Part 20
"Tahun Baru."
*** (Name)'s POV ***
31 Desember
22.00 p.m.
"Ayo pergi, (Name)." ajak Nijimura.
Aku hanya mengangguk singkat sebelum akhirnya mengikuti Nijimura dari belakang.
"Kita hanya akan mengunjungi kuil, kan?" tanyaku dari belakang.
"Tentu saja, kita hanya mengunjungi kuil terdekat lalu pulang. Lagipula disana sudah ada Haruno-san." jawab Nijimura dan aku mengangguk singkat.
'2 hari lagi... resepsi pernikahan kami...'
*** Akashi's POV ***
31 Desember
22.35 p.m.
Aku hanya menatap Ayah dengan tatapan tak percaya.
"Ayah... apa?" ucapku mencoba tidak terlalu terkejut.
"Ayah tidak terbata-bata saat mengucapkannya, kan?" ucap Ayah meminum kopinya, sambil duduk di sofa yang berada di depan perapian rumah, "Ayah membatalkan penerbanganmu saat tanggal 2 yang menuju Jerman."
"...kenapa?"
Ayah mengangkat sebelah alisnya, "Bukannya sudah jelas? Kita menjadi tamu VVIP saat itu. Ayah tidak perlu memberitahumu acara apa itu karena Ayah yakin kau sudah menerima surat undangannya." ucap Ayah menunjukkan sampul surat yang sama sekali tidak ingin kulihat.
Surat undangan pernikahan (Name) (Surname) dan Nijimura Shuuzo
Aku hanya mengangguk singkat lalu memutar tubuhku, hendak kembali ke kamar sampai mendengar suara Ayah.
"Ayo temani Ayah."
"Kemana?" tanyaku melihat Ayah berdiri dari sofa.
"Ini tahun baru, Seijuuro. Kau pikir kemana lagi tujuan orang-orang saat tahun baru?"
*** (Name)'s POV ***
23.55 p.m
"Dingin..." gumamku menggosok kedua tanganku, agar menjadi hangat.
"Mau kubelikan teh?" tawar Nijimura.
"Eh? Bukannya tadi Papa pergi karena ingin membelikan kita minuman?" tanyaku, "Tapi kurasa teh boleh juga."
Nijimura menghela napas, "Ada 2 kemungkinan. Pertama, Haruno-san tersesat. Kedua, dia bertemu dengan salah satu klien dan lupa dengan kita."
Aku tertawa kecil mendengar penjelasan Nijimura, "Mungkin pilihan kedua." jawabku, "Papa masih ingat dengan kuil ini jadi kurasa pilihan pertama itu diluar dari dugaan..."
Nijimura mengangguk singkat, "Kalau begitu aku akan membelikanmu teh. Apa kau yakin mau ditinggal sendiri?"
"Tidak apa-apa, aku bisa menjaga diri. Lagipula disini ramai orang, kan?"
"Baiklah, kalau begitu. Kau tunggulah disini sementara aku mencari Haruno-san dan membelikanmu minuman. Telpon aku jika ada apa-apa, ok?"
"Okee."
Aku yang sedang duduk di bangku yang ada ini hanya menatap ke arah orang-orang yang lewat di depanku. Kebanyakan yang kulihat adalah anak SMA yang datang beramai-ramai dan para pasangan.
Aku menghela napas.
'Semenjak kejadian itu, aku sama sekali tidak bisa menghubungi Sei...'
"Lho? (Name)?" aku berkedip beberapa kali lalu menoleh ke sumber suara.
"M-Masaomi-san!" kagetku langsung berdiri lalu melihat ke belakangnya, "D-dan Sei..." sambungku semakin kaget.
"Kebetulan sekali bisa bertemu disini." komentar Masaomi tersenyum.
Aku hanya mengangguk pelan.
"Kau pergi sendiri?" tanya Masaomi padaku.
Aku menggeleng pelan, "Aku pergi bersama Shuuzo dan Papa..."
"Ah, jadi Haruno-san juga pergi?" tanya Masaomi.
"Iya..."
"Dimana dia sekarang? Aku ingin berbicara dengannya."
"A-aah, tadi dia pergi membeli minuman..." jawabku, "Dan Shuuzo mencarinya..."
"Kalau begitu aku akan mencarinya," ucap Masaomi tersenyum, "Dan Seijuuro, kau temani (Name) disini."
"Eh!?" kagetku dan Akashi.
"Kita tidak boleh membiarkan perempuan seperti (Name) sendirian, ada banyak orang jahat diluar sini." jelas Masaomi.
"E-eeh, tidak perlu repot-repot meminta Sei untuk menjagaku! Aku bisa jaga diri, kok Masaomi-san!" ucapku panik.
"Tidak apa-apa, lagipula Seijuuro tidak keberatan, kan?" tanya Masaomi pada Akashi.
Akashi menggeleng pelan, "Aku tidak keberatan."
Masaomi tersenyum mendengar jawaban Akashi, "Kalau begitu aku permisi dulu, (Name)."
Aku hanya mengangguk dan saat Masaomi sudah hilang dari pandangan, aku kembali duduk.
'Kami jadi canggung lagi...' pikirku.
Aku terlonjak kaget saat Akashi duduk di sebelahku.
(Deg! Deg! Deg!)
'Sejak Sei memberiku cincin, jantungku jadi tidak karuan saat memikirkan Sei atau berada di dekatnya...' pikirku ingin menjauh, tapi takut akan memberikan kesan tidak sopan pada Akashi.
"Bagaimana hubunganmu dengan Shuuzo?" tanya Akashi membuatku tersadar.
"Kami... baik-baik saja." jawabku menunduk.
"Hm~ Begitu ya?" komentar Akashi.
Suasana kembali diam, sampai akhirnya aku mengangkat kepalaku dan menatap ke depan.
"Kenapa... saat itu kau memberiku cincin dan mengatakan kalau kau mencintaiku?"
Aku tak berani menatap Akashi, jadi aku tetap menghadap ke depan.
Aku mendengar Akashi berdehem.
"Apa saat itu kau tidak mendengarnya dengan jelas? Aku memberinya karena aku mencintaimu."
Aku menoleh ke arah Akashi bersamaan dengan dia mengenggam tanganku.
Akashi tersenyum.
"Aku, sungguh mencintaimu (Name)."
(Deg!)
"...tapi aku tidak bisa menikahimu."
(Deg!)
'Lagi-lagi ucapan itu...'
Aku membalas genggaman tangan Akashi, lalu mengigit bagian bawah bibirku.
"Lalu, kenapa..." gumamku menunduk, "...kenapa kau tidak memperjuangkanku... sekali saja? Kenapa...?"
Pegangan tangan Akashi sedikit melonggar, tapi aku justru mengenggamnya semakin kuat.
"Aku memberikanmu hatiku sepenuhnya. Kenapa... kenapa kau tidak mau memperjuangkan hatiku? Walau hanya sebentar? Walau hanya sedikit?"
Aku menatap Akashi dengan serius.
"Kenapa kau langsung menyerah tanpa berjuang?"
Akashi hanya terdiam, dan itu membuatku merasa sakit hati. Aku yakin mataku berkaca-kaca sekarang.
Aku berdiri dari bangku seraya melepaskan genggaman tanganku dari Akashi, "Kurasa aku tau alasannya." gumamku mengigit bagian bawah bibirku, menahan tangis yang akan keluar.
Aku menatap Akashi, dan kulihat dia memasang ekspresi terkejut.
"Aku tidak berharga, kan? Aku tidak telalu penting bagimu untuk diperjuangkan." tanyaku lalu membungkuk singkat, "Maaf tapi aku harus pergi, Sei. Aku ada urusan penting." sambungku kembali tegak dan hendak pergi.
Sampai Akashi mengenggam tanganku.
"Ada apa Sei?" tanyaku tidak menoleh ke arahnya.
"Sebentar lagi penghitungan mundur akan dimulai. Kenapa tidak disini sebentar?"
Aku hanya terdiam di tempatku berdiri.
"AYO MULAI HITUNG MUNDURNYA!!" teriak orang-orang.
Aku mengepalkan tanganku yang tidak digenggam Akashi.
"10!!"
"(Name)?" panggil Akashi melihat aku tak bergerak.
"9!!"
Air mataku tak terbendung lagi, dan mulai mengalir di pipiku.
"8!!"
Aku menarik napas dengan gemetaran lalu menunduk.
"7!!"
Pegangan tangan Akashi melonggar.
"6!!"
Aku melihat sepatu Akashi berada di depanku, yang berarti Akashi berada di depanku.
"5!!"
Aku mengangkat kepalaku dan melihat ekspresi tenang Akashi berubah menjadi ekspresi terkejut.
"4!!"
Aku memaksakan sebuah senyum di wajahku.
"3!!"
"Maaf, Sei. Tapi aku harus benar-benar pergi."
"2!!"
Aku melewati Akashi.
"1!!!"
"Sayonara, Sei."
"HAPPY NEW YEAR!!"
"AKEMASHITE OMEDETOU GOZAIMASU!!!"
Bel kuil berbunyi, kembang api diluncurkan, orang-orang bersorak.
Tapi aku hanya berlari dengan air mata yang mengalir deras.
'Natal terburuk, tahun baru terburuk.'
"Kurasa tadi benar-benar perpisahan untuk kami berdua..."
***
Huuu, Rain kembali~
Tinggal 1 chapter lagi~
Ulululu, bagaimanakah akhirnya~?
Kritik dan saran yang membangun akan sangat diterima~
-Rain
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro