Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 23: Mengajak Ta'aruf

Bismillah ....
Nggak bosan-bosannya saya ingin mengingatkan ke kalian ... Sebelum lanjut baca bab ini. Yuk, di-follow dulu akun wattpad saya yudiiipratama di sana saya lagi update cerita terbaru judulnya
"SINGLE-LILLAH"
Masih hangat, sila kalian baca setelah baca bagian ini ya. Ceritanya ditambahkan ke reading list antum sekalian.
Syukron🌝🙏🏻.




[Cerita ini dilindungi undang-undang akhirat. Jika melakukan plagiat, akan dicatat oleh malaikat]
☔️☔️☔️

"Cinta karena Allah dan untuk Allah. Ibadah kepada Allah dibangun atas dasar cinta, mencintai hakikatnya ibadah. Jika beribadah tanpa cinta maka ibadah hanyalah berupa kulit tanpa ruh di dalamnya."
☔️☔️☔️

Sudah lima hari aku tidak masuk kantor oleh karena perasaanku yang belum juga bisa berdamai dengan kejadian waktu itu. Aku tidak lagi bisa menghubungi Yudis karena mungkin ia sudah memblokir nomor teleponku. Gara-gara kejadian yang belum sempat aku jelaskan, persahabatan dan persaudaraanku dengannya terputus begitu saja.

Aku tak lagi memikirkan masalah kerjaan, pasti di kantor sedang menumpuknya berkas yang harus aku selesaikan. Lagian Pak Dadang tidak pernah lagi meneleponku semenjak aku di-skorsing selama seminggu olehnya.

Kamar kosku saat ini begitu sepi, biasanya Yudis akan berbaring di tempat tidur jika ia merasa bosan menungguku selesai menyetrika pakaian kantor. Harapanku berada di Kota Bandung sirna seketika. Sahabatku hilang tanpa jejak, aku tidak habis pikir. Apa aku begitu menyakitinya sampai ia rela meninggalkan aku sendirian di tanah rantau? Yudis butuh penjelasan. Sama, aku pun butuh menjelaskan. Tapi kenapa Yudis harus menghilang?

Tak hanya itu saja, sejak kejadian menjijikkan itu, Jihan merespon biasa chat-chat-ku di WhatsApp, ia seperti menjaga jarak. Padalah aku belum pernah cerita padanya. Tapi kalau ia sudah bertemu dengan Yudis atau Sani? Ah, aku kebingungan sekarang harus bagaimana menanggapi masalahku sendiri.

Kemarin aku coba menelepon Jihan untuk menanyakan kabar, alhamdulilah diangkat. Ia bilang semua baik-baik saja. Aku ingin menceritakan pada Jihan tentang masalah yang tengah membelenggu antara aku, Sani, dan Yudis. Tapi kuurungkan niat itu. Aku takut, ia pasti akan marah besar.

Entah kenapa secara tiba-tiba, Jihan disibukkan dengan pekerjaannya yang katanya tidak bisa lagi mengambil waktu kosong di jam kerjanya. Berapa kali ajakanku untuk bertemu dengannya ditolak begitu saja.

Jika kalian menanyakan bagaimana dengan Sani, itu bukan urusanku! Aku sudah memblokir kontaknya dari jauh hari. Ini semua karena perempuan nasrani itu. Semua hubungan yang awalnya baik-baik saja kini hancur berantakan.

Sejatinya, hari ini, aku sudah memikirkan matang-matang bahwa aku harus segera menyelesaikan kisah asmaraku dengan Jihan. Aku tidak ingin fitnah semakn tersebar antara aku dengan Jihan, atau pun antara aku dengan si Sani.

Hari ini, kubulatkan tekatku untuk menemui Jihan secara langsung setelah menimbang perkataan Umi untuk segera mengajak perempuan yang aku sematkan dalam doa untuk ta'aruf agar tidak mengundang syaiton dan perkara-perkara lainnya masuk.

Aku mengikuti saran Umi tanpa sepengetahuan Abi. Insya Allah, ketika semua sudah jelas, aku akan pulang untuk menemui Abi dan membawa kabar gembira dengannya. Oleh karena itu, hari ini aku harus bertemu dengan Jihan. Bagaimana pun caranya.

Di luar cuaca sedang mendung, semusim sudah hujan selalu membasahi Bumi Pasundan. Pagi tadi hujan, sekarang berhenti. Habis ini, pasti akan turun hujan lagi.

Tapi hadirnya hujan di setiap simpang jalan menuju kebaikan pasti akan Allah restui. Hujan tidak akan menghalangi langkahku untuk segera mengajak Jihan kepada kebaikan.

Sudah dua kali aku menelepon Jihan, tapi ia belum juga mengangkatnya. Sontak ia mengirimiku sebuah pesan di WhatsApp,

Jihan:

Afwan. Ada apa?

Chat saja kalau ada sesuatu yang penting.

Dengan cepat aku membalas chat darinya.

Me:

Bismillah, Jihan.

Aku ingin bertemu denganmu hari ini, ada yang ingin aku sampaikan. Dan ini penting.

[Jihan is typing ....]

Me:

Aku harap, kamu bisa meluangkan waktu. Karena ini menyangkut aku dan kamu kedepannya. Insya Allah, aku tidak akan membuang waktu kamu.

Jihan:

Na'am.

Pukul 16:00 kita bertemu di taman depan Observatorium Bosscha.

Jangan lupa, salat azar dulu.

Me:

Toyyib. Syukran waajazakillah khair, Jihan.

Lihat? Bagaimana jawaban chat-nya ke aku yang sangat singkat. Setelah membaca secara jeli. Jihan memenuhi permintaanku untuk bertemu, dan ia menentukan waktu dan tempatnya.

Aku hampir terperanjat, waktu dan tempatnya sama dengan perkara yang terjadi kala itu. Di Observatorium Bosscha, sore hari. Kenapa harus di sana? Apa Jihan sudah mengetahui semuanya?

Aku menarik napas panjang, lalu kuembuskan dengan mengucap bismillah setelahnya. Semua kuserahkan pada Allah atas apa yang akan terjadi nanti.

Waktu telah menunjukkan pukul satu siang, beberapa jam lagi aku harus bergegas. Namun sebelum itu, aku ingin meminta restu kembali pada Umi sebelum bertemu dengan Jihan untuk mengajaknya ta'aruf.

Tak cukup lama menunggu Umi, ia mengangkat panggilan teleponku dengan cepat.

"Assalamualaikum, Umi," sapaku saat panggilanku sudah tersambung dengan beliau.

"Waalaikumsalam, Nak. Tumben siang-siang nelepon? Lagi jam istirahat kerja, ya?" tanya Umi langsung.

Umi tidak tahu sudah lima hari aku tidak masuk kantor. Kupikir ia tidak harus mengetahuinya, biarkan ini menjadi urusanku. Dua masalah yang tak kucetiakan, insya Allah aku bisa menanganinya sendiri.

"Iya, Umi. Hari ini lagi nggak ke kantor. Alan mau bertemu dengan Jihan, Umi." Aku mengalihkan langsung ke inti dari tujuanku menelepon Umi agar ia tidak mempertanyakan mengapa aku tidak ke kantor.

"Wah. Hari ini juga?" Umi sepertinya semringah di sana.

Aku tersenyum. "Iya, Umi. Doakan Alan ya, Miii. Mohon jangan tanya Abi dulu. Insya Allah, ini suprise untuk Abi. He he," pintaku.

"Insya Allah Umi selalu doakan Alan dari sini. Titip salam ke calon menantu Umi, ya, Nak. He he. Segerakan ta'aruf-nya biar Allah segera sempurnakan ibadah kalian berdua; nikah atas restu orang tua dan Alla ta'ala."

"Na'am, Umi. Syukran. Insya Allah, jika Jihan jodoh Alan, semua akan disegerakan sama Allah. Sekarang, Alan hanya butuh doa dan restu dari Umi. Semoga Jihan menerima permintaan Alan untuk ta'aruf, ya, Umi."

"Amin Allahumma amin. Insya Allah, Nak. Allah bersama Alan, dan doa Alan akan segera di-ijabah oleh-Nya."

Hati ini aku sungguh merekah bahagia. Doa restu dari Umi insya Allah akan membawaku pada keputusan Jihan yang akan ta'aruf denganku. Kami sama-sama saling menyimpan perasaan, saling mendoakan dalam diam. Dan sekarang sudah waktunya untuk berjalan di jalan kebenaran. Menyegerakan perintah Rasulullah, dan memenuhi ibadah Allah yang paling mulia; menikah sesuai anjuran islam.

Semoga ini semua atas landasan cinta karena Allah dan untuk Allah. Nikah adalah ibadah kepada Allah yang dibangun atas dasar cinta. Sebab mencintai hakikatnya ibadah. Jika beribadah tanpa cinta, maka ibadah itu hanyalah berupa kulit tanpa ruh di dalamnya."


Komentar bab ini gimana? Mau langsung lanjut lagi???
Di-vote dan like dulu, yaaa.

Find me here:

IG: yudiiipratama
Wattpad: yudiiipratama

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro