Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 22: Bertemu Evelyn (2)

Bab 22: Bertemu Evelyn

Jeremias melihat seekor anjing bersama tuanya di bandara internasional Juanda.

Ah, ia teringat Esmeralda. Jeremias memiliki seekor anjing Golden Retriever yang diberi nama Emseralda oleh Monalisa karena menggemari telenovela asal Mexico itu. Lalu, kucingnya diberi nama Marimar, dan hamster dengan Fernando dan Jose.

Sedangkan Abigail memiliki peliharaan Kura-kura Brazil atau nama lainnya Red Ear Slider Turtle. Kura-kura jenis ini termasuk dalam kura-kura air tawar dengan nama Latin Trachemys scripta elegans yang memang sudah populer dijadikan hewan peliharaan. Namanya Franklin. Diambil dari nama Franklin the Turtle. Salah satu serial yang tayang di Kanada pada tahu 1997.

Tidak lama setelah itu, seorang perempuan berambut panjang digerai, memakai kaca mata hitam, pakaian dari brand fashion terkenal, tubuh proporsional. Evelyn memang lebih cocok menjadi model dibandingkan pengacara. Ia selalu memikat dengan auranya. Itu terbukti dari banyak pasang mata yang meliriknya dengan terang-terangan atau diam-diam, baik perempuan atau laki-laki. Mungkin ada yang beranggapan Evelyn adalah artis.

“Long time no see,” sapa Evelyn, berhenti di depan Jeremias. Ia tersenyum lebar.

Jeremias balas melemparkan hal yang sama. “Selalu cantik.” Puji Jeremias.

“No hug?” Evelyn melebarkan tangannya. Segera ia memeluk pria itu. Orang yang telah lama ia cintai, dikagumi dalam diam, dan inspirasinya untuk masuk ke hukum.

Sudah lama Jeremias tidak bersentuhan dengan Evelyn, rasanya aneh. Padahal jika bersama Abigail, yang terhitung bertahun-tahun, tapi ia biasa saja. Nyaman, dan seperti di rumah. Ck. Kenapa ia membandingkan mereka berdua? Tentu Abigail dan Evelyn berbeda. Juga, sama sekali bukanlah hal benar membandingkan mereka. Jeremias merasa bersalah.

“Launch? Makan dulu, baru kita balik. Lumayan jauh.”

“Nope. Gue lagi diet.” Evelyn menggeleng pelan. Ia kemudian berjalan.

Jeremias mengambil ahli koper wanita itu. Ia tidak habis pikir dengan isi kepala Evelyn. Tubuhnya sudah sekurus itu, masih saja memikirkan diet. Ya, memang diet itu baik untuk kesehatan. Namun diet versi Evelyn sudah masuk kategori tidak sehat sama sekali, yang ada mengundang Gerd.

“Kita makan. Saya lapar.” Jeremias membawa mereka masuk ke Texas chicken. “Dan lo, harus tetap makan.”

“As always, Jeremias is Jeremias. Than. What must I do? Watching you? Or?”

“Up to you. Just eat if you're hungry.”

“Ck. But, gue enggak laper.”

“You did this again, right? Kata yang sama. Udalah, makan. Mikir diet besok. Jauh-jauh ke Surabaya malah mikir diet.”

Selalu, Evelyn akan kalah berdebat dengan Jeremias. Selain ucapan pria itu benar. Jeremias memiliki pesona dan memegang kewarasan Evelyn. Apapun yang pria itu katakan seperti ada kekuatan magis tersendiri.

••••

Abigail menatap wajah wanita bertubuh semampai yang berada di depan ruang tamu, saling bertukar kabar dengan nenek Fatimah sebagai sapaan pertama mereka secara langsung.

Ah. Seharusnya Abigail tahu hari ini akan datang, tapi kenapa ia masih saja merasa sih? Sakit hati benar-benar tidak bisa ditawarkan sekarang. Sekeras apapun Abigail mengatakan ia baik-baik saja dan hanya terbawa suasana karena berpikir Jeremias masih memiliki rasa kepadanya, tetap tidak cukup. Ia tidak baik-baik saja.

Tidak apa-apa. Abigail kembali menguatkan diri, bahwa inilah yang terbaik. Jeremias kembali ke kehidupannya. Posisi Abigail saat ini hanyalah masa lalu yang sudah seharusnya dilupakan dan tidak boleh dilirik lagi.

Lagi pula, Evelyn memiliki pekerjaan yang bagus, selaras dengan Jeremias. Mereka memang pasangan yang cocok. Kali ini Abigail tidak ada komentar untuk Evelyn. Ia terlihat sangat baik, berpendidikan, cerdas dan ..., mencintai Jeremias dengan tulus.

“Abi?” Nenek Fatimah berseru, sambil melirik ke belakang. “Sini, nak. Antarkan Evelyn ke kamarnya.”

“Jere bisa, Nek.” Jeremias yang berada di sana menyahuti.

Nenek Fatimah mengerutkan kening. Padangan kesal, ia berseru. “Ada urusan wanita yang hanya bisa diceritakan kepada wanita.”

Nenek tetaplah perempuan. Iya, makhluk paling sulit dimengerti di dunia ini, tidak dimengerti oleh kaum pria, seperti Jeremias. Apalah daya, Jeremias hanya mengangguk saja, tanpa ada sanggahan lagi.

Abigail yang berdiri di samping nenek Fatimah hanya diam menyaksikan dalam diam, mengamati semua yang terjadi. Pada saat ini, ia sungguh tersadar akan satu hal yang sempat ia lupakan, bahwa ia benar-benar orang asing di sini. Tanpa pekerjaannya, ia bukanlah siapa-siapa.

Mengantarkan Evelyn ke kamarnya yang berada di kamar lantai satu. Ya, kamar yang dipakai Abigail dan Jeremias malam itu. Kenangan itu kembali terlintas di benak Abigail. Pertanyaan Jeremias. Ah, cepat-cepat ia menghilang bayang-bayang tersebut.

Jeremias yang ikut mengantarkan koper ke kamar itu, tidak jauh berbeda dengan Abigail, terbawa kenangan lama, melirik perempuan itu. Dari pandangannya, Abigail benar-benar profesional. Ia bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa tempat ini pernah terjadi saksi pelampiasan hasrat mereka.

“Makasih, ya, Abi?” Evelyn mengulurkan tangan kanan, bersalaman dengan Abigail. “Evelyn”

Abigail segera menjabat tangan Evelyn yang sangat mulus. Ah, dulu, tangan Abigil juga seperti itu. Sekarang malah, sebaliknya.

“Abigail.”

“Nama kamu kayak enggak asing, deh." Evelyn tampak berpikir sebentar.

Jeremias dan Abigail spontan saling bertatapan. Di kepala Abigail, ia berpikir, mungkin saja Jeremias pernah menyebutkan namanya di hadapan Evelyn. Jika itu benar-benar terjadi, sudah pasti otak Jeremias telah berpindah di telapak kaki, dan dengkul adalah otak pria itu. Sedangkan, Jeremias sama sekali tidak merasa pernah menceritakan tentang Abigail kepada Evelyn.

Keduanya saling melemparkan padangan penuh arti. Abigail yang menuduh, lalu dibalas dengan gelengan pelan dan tatapan meyakinkan bahwa ia tidak tahu.

Evelyn yang mendapati tingkah aneh keduanya berdehem sebentar. “kalian kenapa?”

Gelagapan menanggapi pertanyaan Evelyn, Jeremias malah menatap Abigail secara terang-terangan. Baiklah. Otak pria itu benar-benar sudah digantikan dengan dengkul sapi.

“Ah. Kayaknya aku lupa, ada sesuatu yang harus aku selesaikan." Abigail segera mencari alasan, dan bergegas pergi dari sana. Berada di sekitar mereka sama saja menggali kuburan sendiri.

To be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro