Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 3

Laki-laki munafik hanya menikmati tarian itu dari celah gedek rumahnya. Itu pun ia lakukan jika bini dan anaknya tidak ada di rumah. Laki-laki munafik itu menikmati sambil mengelus-elus kontolnya. Jika sudah berahi membuncah, segera ia mencari bininya. Menyeretnya masuk ke dalam bilik meruda paksa bininya sampai ia melolong panjang, tanda nikmat sudah muncrat.

Laki-laki yang saleh, akan menutup rumah dan menghindari tarian erotis Markenes di perempatan kampung itu. Mereka lebih baik berzikir kepada Allah daripada ikut dalam hiruk ramainya porno aksi itu. Mendengar sayup-sayup kemesuman dan kecabulan itu mereka menutupinya dengan suara mereka sediri. Suara pujian kepada keangungan Allah. Bertakbir, lalu beristighfar melihat kegilaan duniawian.

Markenes dalam pasungan. Dulu sebelum dipasung ia sering keluar rumah tanpa busana. Di perempatan jalan desa, dekat sebuah tugu bambu runcing ia selalu menari bugil. Tariannya sangat gemulai aduhai.

Sementara para bajingan tengik, penggila kemolekan Markenes menikmati dengan takzim setiap gerakan, goyangan, dan liuk-liuk gemulainya tarian erotis manusia tidak waras itu. Mereka menyediakan musik dangdut koplo untuk menyemangati dan menyelaraskan gerakan cabul Markenes dengan musik dinamis itu.

Puncak dari erotika itu ketika suara gendang makin kencang dan "Joss..Joss!." Seiring suara itu maka goyangan pinggul Markenes meliuk-liuk, lalu dipuncaki oleh hentakan bokong Markenes ke depan sambil tangannya membeliakkan kelaminnya. Penonton yang biasanya mengelilingi merekapun serempak muncrat berjamaah. "Ah! Ah!"

Mereka semua terkulai dan tersungkur mencium ibu pertiwi. Mereka menyerah tanpa syarat oleh kemolekan Markenes. Erotisme mistis yang meluluhlantakkan kejantanan mereka. Yang masih mampu bangkit dan memainkan kelaminnya mereka akan bangkit lagi. Karena Markenes tetap menari sampai di ujung fajar. Yang menyerah maka susah payah meninggalkan gelanggang dengan lutut gemetar, sambil tangannya memegangi selangkangan yang basah kuyup.

Sayang, Markenes kini terpasung. Kebebasannya dikebiri oleh dogma, norma, dan etika yang diwakili oleh rantai besi yang mengikat pergelangan kaki dan tangannya. Desa Sindang Sari kini selalu sunyi jika malam membekap. Hanya derik serangga disemak-semak dan lolong ajing yang sedang berjimak di tengah sawah yang mengisi dimensi ruang yang kosong itu.

Malam itu anak - anak muda progresif berkumpul di sebuah teras rumah yang terang benderang oleh lampu di setiap sudut rumah dan tamannya. Rumah Juragan hasil bumi, Suharno. Anak Suharno baru saja meluluskan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer di Yogyakarya. Kuntarto nama pemuda progresif itu. Ada empat anak muda lain yakni; Lukito, Bambang, Pambudi, dan Ishom. Mereka sepertinya sedang mendiskusikan sesuatu.

"Kawan-kawan. Semenjak Markenes dipasung desa kita ini sunyi," ucap Kuntarto

"Yap betul, Kun. Seperti kampung mati saja," ujar Lukito.

"Ada usul?"

"Kita lepaskan saja pasungannya Markenes. Bagaimana?"

"Usul yang baik, dan kita bisa monetize, capitalisasi, menguangkan!"

"Maksudmu, Kun?" tanya Ishom.

"Kalau dulu-dulu Markenes menari erotis, kita hanya menikmatinya saja. Nanti kita bisa membuat pertunjukan yang mendatangkan uang! Aku akan membuat blog berbahasa inggris untuk mempromosikan itu. Judulnya "Tarian Dari Surga."

"Ide cemerlang. Itu akan menjadikan kampung kita objek wisata. Mereka datang pasti membawa uang. Dan kampung kita akan kebanjiran uang," kata Pambudi.

"Itu maksudku kawan!"

"Bagaimana cara kita nanti menghadapi kaum moralis?" tanya Bambang.

"Mereka akan tersingkir dengan sendirinya kalau kampung kita ini sejahtera. Pasti mereka persetan dengan moral, dogma, dan etika. Perut dan bawah perut bisa meruntuhkan keangkuhannya kawan!"

"Cerdas kau, kawan!"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro