Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 22

Selamat membaca
Maaf typo
*
*
*

Mata hitamnya sibuk menelisik setiap huruf yang tercetak pada majalah bisnis. Kim Bum menyenderkan tubuhnya pada sofa agar terlihat lebih santai. Namun bukan itu tujuan utama Kim Bum membaca majalah bisnis pagi-pagi melainkan untuk mengalihkan perhatiannya dari sang istri.

"Bum-ah," panggil So Eun. "Aku mau beli ini untuk bulan madu nanti."

So Eun menunjukkan sebuah gambar pada Kim Bum melalui ponselnya namun Kim Bum memalingkan wajahnya enggan melihat sang istri.

"Ada apa? Kenapa kau cuek sekali?" tanya So Eun tanpa basa-basi

"Tidakkah kau punya pakaian yang lain? Cepat ganti!" perintah Kim Bum

"Aish... Dasar kuno, ini namanya style. Lagi pula apa salahnya memakai ini?" So Eun memanyunkan bibirnya kesal karena Kim Bum sering mengomentari penampilannya. Berpenampilan seksi di depan suami apa salahnya. Lagi pula dia hanya mengenakan mini dress dengan belahan dada rendah itu saja.

Kim Bum menutup majalahnya sebelum masuk ke dapur. Sekali teguk air dalam gelas habis seketika. So Eun menghampiri Kim Bum yang kini membelakanginya. Kedua tangan So Eun terlipat di depan dada, pandangannya lurus menatap punggung tegap Kim Bum.

So Eun ingin membuka mulutnya untuk bicara namun deringan ponsel Kim Bum membuat ia mengurungkan niatnya. So Eun menunggu sampai Kim Bum selesai bicara.

"Dari siapa?" tanya So Eun membuat Kim Bum terlonjak kaget.

"Client," kata Kim Bum singkat. Ditatapnya So Eun sejenak sebelum keluar dari dapur tanpa mengatakan sepatah kata.
"Kau akan pergi sekarang? Kau bilang akan berangkat siang," kata So Eun mengekori ke mana pun Kim Bum melangkah.

"Ada sesuatu yang penting. Aku harus berangkat sekarang. Mungkin aku akan pulang malam." Kim Bum memakai jas yang tergeletak di atas sofa.

"Jangan lupa cuti. Kau tidak lupa dengan rencana honeymoon, kita 'kan?"

Kim Bum tersenyum lebar, tangannya terulur mengusap kepala So Eun. Rasa hangat menjalar di hati So Eun saat tangan Kim Bum turun membelai pipinya.

"Aku pergi dulu."

So Eun memegang tangan Kim Bum membuat langkah kaki suaminya terhenti. So Eun menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga, rasa gugup membuat gadis itu menunduk.

"Kenapa?"

"Itu... Hmm... Itu...."

Kim Bum mengernyitkan dahi mendengar ucapan So Eun yang tidak jelas.

"Lupakan saja," ujar So Eun tersenyum kikuk.

Kim Bum mengangguk sejenak sebelum berangkat. So Eun menghembuskan napas dalam-dalam merasa kecewa saat keinginannya tidak terpenuhi. Namun So Eun terlalu malu untuk sekadar meminta morning kiss dari suaminya.

"Hah,harusnya kami bisa lebih mesra," keluh So Eun.

****
Berdiam diri tanpa melakukan pekerjaan membuat So Eun suntuk. Berbagai upaya telah ia lakukan untuk mengusir rasa bosannya namun semua hanya bersifat sementara. So Eun menegakkan tubuhnya dari tempat tidur, kedua kaki jenjang itu menjuntai ke bawah, berayun pelan mencari ketenangan.

"Apa lebih baik aku ke kantor menemui Kim Bum?"

So Eun tersenyum lebar dengan ide barunya. Segera gadis itu bersiap untuk menemui Kim Bum di kantor. Sudah lama rasanya So Eun tidak pernah berkunjung ke tempat itu,terlebih gadis itu tidak menyukai pekerjaan kantor.

So Eun mematut dirinya di depan cermin memastikan bahwa penampilannya sudah cukup rapi. Rok selutut yang ia kenakan membuat So Eun telihat seperti gadis yang baru menginjak remaja. So Eun tersenyum puas melihat pantulan dirinya di depan cermin. Tetap cantik seperti biasa.

****
"Maaf Nona Tuan Kim tidak bisa diganggu,"kata seorang perempuan yang berada di belakang meja resepsionis pada So Eun. Ini pertama kalinya So Eun berkunjung ke perusahaan setelah menikah dengan Kim Bum. So Eun bisa memaklumi gadis yg ada di depannya ini belum mengenalnya dengan baik.

"Aish, aku tidak mau mengganggunya justru aku ingin menyemangatinya,"sahut So Eun.

"Maaf Nona, saya hanya menjalankan perintah. Tuan Kim tidak bisa diganggu." Gadis itu tetap bersikukuh melarang So Eun menemui bosnya. Bukan So Eun namanya jika keinginannya tidak dituruti.

"Dia tidak akan memecat mu hanya karena membiarkan aku masuk ke dalam. Kau tenang saja,ya."

So Eun tersenyum lebar untuk meyakinkan gadis itu, tapi sayang gadis itu masih melarangnya untuk bertemu Kim Bum. So Eun menghembuskan napas dalam-dalam sebelum merogoh tasnya dan mengambil ponsel. Sambungan terhubung namun Kim Bum tidak menerima panggilannya.

So Eun  menatap gadis di depannya dengan jengkel. Walau tidak diberi izin So Eun tetap menerobos masuk ke dalam ruangan Kim Bum.

"Nona jangan!" teriak gadis itu untuk mencegah So Eun masuk. Namun sayang So Eun sudah terlanjur membuka pintu ruang kerja Kim Bum.

So Eun terpaku melihat seorang wanita duduk di depan Kim Bum. Tatapan tajam So Eun mengarah pada dua orang di depannya, sepenting itukah pembicaraan mereka berdua sampai tidak bisa diganggu sama sekali.

"Maaf Tuan, saya sudah melarang Nona ini untuk masuk tapi dia memaksa." Wajah gadis itu pucat, suaranya bergetar menahan rasa takut.

"Kamu boleh kembali bekerja,"kata Kim Bum. Gadis itu menundukkan kepalanya sebelum keluar dari ruangan bosnya. So Hee menatap So Eun tajam begitu juga sebaliknya. Tidak ada aura persahabatan di antara mereka. Keduanya saling melempar tatapan benci.

"So Hee kita selesaikan sampai di sini pembahasannya. Kamu boleh pergi," kata Kim Bum membuat So Hee tersenyum kecut. Dengan enggan gadis itu membereskan berkas-berkasnya.

"Aku pergi dulu. Ingat nanti malam," kata So Hee misterius. So Eun menatap Kim Bum dan So Hee bergantian, rasa tidak suka melihat wanita itu terang-terangan mendekati suaminya.

So Hee berjalan mendekati So Run yang masih berdiri dekat pintu. Tatapan keduanya tidak pernah lepas sedikit pun.

"Kau beruntung datang tepat waktu, jika tidak mungkin terjadi sesuatu di antara kami berdua," bisik So Hee saat melewati So Eun.

So Hee keluar dari ruangan Kim Bum menyisakan rasa cemburu di hati So Eun. Apa yang akan So Hee lakukan andai kata So Eun tidak datang. Pikiran So Eun kacau membayangkan Kim Bum dan So Hee--

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Kim Bum saat melihat gelagat aneh istrinya. So Eun mengepal erat tangannya erat. Memikirkan mereka berdua dalam satu ruangan saja sudah membuat So Eun kesal.

"Kalau mau diam saja lebih baik kau pulang,"kata Kim Bum saat melihat So Eun hanya diam tak bergeming dari tempatnya berdiri.

"Aku kesal," ujar So Eun singkat,jelas, padat membuat Kim Bum khawatir. Pria itu mencoba untuk terlihat santai di depan So Eun.

"Kenapa?"tanya Kim Bum berdiri di depan So Eun dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya.

"Kenapa tidak satu pun orang yang boleh masuk ke ruangan mu? Apa pembahasan kalian sangat penting?"
So Eun menatap Kim Bum tajam, tidak ada senyum sedikit pun dari wajah cantiknya.

"Cemburu?" Kim Bum menyeringai membuat So Eun salah tingkah. Gadis itu memalingkan wajahnya ke arah lain. Rasa marahnya menguap digantikan rasa malu saat Kim Bum menggodanya.

"Bagaimana kalau kita jalan-jalan," usul Kim Bum.
So Eun kembali menatapnya dengan penuh antusias. Sejak dulu Kim Bum selalu tahu apa yang diinginkannya.

Kim Bum menarik tangan So Eun lembut membuat pipi gadis itu merona. Jantungnya berdegup kencang saat Kim Bum mengeratkan genggaman tangan mereka.

"Kita mau ke mana?" tanya So Eun saat mereka sampai di parkiran.

"Nanti kau juga akan tahu."

Kim Bum membukakan pintu untuk So Eun. Lama mereka terdiam selama perjalanan, So Eun lebih suka melihat pemandangan di luar sana dari pada melihat pria tampan yang duduk di sampingnya.

"Jangan bawa aku ke tempat yang aneh," kata So Eun.

"Kenapa kau takut sekali, percaya padaku."

So Eun menatap Kim Bum sebentar sebelum mengalihkan tatapannya kembali ke jalan.  So Eun menatap sekitarnya saat mobil Kim Bum berbelok ke tempat yang tidak asing baginya.

"Namsan Tower?" tanya So Eun pada Kim Bum.

"Kamu masih ingat dulu waktu kecil kamu pernah bilang jika suatu hari nanti kamu memiliki seorang pria di sisimu maka kau akan menulis namanya di gembok cinta," jelas Kim Bum. Pria itu menoleh pada So Eun yang membisu.

"Kau masih mengingatnya?"

"Tentu. Aku tidak akan melupakannya."

Kim Bum melepas sabuk pengamannya kemudian keluar dari mobil.

"Apa kita akan berkencan?" tanya So Eun saat Kim Bum membukakan pintu untuknya.

"Anggap saja seperti itu."

Kim Bum membawa So Eun ke tempat di mana ribuan gembok itu berada. Ini pertama kalinya Kim Bum membawa So Eun ke tempat seperti ini. So Eun menarik tangan Kim Bum ke sebuah toko cendramata yang menjual gembok.

"Cepat tulis namamu di sini." So Eun memberikan sebuah gembok berwarna pink pada Kim Bum. Setelah menuliskan namanya, alih-alih memasang gembok itu di pagar  So Eun malah menyimpan gembok itu ke dalam tas.

"Kenapa dimasukkan ke dalam?" tanya Kim Bum heran.

"Akan sangat sulit menemukan satu di antara ribuan gembok di sana. Lebih baik aku menyimpannya di rumah."

Kim Bum tersenyum tipis mendengar ucapan So Eun. Gadis itu benar-benar aneh. So Eun menarik lengan jas Kim Bum mengisyaratkan agar pria itu menunduk. Walau ragu Kim Bum melakukan apa yang So Eun mau. Tangan gadis itu terulur ke belakang leher Kim Bum memasang sebuah kalung.

"Itu kuncinya, kau harus menyimpannya dengan baik."

Kim Bum meraba kalung yang terpasang di lehernya, sebuah kunci kecil menggantung bagaikan liontin.

"Ayo kita jalan-jalan."

So Eun berbalik meninggalkan Kim Bum yang terdiam di tempatnya namun dengan cepat pria itu menarik tangan So Eun hingga gadis itu berada dalam dekapannya. So Eun tersentak saat dirinya sudah berada dalam dekapan pria itu. Napas Kim Bum menerpa permukaan kulitnya membuat So Eun menahan napas.

"Aku akan menyimpannya untuk dirimu."

Kim Bum menarik dagu So Eun hingga gadis itu menatap matanya. Sebuah kecupan mendarat di bibir So Eun mengantarkan sengatan kecil ke sekujur tubuh. Debaran jantungnya menggila saat ibu jari tangan besar Kim Bum mengusap bibirnya lembut.

"Kita habiskan hari ini untuk bersenang-senang."

TBC

Terima kasih sudah mau menunggu.





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro