Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 35 ⭒࿈⭒ Malam Bercerita



"Kenapa nggak bilang, sih?! Aku khawatir tahu, Mas! Aku kira terjadi sesuatu denganmu di jalan! Bagaimana kalau-"

Bla, bla, bla ...

Fian menghela napasnya. Sudah setengah jam ia berdiam diri di atas ranjang sembari mendengar omelan sang istri. Fitri masih saja mengomelinya sesaat setelah berhenti menangis tadi. Ia sampai dibuat heran dan bertanya-tanya. Apakah Fitri tidak lelah karena terus mengoceh sedari tadi?

"Sudahlah, aku kan baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," tutur Fian yang justru malah membuat Fitri semakin jengkel dibuatnya.

"Tidak perlu bagaimana?! Kamu ini benar-benar, ya! Ah, sudahlah!"

Fian menghela napasnya. Ia mendekat pada sang istri dan menggenggam tangannya. Tak lupa senyuman lembut yang menyertai, dilayangkan Fian untuk menenangkan sang istri. "Hei, tenanglah. Aku baik-baik saja, okey?" tuturnya sambil mengelus punggung tangan Fitri dengan lembut.

Bibir Fitri mengerucut. Ia benar-benar kesal dengan suaminya itu. Bisa-bisanya Fian membuat dirinya khawatir sampai jantungan seperti tadi. "Iya, iya. Jangan diulangi lagi tapi. Aku benar-benar khawatir," ujar Fitri kemudian.

Tanpa ragu, Fian mengangguk. Kemudian laki-laki itu berdiri dan mengajak Fitri berkumpul bersama keluarganya yang kini sedang berada di ruang tengah. Suara sang ayah yang tengah bercerita sampai terdengar di kamar mereka. Ya, rutinitas tiap malam. Kalau sang ayah tidak lelah, beliau akan bercerita tentang sejarah pada seluruh keluarganya. Setiap hari ada saja cerita baru yang diceritakan. Berganti-ganti tema, berganti-ganti topik.

Seperti saat ini.

Fitri yang baru saja bergabung dengan Fian mendengar sang ayah mertua menyebut nama Nabi Yusuf. Dari situ Fitri langsung tahu, kalau ayah mertuanya sedang menceritakan kisah Nabi Yusuf yang dikenal dengan paras tampannya tersebut.

"Para wanita di ruangan itu langsung terpesona ketika Nabi Yusuf lewat di depan mereka. Para wanita itu bahkan tidak sadar kalau bukan buah yang mereka iris, melainkan jari-jari mereka sendiri. Sungguh Allah telah menciptakan Nabi Yusuf dengan sebaik-baiknya paras. Hingga bisa membuat para wanita yang ada di sana terpesona," tutur sang ayah mertua.

Plop!

Suasana yang serius itu seketika buyar kala Maulida dengan polosnya memainkan dot di mulutnya hingga menimbulkan bunyi 'plop' yang sangat nyaring. Tawa gemas dari para orang dewasa di sekitarnya membuat Maulida kecil menatap mereka dengan bingung. Kedua mata bulatnya menatap seluruh keluarganya dengan tatapan polos miliknya.

"Astaga, gemasnya cucu Nenek."

"Hahahaha, dia memang pencair suasana, Ibu."

Semua yang berada di sana sangat gemas dengan si kecil Maulida. Balita itu kembali memainkan dot di mulutnya tanpa memedulikan keadaan sekitarnya. Memang pada dasarnya anak kecil, mereka itu selalu punya dunia sendiri. Yang jelas, dunia mereka sangat berbeda dengan orang dewasa.

Sajidah mengangkat putrinya tersebut ke atas pangkuannya, dan mendengarkan kisah Nabi Yusuf yang kembali diceritakan oleh sang ayah. Suasana langsung kembali serius, Sara Mona sampai berdiri dari duduknya dan lebih mendekat pada sang ayah. Remaja berusia delapan belas tahun itu tampak begitu antusias menyimak setiap kata hingga kalimat yang keluar dari bibir sang ayah.

"Lantas, bagaimana dengan Nabi Yusuf? Dia akhirnya dipenjara, Ayah?" tanya Sara Mona kemudian. Gadis itu tampak begitu penasaran dengan kelanjutan dari ceritanya.

"Tidak, Nabi Yusuf tidak salah ..."

Begitulah seterusnya hingga sang ayah menyelesaikan ceritanya. Saling bertanya dan menjawab, saling memperluas ilmu dan pengetahuan sejarah. Fitri mendapatkan banyak pelajaran berharga malam ini. Ayah mertuanya sangat berbeda dengan ayahnya. Kalau ayahnya lebih suka mengajari anak-anaknya dengan metode praktek. Bukan bercerita seperti yang dilakukan ayah mertuanya.

Jadi Fitri benar-benar mendapatkan pengalaman baru di sini.

"Sudah malam, sebaiknya kalian langsung tidur setelah ini. Ayah dan Ibu juga sudah mengantuk," ujar pria paruh baya yang dituakan tersebut sembari berdiri dari duduknya.

"Memangnya jam berapa sih?" gumam Sajidah yang langsung mengarahkan pandangannya ke jam dinding yang terletak di atas pintu. "Astaga! Sudah jam 11 malam?!" pekiknya heboh. "Ayo, Mas! Maulida harus segera tidur ini!"

Sajidah segera mengangkat dan menggendong sang putri, lantas berjalan ke kamarnya diikuti sang suami. Begitupun Sara Mona yang juga memutuskan untuk langsung pergi ke kamarnya. Namun berbeda dengan Fitri dan Fian. Keduanya malah menyalakan televisi dan memilih menonton beberapa channel terlebih dahulu. Hm ... sepertinya Fian dan Fitri memang masih belum mengantuk ya.

Jika Fian dan Fitri memutuskan untuk menonton televisi, maka berbeda lagi dengan Sajidah dan sang suami. Keduanya malah tengah asik berdebat tentang siapa yang akan tidur, dan siapa yang akan menjaga Maulida sampai tertidur.

"Sudahlah, biar aku saja. Kau sudah seharian menjaganya, Sajidah."

"Tidak, Mas. Ini sudah menjadi kewajibanku sebagai seorang Ibu. Biar aku yang menidurkannya, kamu langsung tidur saja."

"Harusnya aku yang berkata seperti itu. Cepat tidurlah, biar aku saja yang momong Maulida."

Si kecil Maulida yang menjadi bahan perdebatan tersebut hanya menatap kedua orang tuanya dengan polos. Kedua tangan mungilnya masih memegang dot dan sesekali mengisapnya dengan bibir kecilnya itu. Ocehan-ocehan dan gumaman-gumaman tidak jelas pun turut menyertai.

"Amam, appa maa ..."

Lihat?! Sangat menggemaskan, bukan?!

Sajidah yang merasa gemas, langsung saja mengecupi seluruh wajah putrinya tersebut. Dari hidung, pipi, dahi, bahkan bibir pun tak luput dari kecupan Sajidah. "Duh! Gemasnya anak Ibu!"

Maulida hanya tertawa lantaran perbuatan sang ibu membuatnya merasa geli. Balita cantik tersebut tampak begitu senang dan ceria sekarang.

"Tidur, ya ... Sudah malam sekali ini. Besok lagi mainnya ya, anak cantik."

Sajidah menepuk-nepuk punggung putrinya tersebut dengan pelan sembari menimangnya. Mengabaikan sang suami yang sedari tadi hanya memerhatikan aktivitasnya di atas ranjang sana. "Kau juga harus tidur setelah ini," tutur suaminya.

"Iya, aku tahu. Akupun juga sudah mengantuk, Mas."

Sesekali Sajidah memang sudah menguap lebar kala itu. Mengingat jam yang kini sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Di mana semua orang tertidur, dan ia masih terjaga sembari memomong putri kecilnya.

Namun memang tidak membutuhkan waktu yang lama, karena sejatinya Maulida juga sudah mengantuk. Balita itu seharusnya sudah tidur sejak 3 jam yang lalu, tapi mengingat kisah yang diceritakan sang ayah tadi cukup seru sehingga membuat suasana menjadi ramai. Jadilah Maulida juga tidak merasa mengantuk kala itu. Itu menurut pandangan Sajidah saja. Karena biasanya Maulida juga sudah tidur saat jam sembilan malam. Makanya ia sangat tahu kapan dan bagaimana kebiasaan tidur putrinya tersebut.

Usai memastikan bahwa Maulida sudah tertidur, Sajidah pun segera meletakkan balita tersebut di tengah-tengah ranjang. Tepat diantara dirinya dan sang suami. Kemudian ia turut merebahkan diri di samping sang putri.



Akhirnyaaa, kelar juga nulis part ini. ಥ⌣ಥ

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro