CHAPTER 37: Cowardly Loving You
Caesar's View
"Lord Arsais! Aku ikut!!!"
Axel berlari lari mengikuti Arsais yang sedang berjalan sambil merapikan arah topi biru besarnya.
Arsais menatap ke arahnya sejenak kemudian mengangguk sambil terus melanjutkan langkahnya.
Sejenak dia berhenti, kemudian menatapku tajam.
Apa maksud tatapannya?
Dia tidak lagi menatapku dengan tatapan meremehkan atau menantang seperti dahulu, hanya tatapan dingin dan tidak dapat dimengerti.
Apa yang ingin disampaikannya? Alvin memang bukan orang yang terbiasa menyampaikan isi hatinya, tapi biasanya apa yang ingin dia sampaikan akan terlihat dari kelakuannya.
Sudah hari ketiga semenjak aku memeluk Axel di ruang Strategi, dan semenjak saat itu sikap mereka berdua berubah menjadi sangat dingin kepadaku.
Aku memang pantas menerimanya. Gimana enggak? Aku sudah menarik Axel, dan kembali membuatnya menyukaiku, tapi pada saat dia menanyakan kejelasan hubungan kami, aku tidak bisa membalas keberaniannya mengakui perasaannya padaku.
Walaupun aku sebenarnya menginginkannya, tapi aku laki laki, dan instingku sebagai laki laki menolak untuk memberikan hatiku padanya.
"Caesar..."
Aku tersentak, menoleh ke arah Arsais.
Dia menatapku tajam, Axel berdiri di sampingnya dan membuang pandangannya dariku. Dia seakan menjaga agar tidak bertemu pandang denganku. Dia mulai membangun benteng untuk memisahkan kami berdua.
Aku paham perasaannya saat ini. Dan aku juga tidak mencoba menghalanginya untuk melakukan hal itu, apalagi sekarang dia menjadi lebih dekat dengan Arsais. Kupikir Arsais orang yang cukup baik untuknya, dan dia pasti tidak akan menyia nyiakan Axel seperti aku.
"Aku ga ikut! Kalian aja pergi..."
Aku tersenyum lembut kepada mereka, aku melayangkan pandanganku ke arah Axel, sejenak mata kami bertemu.
"Hati hati dijalan..!"
Dia membalikkan mukanya, kemudian dia mengangguk pelan.
Arsais kembali melanjutkan langkah kakinya kearah luar dengan diikuti Axel.
Aku berjalan menaiki tangga kastil menuju ke beranda atas.
Dari jauh masih bisa kulihat sosok dua sahabatku berjalan menjauh dari kastil.
"Aku seorang pecundang..."
Kata kata itu melesat keluar dari bibirku, seakan mengatai tuannya sendiri.
Aku tidak mengelak, memang benar, aku seorang pecundang.
Seorang pecundang yang tidak berani mengakui perasaanku sendiri karena aku menganggapnya tabu.
Memang benar, kalo aku mengatakan aku menyukainya itu adalah tabu.
Tapi, apa perasaanku membohongiku?
Aku memandang jauh ke arah mereka, dari jauh aku masih bisa melihat tangan Axel menggandeng punggung baju Arsais sambil berjalan.
"Dasar bocah..!"
Aku tersenyum, walau rasanya senyum itu hanya menyayat hatiku sendiri.
Semua karena akukah? Hubunganku dengan Axel hancur?
Hubunganku dengan Alvin juga memburuk. Dia tampaknya mengetahui apa yang sedang terjadi, tapi tampaknya tidak mau ikut campur dengan masalah ini. Begitu juga denganku, yang tetap menutupinya seakan tidak terjadi apa apa walaupun sebenarnya aku tahu kalau dia bisa membaca semuanya dari dalam mataku.
Arsais adalah orang yang jeli, dia tidak mungkin tidak bisa membaca keadaan yang sedang terjadi. Jika dia memilih untuk diam, hal itu berarti dia memberikan isyarat bahwa dia tidak mau ikut campur lagi.
Di sekolah juga hubungan kami tetap berjalan seperti biasa, walaupun aku dan dia sama sama canggung karena memang menutupi hal hal yang sama sama kami ketahui.
Atau mungkin akhirnya dia memutuskan untuk sepenuhnya merebut Axel?
Aku tersenyum kecut karena pikiranku sendiri.
Yah, kalau memang itu yang dia mau, kupikir dia memang berhak. Aku juga benar benar merasa ga pantas untuk tetap mengharapkan Axel. Tindakanku b en erapa hari yang lalu, aku pun merasa diriku adalah pecundang luarbiasa....
Aku menyandarkan bahuku di batuan dinding kastil. Aku menutup mataku. udara dingin dari dinding itu menjalari punggungku, menambah perih sayatan di dalam dadaku.
"Sial..."
Air mataku lagi lagi tak bisa aku kuasai. Untuk kedua kalinya aku berada di dalam keadaan ini.
================================
Axel's View
"Bagus, Pertahankan, awas sebelah kiri!"
Hyat!!
Dengan sigap aku segera menghunus tongkatku ke arah kiriku, tepat saat seekor leopard raksasa menerjang ke arahku.
"Prism Beam!"
Leopard itu terbungkus dalam gumpalan api raksasa. Aku mengayunkan tongkatku dan menepis tubuh terbakar yang melayang agar tidak menabrakku.
Aku menatap ke depanku. Lord Arsais sedang asik mengayunkan belatinya ke arah sekumpulan hewan liar yang mengepung kami. Gerakannya terlihat sangat lihai, padahal senjata bishop seharusnya tongkat kan, bukan belati. ckckck
"Heal! Axel! Serangan Area!"
"Siap Bishop!"
Kami terus bergerak masuk ke tengah hutan sambil bertempur menghabisi berbagai monster yang bisa kami temukan.
Aku memang sering melakukan ini dengan Lord Arsais dan Sir Caesar, walaupun kami adalah jajaran komando pasukan, dan kami berada di pangkat teratas, tapi latihan harus tetap jalan!
Selain buat peregangan, juga untuk sasaran berlatih kami. Kalo kami ga berlatih, bisa bisa kami bisa jadi payah trus jadi sandsack di medan perang (-_-")
Aku berlatih superserius akhir akhir ini. Sasaranku supaya bisa sejajar dengan kemampuan Lord Arsais! Entah kapan deh tapi. Soalnya ketangkasan kami memang kayak bumi dan langit!
"Hosh hosh! Bagus! Cukup!"
Lord Arsais menarik nafasnya seakan dia belum pernah bernafas samasekali dari lahir.
Dia mengambil posisi duduk di akar sebuah pohon besar. Aku mengikutinya dan duduk tepat di sampingnya.
"Sampai kapan kamu mau terus ngikutin aku hmm?"
Aku cuma nyengir menghadapi kejutekan bosku yang satu ini. Orang macam dia pasti bakal jadi Bujang Tua, ya ga?
Galak sihh
"Gapapa kann! Lagipula tempat duduknya enak, masa aku ga ikutan!"
Lord Arsais menghela nafas kemudian menyeka peluh dari keningnya.
"Bukan itu. Maksudku sampai kapan, kamu mau terus ngikutin aku kemanapun dan menghindar dari Caesar?"
Jlebb! Jeder!
Satu kalimat simple, tapi nancep dan nyambar tepat banget ke hatiku. Yaa, emang sih, aku dari kemarin memang selalu ikut kalo Bishop pergi kemana mana supaya ga ada waktu berdua sama Sir Caesar, karena aku takut kalau kejadian di Strategy Room terulang lagi. Jujur aja, hatiku ga bakal kuat kalo dia melakukan hal kayak kemarin lagi!
"Eng... Eng..."
"Kenapa? Gabisa jawab?"
Lord Arsais kembali menghela nafas dan menyandarkan badannya di akar pohon.
"Kamu masih menyukainya?"
Aku tersenyum kecut. Menyukainya? Masih! Sangat!
"Enggak..."
"Bohong....."
Aku langsung meringis mendengarnya.
Bishop sih, nanya hal yang ga perlu dijawab! Begitu dijawab malah dibilang bohong! Tapi memang bohong sih!
Aku mengangguk pelan
"Aku masih menyukainya, tapi dia ga menyukaiku.. Jadi aku harus bisa ngelupain dia..."
"Itu juga bohong..."
Senyum kecut kembali mengembang di bibirku. Bishop orangnya emang terlalu to the point!
"Dan dia juga berbohong...."
"Ha..?"
Aku terkesikap mendengar perkataannya barusan.
"Ya, dia cuma lari dari perasaannya..."
"Mungkin iya, tapi kalau dia ragu, kenapa harus diteruskan? Benar kan?"
Bishop menutup matanya kemudian menyandarkan tubuhnya di batang pohon.
Dia tampak tidak menghiraukan perkataanku barusan
Ck! Aku dikacangin nih!
"Ya, kalau dia memang ga mau sama aku, kenapa harus diteruskan, ya kan?"
aku kembali menanyakan pertanyaan yang sama, tapi Bishop kayaknya pura pura ga denger sama perkataanku barusan.
"Bishop..."
Dia membuka sebelah matanya.
"Kamu boneka?"
"Maksudnya?"
Sebulir keringat menetes dari keningku.
"Kamu ga punya perasaan?"
Aku semakin ga nangkep sama perkataanya barusan.
Bishop kembali menyandarkan kepalanya di batang pohon tua yang sudah berlumut dimana mana.
"Dia ragu, dan kamu membohongi perasaanmu sendiri. Gimana kalian bisa ada perkembangan?"
Aku menggaruk pelan belakang kepalaku walau tidak terasa gatal. Benar yang dibilang Lord Arsais! Aku juga menimbun dalam dalam perasaanku begitu dia mengatakan ketidaksanggupannya, Aku juga mengerti kalau dia ragu. Tapi aku memang ga boleh memaksakan kehendakku kan?
"Memang, tapi kan hubungan begini sudah salah, kalau dia ragu bukannya labih baik jangan dipaksa...?"
Campuran rasa takut dan ragu mengisi dadaku sambil menunggu jawabannya. Sebenarnya aku ingin berharap dia berkata tidak. Tapi perkataanku barusan tampaknya memang pasti disetujui semua orang normal di dunia ini.
"Bohong lagi..."
Kyaaahh
>,<
Orang ini! Mau kasih nasihat tapi juteknya minta ampun! Mana aku ngerti dia mau kasih nasihat apa!
Bishop kemudian berdiri dan membetulkan posisi topi birunya.
Ck Topi biru segede gitu dipakai, heran juga dia bisa tetap bergerak leluasa dengan topi itu!
"Ayo lanjut berburu.."
Aku berdiri, kemudian berjalan ke arahnya.
"Bishop, aku mau logout sebentar lagi. Aku mau jalan jalan keluar, udah lama ga pergi pergi."
Dia menganggukkan kepalanya kemudian menarik kedua belatinya dari pinggangnya.
Beberapa belati lain tersimpan rapi di samping selongsong kosong belatinya, Bishop selalu membawa banyak persediaan belati karena dia terkadang melemparkan belatinya ke tempat yang tidak bisa dijangkau.
"Every single persong deserve happiness..."
Aku terhenti dari langkahku, kemudian aku menatap ke arahnya, tapi dia sudah tampak asik bertarung dengan seekor serigala raksasa.
"Yeah, So do I..."
Sepatah kalimat sederhana itu hanya dibalas dengan anggukan pelan darinya yang sedang asik bertempur.
Aku kemudian membuka jendela option, dan logout dari game.
================================
Kenny's View
"Maa! Aku pergi ke Mall yaaa!"
"Iya sayang, kamu udah mandi kaaann??"
"SUDAH LAAAH!"
Ihh! Mamaku! Kenapa selalu nanya soal mandi! Aku kan sekarang selalu mandi kemanapun aku pergi!
Aku mengenakan sepatu sport kesayanganku dan bergegas keluar dari dalam rumah
"Baang! Bang Bokir...!"
"Iya neeng~!"
"Sate seratus tusuk bang"
Pak Yahya, Sopir mamaku datang dari samping rumah sambil tertawa tawa. Akhir akhir ini aku memang selalu bercanda seperti itu dengannya. Kadang mama meliat sampe geleng geleng geli sambil memegangi perutnya.
"Deden bisa aja! Deden mau kemana?"
"Ke mall pak, Anter Kenny ya?"
Sopirku mengangguk, kemudian segera berlari dan membukakan pintu mobil.
Aku duduk manis di bangku belakang sambil ngeliat ke arah jalan. Ahh! Hari ini mesti refreshing!
"Pak ayo cepattttttt!!!! "
" Iya den sabar dulu, mobil butut ini... "
Ujar pak yahya sambil kepayahan menyalakan mobilku dan mengemudikannya meninggalkan rumahku.
Perjalanan berlangsung sangat cepat, tanpa terasa aku sudah berada di lobby untuk ngedrop tamu.
"Mau dijemput jam berapa?"
Sopirku bertanya saat aku melompat turun dari mobil karena mobilku memang tinggi banget.
"Nanti Kenny telpon pak! Makasi ya!"
Pak Yahya tersenyum lebar menampilkan giginya yang kuning keemasan oleh rokok.
"Ihh! Ampe kuning gitu giginya! Jangan ngerokok terus nanti Kenny kasitau mama!"
Sopirku meringis pelan, kemudian ia mengangguk hormat dan segera melajukan mobilnya meninggalkan area mall.
Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh isi mall, sambil berjalan pelan. Hmm, mau kemana ya!
Aku terus berjalan tanpa berpikir sambil melihat kekiri kekanan, sambil sesekali berhenti kalau ada sesuatu yang menarik perhatianku, kayak permen, cokelat, kue kue. Aku sempat lama tertegun di depan stand orang yang membuat permen dengan tangan.
Woaah! Permennya banyak banget itu!
:9
Nanti minta mama beli!
Aku terus berjalan hingga tanpa sadar kakiku (perutku) membawaku ke foodcourt di lantai 4 Mall.
Hmm....
Bau makanan di sekelilingku mulai menguasai hidungku.
Krukk~!
Perutku bunyi! >,<
Akhirnya aku memutuskan untuk memilih milih makanan yang aku mau.
Mau apa yaa? Umm, Steak bosen, Mie gasuka, apa ya....
"Hmm..!"
Sejenak pandanganku terpaku pada sesosok orang yang aku kenali sedang duduk termenung memandang ke arah jendela.
Sebenarnya aku gamau ndeketin dia sih. Tapi kasian juga, mukanya kayaknya stress banget! Nanti dia malah lompat dari jendela lagi (gamungkin sih)
(=_=')p
Aku berjalan mendatanginya dari arah belakang, kemudian menepuk punggungnya pelan
"Hei!"
Dia menoleh ke belakang dan tampak terkejut dengan keberadaanku.
"Ehh! Kenny..?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro