Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6


Saat mengantar Sasi, Ryoma memilih untuk duduk di depan dan akhirnya sibuk mengobrol dengan supir taksinya. Normalnya laki-laki yang ingin modus mengantarkan pulang perempuan akan duduk di sebelah perempuan itu. Berarti Ryoma memang benar hanya ingin mengantarkan Sasi pulang, tidak lebih.

Karena dia memang orang baik. Kata-kata Dani dan Rianti terbukti.

Sasi menatap langit-langit kamarnya. Kepalanya bersandar di bantal dan ia menarik selimutnya sampai ke hidung untuk melawan dinginnya AC. Sudah satu jam berselang setelah ia sampai di rumah, dan Sasi masih tidak bisa tidur. Entah kenapa, daripada memikirkan drama lamaran Rino dan Tania tadi, kepalanya malah dipenuhi pertanyaan tentang Ryoma. Ibunya orang Jepang, makanya dia lumayan ganteng... Kenapa Sasi baru sadar? Ryoma ganteng, soleh, pintar, pengusaha sukses, kenapa dia belum nikah, ya? Harusnya banyak dong perempuan yang mau sama dia.

Sasi, kenapa pikiranmu ngelantur begini, pikir Sasi sambil menjitak kepalanya sendiri.

Lampu ponselnya menyala. Sebuah pesan masuk. Sasi menyambar ponselnya dari samping bantalnya dan segera membuka pesan yang masuk. Rianti.

Sas, besok free nggak? Temenin gue main bulu tangkis yuk. Mas Dani sm Ryoma. Gue g ada temen nih.

Boleh aja. Jam? Di mana?

Jam 8 bisa gak? Di GOR deket rumah lo itu.

Ok. Jemput sekalian lewat ya.

Sip.

Sasi mematikan ponselnya sambil menghela nafasnya.

Berarti besok ia akan bertemu lagi dengan Ryoma.

Entah kenapa wajahnya terasa panas kali ini.

***

Di perjalanan menuju GOR Bulutangkis, Sasi tidak banyak bicara. Kejadian semalam membuka sebuah ruang di hati Sasi. Apakah ia sekarang mulai menyukai Ryoma? Bahkan memikirkan ia akan bertemu dengannya sebentar lagi saja membuatnya merasa canggung. Kecanggungan ini berbahaya. Ini tidak sehat.

Sasi menarik nafas dalam-dalam. Biasa aja, Sasi. Dia cuma orang baik, titik. Dan kebetulan sering ketemu aja karena dia adalah teman baiknya suami Rianti.

"Sas? Udah nyampe ini," suara Rianti memecahkan Sasi dari lamunannya.

"Oh, iya-iya," Sasi segera mengambil tasnya dan membuka pintu mobil Mas Dani.

"Serius amat muka lo. Mikirin Ryoma, ya?" goda Rianti.

"Kenapa dia mulu deh yang dibahas?" Sasi memalingkan wajahnya, berusaha menutupi wajahnya yang memerah dan salah tingkah.

Rianti tertawa kecil sambil berjalan masuk ke dalam GOR. Pagi itu GOR cukup ramai, seluruh lapangan dipakai orang yang bermain bulu tangkis. Di lapangan paling ujung, Ryoma sudah duduk di pinggir lapangan sambil menenggak air mineral dari botol.

"Udah lama, Yom?" Dani menjabat tangan Ryoma.

"Gak, baru sampai juga, gue."

"Eh, Yom, si Rianti udah gak sabar pengen main nih. Gue sama Rianti duluan boleh? Abis itu lo lawan Sasi deh."

Mata Sasi nyaris copot dari lubangnya. Apa-apaan ini Mas Dani, dan kenapa juga sekarang Sasi jadi gampang salah tingkah kalau ada Ryoma? Padahal baru juga bertemu semalam. Sasi berani sumpah, ia melihat Rianti cekikikan tanpa suara di balik punggung Mas Dani.

"Hah? Ya udah deh, teserah yang bayar aja. Gue tunggu di sini, ya," kata Ryoma datar.

"Makasih ya, Yom. You're the best!" Rianti mengambil raketnya dan berlari ke lapangan sambil tertawa.

Sasi kembali menarik nafas dalam-dalam. Biasa saja, Sasi. Ini orang cuma manusia. Bukan artis Korea. Nggak usah deg-degan sampai segitunya.

"Hai, Sas," sapa Ryoma sambil lalu. Pagi ini ia kembali menjadi datar, seperti biasanya kalau ia bertemu Sasi.

"Hai."

Pagi itu Ryoma mengenakan kaos hitam dan celana pendek hijau. Di dalamnya Ryoma mengenakan celana seperti legging agar lututnya tertutup. Sasi baru akan meletakkan tasnya di samping tas Ryoma saat ia melihat ada angka 23 terbordir di samping celana hijau yang ia pakai.

Yang membawanya lagi ke beberapa tahun yang lalu, saat berlari enam keliling di lapangan sepakbola. Seorang cowok yang menyemagatinya untuk terus berlari walaupun Sasi sudah seperti ikan kekurangan oksigen. Cowok tinggi yang lumayan ganteng, yang wajahnya mengingatkannya akan tokoh protagonis kartun Jepang.

Masa dia, sih?

"Oi, kenapa bengong, dah? Duduk, kali."

Suara Ryoma membuyarkan lamunannya. Sasi meletakkan tasnya di samping Tas Ryoma dan duduk, mengamati Rianti dan Dani yang ternyata gesit juga dalam bermain bulutangkis. Sasi melipat tangannya. Ia penasaran, tapi bingung mau bertanya dari mana. Ryoma pun tidak berusaha untuk mencairkan suasana. Yah, memang normalnya dia seperti itu, kan, pikir Sasi.

"Cassandra."

Sasi menoleh. Ryoma baru saja memanggilnya dengan nama lengkapnya.

"Kok kamu tahu nama lengkapku, sih?"

"Ngetes aja."

"Ngapain ngetes?"

"Itu kamu, kan? Yang dulu lari di lapangan bola kayak orang mau mati?"

Bengongnya Sasi mengkonfirmasi hipotesis Ryoma.

Itu benar, dia. The Jakarta Guy of Her Dream. Orang yang bertahun-tahun yang lalu Sasi cari tapi tidak ketemu, dan sekarang orangnya duduk di sampingnya.

"Aha. Bener, kan?"

"Itu kamu? Yang bilang semangat itu? Itu celana training dari zaman dulu itu?" tanya Sasi sambil menunjuk celana Ryoma. Ia hanya nyengir lebar.

"Ngapain sih dulu sok-sok nyemangatin segala? Iseng amat," Sasi membenamkan setengah wajahnya di balik lututnya.

"Ya namanya juga anak muda lihat cewek cantik..." Ryoma tertawa terbahak-bahak.

"Man, that's so cringey..." Sasi berhasil menutupi rasa malunya. Ini orang mau main-main? Ayo gue ladenin.

"Kamu kok masih inget kejadian itu sih?"

Sasi mengangkat alisnya, menantang Ryoma. "Kira-kira kalau menurut kamu, kenapa? Kamu sendiri kok tahu kalau itu aku?"

Ryoma tersenyum. "Semoga alasannya sama dengan kenapa aku bisa tahu kalau itu kamu."

Bibir Sasi terangkat sebelah. Jadi, sampai kapan kita mau main kode-kodean, Ryoma?

"Jadi?"

"Jadi apa?"

"Kamu maunya apa?" Sasi menatap Ryoma tajam.

"Inget yang aku bilang semalam, nggak?"

"Yang mana?"

"Uhm... Bagian di mana aku bilang kamu perlu orang yang ngajarin kamu."

"Oh, ya. Ikut grup liqo. Temenan sama Rianti. Cari suami yang soleh. Terus?"

Ryoma menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Entah kenapa, kali ini dia yang salah tingkah. Ia mengeluarkan ponselnya dari tasnya dan menyerahkannya ke Sasi.

"Apaan ini? Kamu minta nomer HP-ku?"

"Itu," Ryoma tersenyum lebar. "Dan nomer telepon bapakmu."

Sasi tertawa kecil. Ryoma yang biasanya to the point kali ini bicara dengan kalimat bersayap. Semuanya begitu samar-samar.

"Ngapain kamu minta nomor HP bapakku?"

"Mau minta anaknya."

"Ngapain minta anaknya?"

"Soalnya aku suka. Hahaha."

"Emangnya makanan?"

"Anaknya mau nggak?"

"Mau ngapain?"

"Jadi istriku, lah."

Sasi hanya tertawa sambil menyerahkan ponsel Ryoma kembali kepadanya. "Gak usah kujawab, ya. Ngerti, kan, maksudku?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro