Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Teori 01

Komitmen berarti komunikasi. Komitmen berarti mementingkan satu sama lain di atas ego kita sendiri.

(Fiersa Besari)

🕊

Lelaki itu memijat pelan pelipisnya. Malam makin larut dan ia masih tidak mampu memejamkan mata. Di depannya, berserak jawaban dari kuis yang dikumpulkan mahasiswa dari jurusannya. Ia sama sekali tidak berminat memeriksa jawaban di kertas-kertas itu saat ini.

Secangkir kopi di sisinya sudah tandas, sedangkan secangkir lagi masih tersisa sedikit. Detak jarum jam mendominasi isi ruangan di tengah sunyinya malam. Fikri, masih dengan kebimbangan yang tak kurang dari siang tadi.

Dilihat jam berdiri dari kayu jati di pojok ruangan. Sudah pukul 02.45 WIB. Dibukanya lagi kolom chat dari Afra. Bertemu ayah dari gadis yang disayanginya belum terlintas di benak Fikri. Memang, selama dua bulan terakhir gadis ayu itu sering kali mengatakan hal yang sama. Mengajak serius.

Ia tidak masalah dengan hal tersebut. Dari segi finansial, lelaki jangkung itu sudah lebih dari mampu untuk menanggung hidup orang lain. Menjadi dosen muda di fakultas teknik serta mengelola kafe di umurnya yang menginjak 27 tahun sudah cukup membuat isi rekeningnya melonjak naik. Namun, satu hal yang tidak diyakininya.

Apakah kedua orang tua Afra mengizinkan? Mereka berdua cukup disegani sebab merupakan tetua desa dan cukup mumpuni dalam urusan agama. Untuk alasan ini, Fikri sedikit merasa bersalah terhadap Afra sebab sudah menarik ulur kepastian. Setiap wanita butuh kepastian, Fikri paham itu.

Masalahnya, terlalu banyak alasan yang bisa menyebabkannya ditolak. Pertama, soal keluarganya. Kedua, Fikri bahkan tidak pernah bertemu langsung dengan ayah Afra. Ketiga, kepada ayahnya sendiri pun ia tidak pernah memperkenalkan Afra. Keempat, soal keyakinannya saat ini ... bahkan rasanya tak ada alasan untuk keluarga Afra menerimanya.

Afra
Mas, Mas baca chat Afra, tapi kenapa nggak dibalas?
14.20 ✔✔

Afra

Tadi siang Mas nggak lupa makan, kan? Maaf ya, tadi ndak bisa temenin.
16.15 ✔✔

Afra

Mas, kalau ada waktu, bilang Afra, ya. Biar Afra telepon. Kayaknya lebih efektif kalau ngomong langsung.
17.56 ✔✔

Afra
Kalau chat Afra agak ganggu juga bilang, ya. Mungkin Mas lagi sibuk banget sampai ndak sempat balas chat Afra.
17.58 ✔✔

Afra

Mas, kalau besok Mas ndak bisa dateng, Afra bisa bilangin Bapak, kok. Diganti hari Rabu, soalnya Mas ndak ngajar. Besok jadwal Mas ngajar sampai sore, kan?
19.06 ✔✔

Afra

Mas ini loh, setidaknya matiin tanda baca kalau cuma mau baca tapi ndak bales pesan Afra. Afra ndak suka centang biru tanpa balasan, loh. Dikira pesan Afra ini novel? Dibaca dan dihayati doang, dibales enggak.
20.33 ✔✔

Afra

Kata Bapak, dia mau bicara sama Mas Fikri. Afra juga ingat kalau Mas belum pernah ketemu sama Bapak, kan? Sekali ini aja, untuk pertama kali, apa nggak bisa diusahakan?
20.40 ✔✔

Pesan beruntun dari Afra sejak sore tadi memang belum menggerakkan hatinya untuk membalas. Syukurlah Afra tidak berinisiatif untuk menelepon Fikri. Lelaki itu memang tidak senang menerima telepon dan lebih memilih untuk membalas pesan walaupun singkat. Kali ini, ia belum berani menghadapi banyak kemungkinan. Kemungkinan ditolak, dipandang sebelah mata, bahkan kemungkinan untuk ditinggalkan.

Ia bukannya tidak paham kalau seorang ayah jika ingin berbicara pada lelaki yang disukai putrinya, berarti mereka akan membicarakan hal serius. Tentang akan dibawa ke mana hubungan mereka. Tentang masa depan, tentang ikatan. Tentang sesuatu, yang sampai saat ini tidak yakin dijalaninya, pernikahan.

Fikri mengusap wajah. Beberapa detik kemudian ditenggaknya kopi yang hampir hanya menyisakan ampas, dingin pula. Kerongkongan yang terasa kerontang sebab tidak dialiri air mineral sejak lima jam yang lalu kini malah terasa seret sebab disuguhkan ampas kopi.

Diliriknya lagi lembaran kuis mahasiswa yang berserak di hadapannya. Masih ada lima unit yang harus diperiksa dan diberi nilai. Enam unit sisanya telah selesai, diletakkan terpisah. Sesekali Fikri melirik jam, menimbang-nimbang untuk merebahkan diri dan menjemput mimpi.

Matanya lelah, tetapi ia tidak berminat menutup mata yang ketika dibuka tahu-tahu sudah pagi. Atensinya sesekali melirik layar gawai yang hidup mati, menandakan masuknya notifikasi. Pesan dari Afra. Lelaki itu mengusap wajah, menarik napas panjang sebelum membuka kolom chat.

Afra

Mas? Udah tidur? Eh, maaf, deh, Mas Fikri kurang suka pertanyaan basa-basi, ya? Hehe. Afra tau Mas belum tidur, karena Mas online. Lagi meriksa tugas mahasiswa, ya? Atau insomnia lagi?
02.53 ✔✔

Afra

Maaf ya, kalau Afra kesannya kayak maksain Mas Fikri ketemu Bapak. Mas Fikri terganggu, ya, makanya nggak bales chat Afra?
02.54 ✔✔

Fikri A.A
Udah selesai tahajud?
03.02 ✔✔

Setelah beberapa pesan, baru kali ini Fikri berinisiatif untuk membalas. Di waktu-waktu ini memang Afra terbiasa melakukan salat malam. Saat Fikri baru hendak menyapa kasur, gadis itu bangkit dari sana dan bersujud pada Tuhannya.

Tak perlu waktu lama, hanya sepersekian detik, Afra membalas pesan Fikri.

Afra
Akhirnya balas juga. Mati suri berapa jam, Mas?
03.03 ✔✔

Fikri menghela napas. Dapat dibayangkan oleh kepalanya saat ujaran satire itu keluar dari sosok Afra. Sudah pasti, gadis yang di seberang sedang mengelap air mata itu sedang kesal.

Afra

Boleh Afra telepon?
03.05 ✔✔

Fikri menimbang-nimbang. Sudah pasti gadis itu menunggu lama agar ia membalas pesannya. Meski begitu, ia tidak pernah suka ditelepon oleh siapa pun. Ia tidak mahir berbicara, situasi akan menjadi canggung, dan lelaki jangkung dengan rambut tipis di dagu itu tidak suka basa-basi.

Fikri A. A
Afra mau bilang apa di telepon?
03.06 ✔✔

Afra
Nggak ada. Diem aja Afra mah, cuma pengen denger suara Mas Fikri.
03.07 ✔✔

Fikri A. A
Kamu kan tau, saya nggak akan memulai obrolan di telepon.
03.07 ✔✔

Afra
Kalau gitu, boleh nggak, Mas ngasih Afra kepastian? Kali ini, aja. Datang ketemu Bapak. Afra janji, Bapak nggak akan nanya macam-macam. Dia cuma mau kenal Mas Fikri aja.
03.10 ✔✔

Fikri mendesis. Tidak bisakah Afra membahas hal lain? Tidakkah gadis itu sadar bahwa ia sejak tadi menghindari topik yang sama seperti yang ditanyakan saat ini? Sedetik kemudian, Fikri menggerutu dalam hati. Yang tidak peka itu dirinya atau Afra?

Tiga tahun ini, Afra begitu sabar. Di sela waktunya yang padat mengurus apotiknya, gadis itu selalu ikut jika diajak jalan. Meski hanya sekadar mendengarkan keluh kesahnya tentang masalah keluarga. Walau hanya mendengarkan komentar sarkas tentang perbedaan. Dengan senyum manisnya, selalu membuat hari Fikri menjadi lebih baik.

Fikri A. A
Besok sore, saya usahakan setelah ngajar.
03.15 ✔✔

Jika harus, maka Fikri akan maju. Entahlah apa yang akan terjadi ke depan, ia merasa sudah cukup bersikap egois. Memang Afra tidak pernah mengajak kekasihnya itu untuk berjumpa sang ayah secara terang-terangan. Namun, dari pesan yang dikirim berulang-ulang, Fikri tahu bahwa mungkin, kini Afra juga didesak oleh keadaan.

Afra
Beneran, ya? Afra tungguin.
03.15 ✔✔

Fikri A. A
Iya. Kalau sudah selesai salat, lekas tidur. Subuh masih beberapa jam lagi.
03.16 ✔✔

Afra
Mas juga.
03.16 ✔✔

Baiklah, mungkin memang sudah saatnya ia berhadapan dengan situasi ini. Jantungnya tiba-tiba berdetak tidak normal. Entah karena efek kafein yang ditelan atau perasaan takut yang tiba-tiba datang. Ah, mungkin perpeduan keduanya.

Dikumpulkannya kertas yang berserak, ditumpuk menjadi satu. Ia tidak lagi fokus dengan jawaban-jawaban ngawur dari mahasiswa yang tidak belajar. Ia memang senang memberi kuis dadakan, menguji siapa yang benar-benar paham dan sebaliknya. Fikri termasuk ke dalam kategori dosen yang tidak dicintai oleh mahasiswanya. Tetap saja, lelaki itu tidak peduli.

Saya harap, kita memang bener-bener cuma ngomongin hal ringan, Afra. Semoga bapakmu memang cuma pengen ketemu aja, nggak lebih, batin Fikri sebelum bangkit dan meninggalkan ruang tamu Mbak Elea menuju kamarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro