Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24.0 Kecantikan Terindah

Dengan penuh semangat Tee melangkah masuk ke dalam rumah diiringi siulan kecil yang terdengar merdu. Keceriaan sangat terpancar, meski beberapa detik kemudian aura positif tersebut lenyap dan digantikan oleh rasa kesal pun tidak percaya pada dirinya sendiri.


"Tee, kamu ngapain bengong di depan pintu? Sini, Nak!"

Dalam sekejap lamunan Tee hancur. Gadis itu merespons perkataan sang ibu dengansenyum yang tak ikhlas. Mau tak mau, dia harus melanjutkan langkah juga memberi salam pada tamu yang duduk di antara keluarganya.

Berjabat tangan dan salam, Tee tujukan pada gadis yang diketahui bernama Lady. Walau disambut dengan setengah hati, nyatanya teman si kakak tetap membalas dengan penuh ketulusan hingga bisa Tee rasakan.

"Tee ke dalam dulu, ya. Mari, Kak Lady."

Tanpa menunggu respons, Tee menjauh begitu saja. Gadis itu memutuskan untuk memasuki kamar. Membanting badan kecilnya di atas kasur, rasa kesal semakin menjadi dalam dirinya.

Tee tahu jika sikapnya pada gadis blasteran itu salah, tetapi dia tak bisa bertingkah seolah sedang baik-baik saja. Semenjak mengetahui kehadiran Lady, perasaan Tee menjadi tidak menentu, terlebih pikiran buruk yang telah singgah.

"Kamu kenapa sih, Tee? Nggak seharusnya musuhin orang yang nggak salah, tapi ...."

Gadis berhidung mancung menghentikan perkataan, lalu memberantakkan rambut frustrasi sembari membenarkan posisi duduk. Dia berusaha tenang agar berhenti memojokkan diri sendiri.

"Emang aku sejelek itu sampai Mas Ian bohong?"

Pertanyaan, satu per satu Tee ungkapkan, meski entah siapa yang akan menjawab. Anak kedua Hanin dan Maman tersebut membalikkan badan seolah mencari apa yang kurang dari dirinya.

"Ah, emang Kak Lady tuh cantik, cantik banget malah. Aku sadar kalau jelek, tapi kenapa Mas Ian harus bohong dengan bilang lebih cantik aku, sih?"

Tee kembali mendudukkan dirinya tanpa mengalihkan atensi dari cermin di hadapan. Embusan napas terdengar panjang dan berat, tandanya pikiran perihal kepercayaan diri maupun kebohongan membebani pikiran.

Kenyataannya, setiap manusia sadar apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Akan tetapi, mementingkan perkataan orang lain jauh lebih utama dari percaya pada diri sendiri. Walau terkadang, meski tak memercayai perkataannya, tetapi tetap saja dipikirkan. Padahal sudah tahu termasuk tindakan buruk, tapi tetap saja dilakukan.

"Mas nggak bohong, Dek."

Tee pun mengalihkan pandangan. Kedua netranya menemukan sosok lelaki yang mendekat sebelum akhirnya duduk di sampingnya.

Melihat keadaan sang adik, Ian pun memangkup kedua pipi Tee sembari berkata, "Semua cewek itu cantik dan setiap orang punya penilaian masing-masing. Mas nggak bermaksud bohongi kamu, tapi memang kamu gadis paling cantik di mata Mas setelah ibu."

"Bullshit tahu nggak sih, Mas. Kalau emang lebih cantik aku, kamu nggak akan pacaran sama si bule itu."

"Aku nggak pacaran, kok," jawab Ian dengan sedikit menaikkan nada bicara.

"Tapi Mas suka sama dia. Tahu ah, emang omongan cowok tuh nggak bisa dipegang, bisanya di-screenshoot doang," sahut Tee sebelum meninggalkan Ian sendiri.

👿👿👿

Perihal mental yang terpental membuat Tee memandang buruk seorang Lady. Bahkan gadis berusia muda itu enggan bergabung untuk berbincang dan memilih duduk di teras rumah sembari bermain ponsel.

Tak lama kemudian, sebuah notifikasi muncul memperlihatkan pesan dari Fina yang mengajak bermain, tetapi tanpa berpikir lama Tee menolak begitu saja. Mood-nya sangat buruk. Dia malas untuk keluar rumah, meski sebenernya dia bisa mendapatkan moodbooster saat bersama kedua temannya.

"Tee, kamu ngapain?"

"Eh, Ibu. Nggak lagi ngapa-ngapain, sih. Ada apa, Bu?" sahut Tee yang berusaha seolah tak kenapa-napa.

"Ayo, temani Ibu bikin kue sama Lady."

Kedua sudut bibir Tee menurun tanpa izin. Dalam hati, Tee memberontak. Rasanya ingin menolak, tapi tak bisa. Dia nggak mau sang ibu sadar dengan apa yang sedang terjadi pada dirinya.

"Bu, kalau aku ngajak Fani sama Arini, boleh? Kan semakin banyak yang bantu, semakin cepet selesainya."

"Iya, boleh."

Sedikit senang, Tee segera menghubungi kedua temannya. Meski sebenarnya tak mau, tapi jika ada Fani dan Arini setidaknya dia tidak akan kesepian dan harus menghabiskan waktu hanya bersama ibu dan teman kakaknya.

Seusai Fani membalas pesan, Tee pun segera menuju dapur. Dia melakukan tugas apa yang disuruh oleh sang ibu. Tanpa sadar, lama kelamaan Tee menikmati kegiatan tersebut, meski sesekali harus berbicara dan bekerja sama bersama Lady.

"Asalamualaikum."

Semua orang yang ada segera menjawab salam tersebut. Senyum Tee semakin melebar dibarengi mood yang membaik. Gadis itu berbicara ramah pada temannya, walau ternyata dia tak mendapatkan balasan yang sesuai ekspetasi.

"Nggak usah sok asik, Tee. Kita berdua masih marah sama kamu. Enaknya aja nolak ajakan kita, dipikir nggak sakit apa ditolak," bisik Arini tepat di telinga Tee.

"Fani, Arini, Ibu boleh minta tolong buat beliin soda kue di warung depan?" tanya Hanin yang tanpa diketahui mencairkan suasana.

"Boleh, dong, Bu. Yuk, Rin!" jawab Fani penuh semangat.

"Aku mau ikut."

"Nggak usah, Tee. Kamu di rumah aja bantuin Mbak Lady," timpa Arini yang berhasil kembali memperburuk mood Tee.

"Bener, Arini. Kamu bantuin Kak Lady aja bikin adonan. Ibu juga mau siapin ovennya dulu."

Rasa kesal semakin mendera, terlebih setelah punggung sang ibu dan kedua teman-temannya tak lagi terlihat. Kini, dia benar-benar ditinggal berdua saja bersama Lady.

"Tee kenapa dari tadi kok cemberut gitu?"

Seketika Tee menoleh dengan jantung berdetak lebih kencang dan pikiran yang bergelut. Dia berusaha mencari alasan, pasalnya nggak mungkin berbicara jujur.

"Tee keberatan sama kehadiranku, ya?" Lady kembali bertanya dengan pertanyaan yang semakin membuat Tee bingung.

"Jujur aja, Dek. Nggak apa-apa," sambung Lady.

"Nggak keberatan, cuma aku minder. Kakak cantik, aku jelek. Mana kemarin Mas Ian bohong. Bilangnya cantikan aku dari pada Kakak, nggak tahunya ...."

Lady tersenyum mendengarkan penuturan jujur dari adik temannya. Bukannya menjawab, gadis blasteran itu justru mencuci tangan. Namun, setelahnya dia menatap Tee lamat-lamat, lalu menuturkan segala opini untuk merespons perkataan Tee.

👿👿👿

Malam yang ditunggu telah tiba. Semua orang sudah menyelesaikan tugasnya. Kini, mereka berkumpul di halaman belakang rumah dengan Ian dan Lady yang mengobrol santai sembari memakan kue atau Tee beserta kedua temannya sedang bermain kembang api.

Rasa kekeluargaan di antara mereka sangat terasa, meski sebelumnya terjadi kesalah pahaman. Namun, semuanya telah diselesaikan dengan baik.

Hubungan Tee bersama kedua temannya sudah kembali seperti biasanya. Karena dasarnya baik Fani atau pun Arini tak ada yang marah. Mereka hanya pura-pura marah agar Tee menjauh, tidak menempeli, dan bisa dekat dengan Lady. Tentunya, Rencana pura-pura marah ini bukan ide mereka berdua, melainkan Ian.

Sama seperti hubungan Tee bersama kedua temannya, pemikiran si adik juga berubah pada Lady. Dia sangat senang dengan kehadiran gadis blasteran tersebut. Terlebih, setelah Lady memberi petuah yang menjadikan dirinya percaya diri. Kini, mereka berdua menjadi dekat.

"Kak Lad, ayo ikutan main!" ajak Fani yang berhasil memutus percakapan Ian dan Lady.

Tanpa berkata, Tee justru menarik si cantik agar bergabung dengan kedua temannya. Dengan sigap, Arini memberikan kembang api pada Lady. Mereka bermain dengan penuh kemeriahan hingga membuat lelaki yang sedang terduduk itu tersenyum senang.

- Astaroth Team -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro