Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PROLOG

'Dasar anak nggak punya hati. Menyusahkan orang tua mu tidak akan membuat mu bahagia. Ingat! Surga ada dibawah telapak kaki ibu!'

'Dasar iblis! Tidak punya perasaan! Bagaimana kamu bisa sesantai itu melihat dua orang tuamu yang tersiksa karena kamu'

'Aku tidak bisa bayangkan bagaimana perasaan orang tuanya ketika tahu anaknya membohongi mereka selama ini.'

'Kamu mati saja! Manusia seperti kamu tidak pantas hidup di dunia ini!"

'Anak iblis'

Tatapannya terlihat sendu membaca semua komentar yang muncul dilayar komputernya. Kedua tangannya tergenggam erat menahan emosi dan rasa sakit yang ia rasakan. Walaupun hatinya telah hancur berkali-kali, kepala itu tetap tegap dan menatap lurus layar komputer itu. Sudah hampir 10 menit dia melakukan live namun Ia tidak berbicara sedikitpun. Bibir yang terlihat pucat itu terkatup rapat.

'Apakah dia sedang memberikan kita lapak untuk mencacinya?  Hahaha. Goblok!'

'Anak tidak tahu diuntung!'

'Kamu mati saja! Dunia tidak akan rugi dengan kepergian mu.'

'kamu hanya iblis yang datang untuk merusak dunia ini!'

Tangan yang sejak tadi tergenggam erat kini mulai mengeluarkan darah. Kuku panjangnya yang tidak pernah Ia potong menusuk telapak tangannya. Walaupun begitu, genggaman itu tidak pernah mengendur tapi malah semakin erat. Terlihat rahangnya yang mulai mengeras, bunyi gigi yang saling adu terdengar.

"Haruskah kita memainkan suatu permainan?" Akhirnya bibir pucat itu terbuka mengeluarkan suara yang sedikit bergetar karena rapuh.

'Kita tidak ingin bermain dengan anak durhaka seperti kamu. Anak setan!'

'Enyah saja dari bumi ini!'

'Tidak usah banyak bacot. Perbaiki saja dirimu.'

Jumlah penonton semakin bertambah, begitu pun dengan jumlah komentar. Senyum kecil muncul dibibirnya melihat jumlah komentar melebihi jumlah penonton bahkan dengan selisih yang begitu banyak. Semua orang terlihat begitu bersemangat untuk mencacinya habis-habisan.

'Aku sarankan permainan menyiksa diri mu.'

'Benar sekali. Anggap saja kamu sedang menebus dosa'

'Setuju. Siksa saja dirimu.'

'Siksa sampai mati. Hehe. Eh kejam! Tapi pantas kayaknya . Haha'

'Pantas.'

'Sensor Kematian.'

"Senso kematian?" Bibir pucat itu kembali terbuka.

'Potong saja tubuh mu yang malas itu dengan senso. Tubuh kamu dan dirimu tidak berguna untuk orang tua mu!'

'Potong'

'Potong'

'Potong'

Seluruh komentar berubah menjadi Spam komentar 'Potong'. Ia menatap layar itu sesaat lalu beranjak dari tempatnya.

'Apakah dia takut?'

'Dasar penakut!'

'Pengecut!'

'Menyiksa orang tuanya bisa tapi melakukan hal itu takut!

'Pokoknya kita harus buat dia menuruti kita!'

'Harus.'

'Apakah dia benar-benar akan melakukannya?'

'Rupanya dia mengambil senso.'

'Kalian yakin dia akan menuruti kemauan kita?'

'Tidak akan mungkin. Penakut seperti dia tidak akan berani melakukannya.'

Ia kembali membaca komentar-komentar itu dan tersenyum kosong.
"Bagian manakah dari tubuhku yang ingin kalian potong?"

'hahaha! Jangan membodohi kami, brengsek! Kami bukan orang tua mu yang bisa kau bodohi.'

'Tidak segampang itu untuk percaya!'

'Berikan kami pembuktian!'

'Berikan!'

Ia menyalakan senso berukuran kecil itu lalu memotong  ibu jarinya. Darah mengalir dengan derasnya, urat-urat yang terdapat di ibu jarinya terlihat jelas, tulang ibu jarinya dipenuhi dengan darah yang terus menetes di lantai. Ibu jarinya yang terpotong diambilnya lalu disimpannya diatas meja yang dilapisi kain putih. Meja itu Ia geser hingga berada didepan layar komputernya sehingga terlihat oleh semua orang yang menontonnya.

"Bagaimana?" Raut itu terlihat datar seperti tidak ada rasa sakit sedikitpun yang Ia rasakan.

'hahahaha. Bagus'

'Berani juga kamu!'

'Hentikan. Kalian bisa membunuhnya!'

'Lagi. Hahaha!'

'Lagi.'

"Bagian mana yang kalian inginkan?" Tanyanya lagi dengan tatapan kosong.

'Kaki kanan. Haha!'

'Setuju.'

'Kaki kanan.'

'Kaki.'

Ia mengangkat kaki kanannya ke atas meja lalu mulai memotong dibagian paha dekat lututnya. Darah bersemburan kemana-mana, namun Ia tidak mengurungkan niatnya untuk memutuskan pahanya. Komputer yang ada didepannya dipenuhi oleh cipratan darah segar. Bukan hanya komputer tapi wajahnya, kain putih yang Ia pakai untuk melapisi meja, dan dinding didekatnya penuh dengan cipratan darah. Kali ini berdirinya sedikit goyah sebab Ia kehilangan satu tumpuannya. Ia menyandarkan tubuhnya ke meja agar berdirinya tetap tegap.

"Bagian mana yang kalian inginkan?"

'Hentikan. Ini termasuk pembunuhan!'

'Kamu jangan memotong tubuh mu lagi! Hentikan!'

'Dasar manusia gampang dimanipulasi!'

'hahaha. Benar sekali!'

'Potong saja tubuhmu. Sepertinya kamu berada dipihak anak durhaka ini.'

'setuju!'

'Ini adalah tontonan yang sangat menarik!'

'Tidak ada manipulasi disitu! Mata kalian buta kah!!!'

'Diam setan! Kamu silakan lanjutkan. Buktikan jika kamu tidak memanipulasi kami! Potong saja tangan kiri kamu!'

'Jangan lakukan itu!'

'Lakukan!'

'Lakukan!'

'Lakukan'

Ia kembali menyalakan senso-nya dan mulai memotong tangan kirinya. Potongan itu tepat berada di lengan yang berjarak 5 centi dari pundak. Darah kembali terciprat kemana-mana. Urat-urat yang berada di lengan terlihat begitu jelas ketika tangan itu telah putus dan jatuh di atas meja. Kali ini hampir seluruh wajahnya telah tertutup oleh darah segar. Kain putih di atas meja itu kini telah berubah menjadi merah tua.

"Ba-Bagian mana lagi ya-yang kalian inginkan?" Kali ini suaranya terdengar lemah dengan mata yang terlihat sayub. Ia telah kehilangan banyak darah tentu saja akan membuatnya pusing. Bagaimana bisa dia masih bisa bertahan dengan rasa sakit itu?

'Kalian adalah pembunuh! Yang tidak punya hati itu kalian!'

'leher. Potong saja leher mu!'

'Dia akan mati jika lehernya terpotong. Hahaha. But do it!'

'Kamu jangan baca komentar mereka. Polisi dan ambulans akan datang menyelamatkan mu. Jangan lakukan apa yang mereka minta!'

'Siapa sih dia! Berani sekali mengganggu keadilan yang sedang kita perjuangkan!'

'Jika kamu mendengarkan dia maka semua yang kamu lakukan sejak tadi adalah manipulasi.'

"Bag-bagian mana yang kalian inginkan?" Tanyanya lagi.

'Hentikan!'

'Leher!'

'Aku ingin kamu mati. Leher kayaknya bisa buat kamu cepat mati!'

'Leher mu. Haha'

'Dia akan mati. Hahaha. Leher.'

'Dia memang pantas mati setelah semua yang dia lakukan. Leher!'

"Ba-Baiklah."

Tangannya terlihat goyah ketika Ia menyalakan senso dan mengarahkan ke lehernya. Tatapannya tajam menatap layar komputer itu yang mulai dipenuhi komentar penuh semangat memintanya memotong lehernya. Bahkan kini komentar itu berisikan,

'Mati #Withsensokematian #anakdurhaka'

Dengan mata yang terus membaca setiap komentar mengerikan itu, ia mendekatkan mata senso yang tajam itu berputar dengan begitu cepatnya dan sudah dipenuhi darah mendekati lehernya. Senso itu mulai merobek kulit luarnya, lalu urat-uratnya, memotong habis tenggorokannya, dan kembali memotong kulit luarnya. Kepala itu jatuh diatas meja dengan mata yang masih terbuka, menatap lurus kedepan dan langsung berhadapan dengan komputer.  Sementara tubuhnya jatuh diatas lantai dengan semburan darah segar dari nadinya. Tubuh munggil yang sejak tadi menunjukan raut tegas dan kuatnya kini rapuh tanpa kepala, kaki kiri, dan tangan kirinya. Tubuh itu kejang-kejang sampai akhirnya diam ditempat.

Selesai sudah kisahnya bersama dengan rasa sakit yang tidak pernah orang tahu bagaimana rasanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro