Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hwaiting, Soonyoung-ah!

Kwon Soonyoung

Aku mengacak rambut dengan frustasi. Huruf katakana, hiragana, kanji. Semua berputar dalam kepalaku. Rasanya hidupku juga ikut berputar. Mengapa belajar bahasa Jepang sesusah ini?

"Soonyoung hyung, makan dulu!" teriak Chan dari arah ruang tengah.

Kepalaku yang sudah tergeletak di atas meja, seketika terangkat begitu mendengar kata makan. Ya benar, aku harus makan karena sudah menghabiskan tenaga untuk belajar. Aku menumpuk buku-buku dan kertas berisi coretan tulisan cakar ayam menjadi satu. Setelahnya, aku bergegas menuju ruang tengah dimana nasi goreng kimchi dan ayam goreng pesanan kami sudah didistribusikan.

Suasana ruang tengah sangat ramai. Junseo hyung membagikan kotak makan pada masing-masing member. Pernah lihat pembagian makanan di posko bencana alam? Keadaan saat ini lebih parah. Lebih terlihat seperti pembagian ransum untuk para narapidana.

Lihat saja, Mingyu dan Seungkwan sedang saling berebut kotak makan. Katanya, ayam milik Seungkwan lebih banyak. Disisi lain, Vernon tampak sibuk memindahkan kacang merah dari makanannya ke piring Seokmin. Jeonghan diam-diam mencuri dua potong ayam dari kotak makan milik Seungcheol.

Aku hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan bar-bar member Seventeen dalam hal makan. Aku menghampiri Junseo hyung untuk mengambil nasi goreng jatahku. Melihat para member makan seperti orang kelaparan, membuatku sedikit kenyang. Aku mengangkat kotak berisi ayam gorengku ke atas.

"Yang mau ayam goreng, ambil aja ya!" Benar saja, para member langsung merebut kotak makan dari tanganku. Mereka berkumpul di tengah ruangan untuk membagi jatah sama rata.

"Makasih hyung," kataku pada Junseo hyung. "Aku makan sambil belajar ya. Disini terlalu berisik."

"Kenapa kau belajar bahasa Jepang begitu keras akhir-akhir ini?" tanya Junseo hyung.

Aku meringis. "Jaga-jaga saja, hyung."

"Kau mau kuajari?" tawar manajerku itu lagi.

Aku berpikir sejenak. Kemudian aku menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Terima kasih hyung, tapi pekerjaanmu sebagai manajer Seventeen saja sudah cukup berat. Aku tidak ingin merepotkanmu."

Junseo menganggukkan kepalanya. "Kita bisa menggunakan bahasa Jepang dalam percakapan sehari-hari. Hal itu lebih cepat untuk menguasai bahasa asing," katanya memberi saran. "Atau cara lebih cepat lagi, carilah pacar orang Jepang. Dijamin kau akan lebih mudah menguasai bahasa itu."

Telingaku memerah mendengar sarannya. Aku hanya dapat menunjukkan senyuman bodohku. Yah, aku pun belajar bahasa Jepang mati-matian juga agar bisa bicara dengan Midori lebih lancar.

"Kalau begitu, aku pilih opsi pertama, hyung," jawabku mantap.

---

Tanaka Midori

Jam makan siang sudah lama lewat, namun suasana di restoran tidak kunjung surut. Aku mengelap peluh dengan punggung tangan. Kuletakkan nampan di atas meja dapur. Paman dan ayah masih sibuk meracik udon pesanan pelanggan. Setidaknya aku masih punya waktu sekitar lima menit untuk bersantai sebelum kembali mengantarkan makanan.

Takuo, adik pertamaku, masuk ke dapur masih dengan tas ransel di punggungnya. Ibu yang melihatnya langsung memarahi Takuo. Cowok itu memang bebal, padahal sudah berkali-kali kami ingatkan untuk tidak membawa 'barang-barang kotor' ke dalam sini.

"Takuo-kun, cepat ganti baju dan bantu kami," ucapku menengahi pertengkaran kecil antara Ibu dan Takuo. "Aku tunggu sepuluh menit."

Takuo cemberut. Walaupun begitu, ia menurut dengan kembali berjalan keluar membawa ranselnya. Rumah kami berada tepat di belakang restoran ini, tidak membutuhkan waktu lebih dari tiga menit meskipun harus berjalan sedikit memutar. Seharusnya Takuo bisa cepat kembali untuk membantu meringankan pekerjaanku.

Benar saja tak lama kemudian, Takuo sudah kembali. Ia kini mengenakan seragam pelayan, sama seperti yang saat ini aku pakai. Aku tersenyum menyambut kedatangannya. Begitu dia masuk ke dapur, aku langsung mengalungkan celemek yang aku kenakan pada lehernya.

"Bantu gantikan aku dulu ya," ucapku sambil meringis. Aku meraih ponsel dari atas meja dan berjalan berlalu keluar dapur.

"One-chan, kenapa kau meninggalkanku bekerja sendiri?" protes Takuo. "Libur musim semi baru saja dimulai. Aku tidak mau bekerja."

Aku kembali berdiri di sisi Takuo. Walaupun usia kami terpaut sepuluh tahun, dia sudah lebih tinggi dariku. Aku menepuk bahunya dua kali sambil memberikan senyum termanis.

"Kau tidak kasihan padaku? Aku hanya ingin beristirahat paling tidak dua jam saja," ucapku berusaha mempengaruhinya. "Yah, kau tidak bekerja tanpa imbalan, kan? Semangat Takuo-kun!"

Tanpa mempedulikan panggilan Takuo, aku segera melesat pergi. Haha. Maafkan kakakmu ini, tapi aku sedang benar-benar ingin istirahat dari kegiatan rutin yang melelahkan.

Aku berjalan memutari restoran melalui sebuah gang kecil. Tak lama kemudian aku sudah sampai di rumah. Tujuanku saat ini hanyalah kamar. Aku rindu dengan kasurku!

---

Kwon Soonyoung

Jam di atas meja belajar sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Aku menutup buku pelajaran Bahasa Jepang yang akhir-akhir ini sudah menjadi teman hidupku. Aku menoleh ke arah kasur. Hansol, teman sekamarku, sudah terlelap masih dengan earphone menyumpal kedua telinganya. Sepertinya aku juga harus segera tidur. Besok aku punya jadwal syuting suatu acara.

Aku melangkahkan kaki keluar kamar. Benar, suasana dorm sudah sepi. Sebagian besar lampu sudah dimatikan. Tanpa menimbulkan banyak suara aku berlalu menuju kamar mandi dan menyikat gigi serta mencuci muka. 

Setelah seluruh persiapan tidurku selesai, aku mematikan lampu kamar dan melemparkan diri ke atas kasur. Tangan kananku menggapai-gapai nakas samping tempat tidur. Ketemu! Aku meraih benda tipis berbentuk persegi panjang yang hampir tiga jam ini tidak kusentuh sama sekali. Eh, atau mungkin lima jam ya? Atau lebih? Ah, sudahlah. Yang jelas sejak selesai makan siang aku tidak bermain ponsel sekalipun. Hebat kan?

Senyumku merekah begitu melihat satu notifikasi pesan muncul disana. Dari Midori. Aku membalas pesan itu dengan perasaan yang berbunga-bunga.

Sebenarnya sejak konser terakhir kami di Osaka tiga minggu lalu berakhir, aku dan Midori saling bertukar pesan satu sama lain. Aku mendapatkan nomor gadis itu dari Mingyu dan menghubunginya duluan. Selama satu hari penuh aku tunggu balasan dari Midori, namun tak kunjung datang juga. Keesokannya, Midori membalas. Ia mengatakan bahwa awalnya ia memang mengabaikan pesan dariku karena berasal dari akun tak dikenal. Namun, Hyesung memberitahu dirinya bahwa akun yang menghubunginya itu adalah diriku dan dia mencoba membalas.

Yah, salahku juga sih. Coba mendekati wanita tapi tidak dengan cara jantan, seperti meminta nomornya tidak secara langsung. Ugh, pantas saja aku disebut sebagai member Seventeen yang payah dalam hal begini. Bahkan Jun saja lebih jago dariku, meskipun dia sangat polos dalam melakukan pendekatan terhadap wanita.

Tidak sampai situ saja. Pada awalnya Midori memang rutin membalas pesan dariku. Namun lama-kelamaan pesannya datang dalam jeda waktu yang lama, bisa hingga lima sampai enam jam. 

Aku baru tahu alasannya ketika Hyesung meneleponku. Ternyata pesan dariku mengganggu gadis itu. Sedih sih mendengarnya. Namun Hyesung memberiku semangat dan saran. Aku menuruti perkataannya untuk mengurangi intensitas chat. Yah, lagipula aku tidak ingin membebaninya. Benar saja, setelah itu balasan yang datang dari Midori terasa lebih ramah dan hangat.

Ting!

"Kau belum tidur? Kupikir besok kau ada jadwal."

Aku memekik tertahan membaca balasan Midori yang datang tak lama kemudian. Aku melirik Hansol. Tidak ada pergerakan. Takut mengganggu, aku hanya bisa teriak tanpa suara sambil berguling di atas kasur. 

Midori mengingat jadwalku! Kebahagiaan memang bisa datang dari hal-hal kecil. Contohnya seperti yang saat ini aku rasakan. Gadis yang sedang aku dekati mengingat jadwal kerjaku!

"Ya, aku besok harus bangun pagi sekali untuk syuting. Kau sendiri belum tidur?" aku mengetik balasan. Berkali-kali aku membacanya ulang sebelum menekan tanda kirim. Memastikan bahwa tidak ada salah penulisan.

Ting!

"Kalau begitu tidurlah. Selamat malam! :)"

Napasku terhenti. Walaupun pertanyaanku tidak dibalas olehnya, aku mendapatkan ucapan selamat malam dari Midori! Perlu digarisbawahi, dia menggunakan emoticon senyum! Ya, perkembangan yang bagus, Kwon Soonyoung.

Aku mengucapkan salam perpisahan dengan emoticon serupa pada Midori. Sebenarnya aku ingin mengirim gambar flying kiss, tapi sepertinya ini belum saat yang tepat. Bisa-bisa Midori langsung kabur dan tidak membalas pesanku lagi.

Pesanku dibaca, namun tidak ada balasan. Aku akhirnya meletakkan ponsel kembali di atas meja. Aku berguling, mencari posisi ternyaman untuk tidur. Sepertinya malam ini aku akan tidur dengan nyenyak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro