrenyitkan keningnya dan berkata, “Guanlin? Ini Woojin kali.”
Jihoon mengigit bibirnya dan membisikan maaf. Ia mulai makan dalam diam dan tidak mengindahkan perkataan Woojin.
Bel menyadarkan mereka untuk memasuki kelas kembali. Jihoon dan Woojin kembali ke kelas mereka.
“Eh! Katanya guru bakal pada rapat tentang ujian nanti. Terus kita pulang cepet.”
“Asik! Pulang semua pulang! Jangan ada yang dikelas loh ya awas.”
Jihoon membereskan tempat pensilnya dan buku-bukunya lalu berjalan kekantin untuk membeli soda sebelum akhirnya ia berdiri di parkiran sekolah.
“Eh Jihoon!”
“Bae! Tumben pake motor. Mau pulang?”
Jinyoung tersenyum lalu mengacak rambut Jihoon, “Iya nih. Kamu sendiri?”
“Lagi nungguin Guanlin jemput. Biasanya dia nungguin disini.”
“Guanlin? Bukannya dia udah pulang bareng Hyungseob?”
Jihoon kembali menggigit bibirnya.
‘Apakah aku memang mencintai Guanlin? Tidak, dulukan aku menerimanya karena dia memang baik.’
“Kalau begitu, ingin pulang bersamaku?” tawar Jinyoung.
Jihoon menanggukan kepalanya pelan.
Dijalan Jihoon melihat toko makaron. Ia meminta Jinyoung untuk mampir sebentar disana. Mereka memasuki dan melihat-lihat camilan manis disini.
“Hoon masih inget kesukaan aku kan? Pesenin buat aku satu ya. Aku tunggu di motor aja.”
“Okidoki!”
Jihoon memutari daerah puding dan mengambil puding rasa karamel untuk dirinya satu lalu kembali berjalan ke daerah makaroni. Selepasnya ia membayar dengan kartu ATM-nya lalu pergi menuju Jinyoung.
“Nih.”
Jinyoung menerimanya lalu mengerutkan keningnya setelah melihat makanan yang Jihoon bawa untuknya lalu berucap, “Hoon ga salah? Aku gak pernah suka rasa coffee latte sama ubi manis loh.”
Jihoon membulatkan matanya lalu teringat bahwa kedua rasa itu adalah rasa kesukaan Guanlin, bukan Jinyoung.
“Aku tebak. Ini rasa kesukaan Guanlin kan?”
Untuk kesekian kalinya, Jihoon hanya bisa menggigit bibirnya dan menaiki motor Jinyoung dalam diam.
Sesampainya dirumah Jihoon berganti baju dan merebahkan badannya di kasur.
‘Apa benar aku mencintai Guanlin?’ batin Jihoon.
Jihoon mencari telepon genggamnya lalu membuka lockscreen-nya dan menampilkan foto mereka berdua terlihat bahagia. Jihoon ingat Guanlin memaksanya untuk memasang foto ini sebagai wallpaper handphone-nya.
Ia membuka aplikasi KakaoTalk dan melihat sebuah kontak yang diberi nama ‘Jihoon’s’. Jihoon tersenyum kecil ketika mengingat Guanlin membajak handphonenya dan mengganti semua nama kontak di handphone-nya. Salah satunya Jinyoung menjadi ‘JANGAN DIBALAS’. Jihoon membuka obrolannya bersama Guanlin dan mengetikkan beberapa kata namun ia hapus kembali.
'Aku tidak ingin menyakitinya kembali'
Jihoon menjadi gundah gulana sendiri jadinya.
“Hoon-ah! Tadi Seungwoo nitip pesen ke mama, katanya jangan lupa ayam.”
Jihoon pergi keluar komplek dengan motor ibunya untuk membeli ayam pesanan Seungwoo. Sesampainya disana ia melihat Guanlin sedang bersama orang lain yang tak ia kenal. Ia merasa sakit hati, entah kenapa. Padahal saat mereka jadian, Jihoon bukanlah tipe pencemburu.
“Ayam keju level 4 satu porsi lalu, ayam lada hitam dua porsi.”
Guanlin yang kebetulan telah selesai makan bersama eman wanitanya akan pergi keluar tempat ayam ini. Ia sempat melirik Jihoon dan tersenyum sedih sebelum akhirnya pergi dari sini.
Jihoon yang menyadari ketidakadaan Guanlin, panik. Ia meminta pesanannya dipercepat lalu berlari mengejar Guanlin. Entah kenapa.
“Guanlin! Guan! Gu-Aish!” Jihoon mendesis saat secara tak sengaja tangannya mengenai besi lancip dari sebuah pagar. Jihoon menatap tangannya yang berdarah, “Aish! Kenapa perih sekali.” Ia meniup tangannya lalu sebuah tangan lainnya menggengam tanganya. Sebuah mulut lain meniup lukanya. Seorang lelaki kembali datang padanya.
“Guan ak-”
“Udah aku bilang. Aku gak suka liat kamu celaka. Berapa kali aku nyuruh kamu hati-hati?”
Dalam hati Jihoon menangis. Mengapa Guanlin begitu perhatian padanya? Mengapa ia tidak menyadari ketulusan seorang Lai Guanlin?
“A-aku… maaf… Guanlin…,” Jihoon menarik kemeja Guanlin lalu mengigit bibirnya.
Guanli mengarahkan tangannya kepada bibir Jihoon, “Jangan digigit, nanti berdarah.”
Dipeluklah Guanlin oleh Jihoon. Guanlin tersenyum kecil dan mengusap punggung Jihoon. Guanlin rasa, ia memang tak pernah bisa marah pada shiba inu kesayangannya ini.
“Guanlin-ah… beri aku kesempatan kedua… aku mohon,” rengeknya.
“Alasannya?”
“Aku…”
“Kau?”
“Aku mencintaimu Lai Guanlin.”
Guanlin terkejut lalu mencium sekilas hidung Jihoon. Ini adalah pertama kalinya ia mendengar ungkapan cinta dari Jihoon.
“Kita tidak akan pernah karam bukan?”
Jihoon tertawa lalu mengecup bibir Guanlin, “Mulai sekarang aku akan menunjukkan rasa cintaku padamu! Dan tentu saja kita taakan karam Guanlin-ah!”
End
14/08/2017.
21:43
Lunar.
fiyuh. lelah aq besok mtk lagi :"
jangan lupa vomment gaes :*
kalo sider semoga bias kalian jadi selingkuhannya naru!
-naru, masi jadi pacarnya woojinyoung micoci.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro