Another World #1
Sejak umur berapa kau tahu bahwa ada dunia lain selain dunia yang kau tinggali saat ini?
Aku, di usia yang baru menginjak delapan belas, baru mengetahui ada dunia yang bernama 'Bumi'. Di sanalah tempat makhluk bernama 'manusia' tinggal. Mereka sedikit banyak miripnya dengan kami—peri. Namun, mereka tidak memiliki sayap, telinga runcing, apalagi sihir.
Dunia bernama Bumi ini tidak banyak diketahui oleh peri lain. Ini adalah ... sebuah rahasia antara seorang peri seelie yang penasaran bernama Shylpy dengan manusia laki-laki yang menawan bernama Kiran.
Apakah aku harus kembali ke Luxiandra? Ataukah tetap di sini bersama laki-laki pujaanku? Aku ... entahlah. Rasanya, aku tidak bisa memilih. Namun, itu sebelum mereka—teman-temanku—datang ke dunia manusia.
***
Para seelie akan merayakan hari kedewasaan mereka satu tahun sekali setiap musim bunga bermekaran. Delapan belas adalah usia yang cocok bagi para seelie muda—entah laki-laki atau perempuan—yang beranjak dewasa untuk merayakan hari kedewasaan ini.
Jangan tanya seberapa ramainya jalan dan lalu lintas langit di Luxiandra saat hari kedewasaan. Kendati diadakan di istana, hiruk pikuk terdengar hampir di seluruh Luxiandra.
Tidak ada yang bersedih di hari ini. Semua seelie bersenang hati. Mulai dari sang Ratu, para bangsawan, pengurus istana, para pemuda, hingga rakyat-rakyat kecil yang tinggal di sekitar Hutan Diala. Tak terkecuali bagi seelie perempuan bernama Shylpy. Yap, itu aku!
Hari ini adalah hari yang spesial karena aku akan merayakan hari kedewasaanku tepat di usia delapan belas tahun! Rasa bahagiaku berkali lipat! Tidak ada seelie yang sangat berbahagia di hari ini kecuali Shylpy!
"Shylpyhette, jangan melompat-lompat! Berisik!" Suara Charesia yang melengking terdengar sampai kamarmu. Padahal dia ada di bawah.
"Charesia benar! Kalau kau merusak lantai kamarmu lagi, aku tidak akan membelamu di hadapan Ayah!" Sekarang Wynette? Serius?
Ugh! Apa kedua kakakku itu tidak mengerti kalau adiknya ini sedang bahagia sekarang?
Aku tidak membalas mereka. Terlalu malas. Pasti berikutnya akan terjadi adu mulut—dan, aku selalu kalah melawan mereka berdua. Menyebalkan!
Yang mengerti kebahagiaanku saat ini hanya teman-temanku. Keluargaku tidak mengerti. Mereka sangat tidak peka, kecuali—
Suara ketukan pintu kamar mengangetkanku.
"Shylpy sayang, kau sudah selesai bersiap?"
Ah, ternyata Ibu. Senyumku mengembang lagi. Hanya Ibu yang mengerti aku di keluarga ini.
"Sudah, Bu!" Aku menghampiri pintu, lalu membukanya.
Ibu berdiri di depan pintu dengan balutan gaun merah yang terbuat dari kelopak mawar. Cantik sekali. Ibuku jadi terlihat sangat anggun!
"Ibu, kau cantik sekali. Ayah beruntung memilikimu," kataku setengah bercanda. Aku menutup pintu kamarku, lalu memeluk Ibu.
Ibu membalas pelukanku. Tak lupa dengan kecupan kasih sayang di kedua pipiku. "Putriku juga sangat cantik hari ini."
"Tentu saja, Bu. Aku, kan, putri Ibu." Aku melepas dekapan dengan cengiran lebar.
Ibu tertawa pelan sambil menggeleng. "Selamat dewasa, Sayang. Semoga kau tumbuh menjadi seelie yang menawan dan hebat."
Di hari kedewasaanku, ibulah yang pertama kali mengucapkannya untukku. Betapa terharunya!
Aku mengecup pipi kanan Ibu sekilas. "Terima kasih, Bu. Aku menyayangimu."
"Aku juga, Sayang." Ibu menoleh ke lantai bawah, lalu menatapku lagi. "Moir dan Frui sudah menunggumu. Ayo, cepat, kita ke bawah."
Mataku membulat. "Kenapa Ibu tidak bilang sejak tadi? Aduh! Aku pasti akan dimarahi mereka!"
"Tenang saja, mereka sedang berbincang bersama Wynette."
Tanpa membalas ucapan Ibu, aku segera menuruni tangga dengan agak berlari. Ternyata dua orang temanku itu sedang duduk di bunga avanoir sembari berbincang dengan kedua kakakku.
"Akhirnya kau turun juga," decak Charesia, mengembuskan napas.
"Oh, hai, Shylpy!" sapa Moir—seorang unseelie laki-laki—tanpa menatapku. Pipinya terlihat menggembung. Sisa-sisa biskuit cokelat bertaburan di sekitar mulutnya.
Sementara itu, Frui menghampiri sambil terbang memutariku. Pixie imut itu menyilangkan kedua tangannya di dada. "Kau lama sekali, Shylpy."
Aku tersenyum lebar. "Maafkan aku, Moir, Frui."
Moir bangkit berdiri. "Ayo, kita harus segera ke istana," ajaknya sambil mengulurkan tangan kanan padaku.
"Iya, ayo." Aku meraih tangan Moir, lalu menoleh pada kedua kakakku dan Ibu yang baru saja turun. "Ak—"
"Kami akan menyusul," sela Wynette cepat.
"Hati-hati di jalan, Shylpy. Luxiandra sangat padat hari ini," nasihat Ibu.
Aku mengangguk. "Ah, baiklah. Aku pergi dulu, Ibu, Wynette, Charesia!" pamitku pada mereka.
Aku dan Moir mulai mengepakkan sayap. Tangan kami saling menggenggam. Takut-takut kalau Moir jatuh lagi seperti kemarin-kemarin. Selain itu ... aku takut ada seelie lain yang menyerang Moir. Walaupun hampir satu Luxiandra tahu aku berteman dekat dengan Moir, tidak semua seelie dapat menerima kehadiran unseelie. Kami memang hidup dalam urbs yang berbeda. Seelie di Luxiandra dan unseelie di Marmoris, berbatasan dengan Hutan Diala.
"Shylpy, kau memikirkan apa?" Moir yang terbang di belakangku bertanya tiba-tiba dan itu agak mengagetkanku.
"Uhm? Tidak ada."
Uh ... rasanya jantungku berdebar. Kenapa Moir selalu bertanya tiap kali aku tengah memikirkannya, seakan-akan dia tahu kalau aku memikirkan sesuatu tentangnya?
"Bohong. Pasti kau sedang memikirkan hari kedewasaanmu, atau ...."
"Atau apa?"
Aku sempat melirik Moir. Dia tersenyum jail. "Atau sedang memikirkanku. Iya, kan?"
"Moir sok tahu!" elakku.
Moir menyebalkan! Kenapa dia terlalu peka, huh!
"Terus saja mengabaikanku." Frui yang semula terbang di belakang kami kini memutariku dan Moir sambil melipat kedua tangan di depan dada.
"Maafkan kami, Frui."
"Kau menganggu saja."
Berlainan denganku yang mengucapkan maaf, Moir malah—ugh! Aku mencubit lengannya pelan. Moir meringis. Netra safirnya melotot ke arahku.
Hei! Seharusnya aku yang memelototimu, tahu!
Frui berdeham.
Aku kembali mengalihkan pandangan ke depan. Lalu lintas langit memang lebih ramai dari biasanya. Tidak sedikit peri ras lain—seperti pixie, dryad, dwarf—yang hadir di hari kedewasaan. Tidak sedikit juga seelie yang terlihat sibuk, terbang cepat ke sana kemari. Beberapa serangga seperti lebah, kupu-kupu, dan lainnya juga turut andil. Ramai sekali.
"Shylpy, jangan bengong. Nanti kau menabrak peri lain." Moir menegur.
Aku pura-pura tidak mendengarkannya. Masa bodoh, aku kesal dengannya!
"Frui, apa Floria akan datang?" tanyaku pada Frui yang terbang beriringan.
"Mana mungkin dia tidak datang di hari spesial sahabatnya? Aku yakin sekarang Floria sedang memilah hadiah terbaik untukmu," kata Frui.
***
Akhirnya kami sampai di istana. Penjaga istana menyambutku dengan senyuman terbaik mereka, tetapi begitu melihat Moir, mereka langsung mengacungkan tombak. Untunglah aku cepat-cepat menghalau dan menjelaskannya kepada mereka.
Sudah kuduga kejadian seperti ini akan terjadi. Ditambah Moir benar-benar berpenampilan seperti unseelie yang usil dan jahat—tunggu, bukankah semua unseelie seperti itu? Termasuk Moir yang sampai sekarang masih berteman baik denganku, Frui, dan Floria.
Saat ini, kami sedang berada di lorong istana, menuju aula tempat hari kedewasaan dilaksanakan. Para pelayan dan pengurus istana berlalu lalang sambil membawa barang-barang penting. Ada juga beberapa seelie yang tampak seumuran denganku datang bersama kerabatnya.
"Shylpy, Moir, kalian duluan saja. Aku ada sedikit urusan." Frui berbalik menatapku dan Moir.
"Ratu Ellish memanggilmu lagi?" tanya Moir yang dibalas anggukan dari Frui.
Uhm ... aku ingat. Ratu Ellish adalah ratu pixie, sementara Frui adalah kaki tangan Ratu. Sepertinya hari ini beliau juga hadir.
Frui sudah pergi. Kini hanya ada aku dan Moir.
Moir mengalihkan perhatiannya pada istana. Netranya menyorot sekeliling. Tak jarang dia berdecak kagum dan berceloteh bahwa istana seelie sangat indah. Ya, ini pertama kalinya Moir datang ke istana dan ketiga kalinya untukku setelah sebelumnya hadir di hari kedewasaan kedua kakakku.
Aku mencoba menciptakan topik.
"Moir, apa ratu unseelie juga hadir?"
Seingetku, hanya sedikit sekali unseelie yang hadir di hari kedewasaan para seelie. Ada yang diundang secara resmi, seperti para bangsawannya. Ada juga yang diam-diam menyelusup, seperti Moir contohnya.
Moir segera menoleh padaku. "Mungkin? Sepertinya hanya Ratu Catris yang hadir mewakili unseelie. Sebelumnya juga begitu, bukan?"
Aku menaikkan satu alis. "Begitu? Aku baru tahu."
"Kau selalu berkeliaran tiap acara dimulai, Shylpy."
"Dari mana kau tahu?"
"Frui."
Sudah kuduga.
"Moir."
"Ya?"
"Ayo ke taman belakang."
Moir berhenti terbang, lalu menatapku. "Shylpy, kau nakal," ujarnya dengan mata melotot, "tetapi aku suka. Ayo pergi."
Senyumku melebar. "Ayo!"
Tanpa menunggu lama, aku segera terbang dan membawa Moir ke taman belakang, tempat favoritku di istana ini.
"Wow! Wow! Sabar, Shylpy. Kau terlalu antusias."
Moir tampaknya agak kepusingan karena aku terbang sangat cepat, tetapi aku tidak peduli. Nanti juga dia lebih antusias dariku.
"Nah, Moir. Sambutlah, taman belakang istana!" Aku berseru sembari merentangkan tangan dan menghadap Moir. Di belakangku, ada berbagai tumbuhan dan bunga cantik yang bermekaran.
Moir melongo. Matanya berkedip lucu, sementara mulutnya menganga. Sedetik kemudian, dia tergelak. "Ini hebat! Cantik sekali!"
"Ini tempat favoritku di istana. Moir, kau harus melihat semua tanaman dan bunga di sini!" Aku benar-benar antusias sekarang.
Hanya ada aku dan Moir di taman ini. Tuan Eshley si penjaga taman sedang sibuk dengan tugasnya di aula utama. Taman ini seperti milik kami berdua.
Moir berkeliling taman, sementara aku menghampiri sebuah bunga dengan kelopak besar berwarna merah. Jika dilihat dari jauh, bunga ini seperti tidak punya batang dan daun, padahal ada walaupun sangat mungil seperti pixie.
Aku menginjakkan kaki di tanah, ingin menghirup bunga itu. Ini pertama kalinya aku melihatnya. Sepertinya bunga ini baru saja mekar karena di tahun-tahun sebelumnya aku belum pernah melihat bunga ini.
Aku melihatnya lebih dekat. Besar sekali, tetapi sayang aromanya tidak sesedap yang kuduga. Aku sampai harus menutup hidup karena baunya yang busuk.
Baru saja aku hendak memanggil Moir, tiba-tiba kakiku menginjak sesuatu yang—aku tercoblos?!
Sebelum aku masuk ke dalam lubang sepenuhnya, tanganku mencoba meraih udara dan berteriak, "MOIR!"
TBC.
Hm, keknya aku mau jadiin novelet aja nanti. Tapi sekarang cerpennya dulu ehe.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro