
[Dua--A]
Menjadi secret admirer dari seorang Jendra itu cukup membutuhkan ketahanan hati yang kuat. Seperti saat ini, Reina harus mendapati cowok pujaannya itu mengobrol dengan Sofi, saat ia membeli milkshake di kantin. Ia sedang berdiri bersama beberapa orang lainnya untuk menunggu giliran dilayani. Namun malah disuguhkan pemandangan yang kurang enak untuk ia lihat.
Jendra dan Sofi terlihat begitu akrab. Bahkan tangan Sofi dengan mudahnya bisa menyentuh lengan Jendra. Tidak ada rasa canggung yang ditunjukkan oleh cewek itu sebagai adik kelas saat jarinya mencolek-colek lengan Jendra.
Reina pun dibuat risih dengan tingkah Sofi yang menurutnya agak kecentilan itu. Ingin rasanya ia menjauhkan tangan itu dari lengan Jendra, tapi nasib para pengagum rahasia selalu berakhir dengan menatap semua itu dari jauh tanpa bisa berbuat apa-apa. Selalu begitu.
Masih ada dua orang lagi yang mengantre membeli milkshake sebelum giliran Reina. Sedangkan benaknya sudah semakin kebat-kebit ketika sesekali melirik ke arah Jendra dan Sofi. Bukan hal baru atau rahasia lagi, kalau Sofi memang menyukai Jendra. Yang membuat cewek itu kadang bersikap menyebalkan, dengan sok berkuasa atas kepemilikan Jendra. Padahal pacar juga bukan.
Reina mengeluarkan selembar uang nominal sepuluh ribu dari dalam sakunya, lalu memberikannya pada penjual tanpa menunggu kembalian. Reina buru-buru berbalik dengan cepat dan berpikir untuk menikmati milkshake ini di kelasnya saja.
Tapi ....
Bruk!
Milkshake di tangannya terlepas begitu tubuhnya menabrak seseorang. Ia memekik saking terkejutnya melihat cairan kental berwarna cokelat itu sudah berpindah tempat ke seragam yang tadinya putih bersih.
"Ya ampun ... maaf .... Gue nggak sengaja!" Reina bingung harus bertindak apa dengan noda yang sudah telanjur mengotori seragam orang di depannya.
Reina merasakan tatapan mata orang-orang yang sekarang tertuju padanya. Ia benar-benar tidak enak hati karena kecerobohannya malah membuat orang lain kena imbasnya.
"Lo punya mata, kan?"
Reina otomatis mendongak, karena mengenali suara sedingin es itu. Tak menyangka kalau ia akan berurusan dengan dia, di antara sejuta kemungkinan orang yang bisa ditabraknya.
"Maaf, Tar. Gue nggak sengaja," ucap Reina.
"Lo gampang bilang maaf. Tapi gara-gara kecerobohan lo, orang lain yang dirugikan."
Reina menjadi semakin merasa tidak enak dengan ucapan Tara barusan.
"Cewek seperti lo itu sepertinya memang suka bikin orang lain susah. " Kata-kata Tara terdengar tajam dan menusuk, tapi dia begitu tampak tenang. Tak menunjukkan ekspresi apa pun ketika mengatakannya. Tanpa Tara tahu kalau itu sangat berefek pada perasaan Reina.
Tara berjalan meninggalkan Reina yang masih terdiam di tempat. Namun, yang terjadi kemudian sama sekali tak diduga.
"Lo bisa nggak, sih, jadi orang jangan terlalu angkuh!" seru Reina yang membuat seisi kantin mendadak hening.
Tara menghentikan langkahnya dan berbalik melihat Reina.
"Gue benar-benar nggak sengaja. Gue minta maaf sama lo. Tapi kenapa lo susah banget buat maafin orang!"
Reina menatap langsung mata Tara. Ia ingin Tara tahu kalau dia tidak bisa menginjak-injak dirinya lagi dengan keangkuhannya itu.
"Lo bisa bilang kalau gue itu nyusahin. Tapi lo sendiri sadar nggak, sih, dengan setiap ucapan lo itu bisa nyakitin hati gue?"
Suasana kantin masih hening, karena menunggu tanggapan yang akan meluncur dari Tara. Namun Tara masih bergeming. Cowok itu hanya diam memperhatikan Reina yang kemudian berlalu meninggalkan kantin. Reina berjalan melewati Tara, tanpa mau melihat ke arah cowok itu lagi.
Berita menyebar dengan cepat. Kejadian di kantin sampai juga ke kelas Reina. Teman-teman sekelasnya begitu penasaran dengan kelanjutannya. Membuat mereka menjadi lebih sering menengok ke arah bangku Reina dan Tara. Di mana keduanya tak saling berbicara satu sama lain.
Reina tak mau ambil pusing dengan kejadian di kantin, karena ia merasa perlu sesekali menampar Tara dengan kata-katanya. Ia ingin cowok itu belajar bersikap lebih baik lagi pada orang lain. Setidaknya Tara harus tahu kalau kata-katanya itu sudah keterlaluan.
Tara tak mengungkit masalah di kantin. Apalagi meminta maaf pada Reina. Sehingga Reina bisa menyimpulkan kalau Tara tidak punya rasa bersalah padanya.
Hingga jam pelajaran berakhir dan Reina memasukkan peralatan tulisnya ke dalam tas, mereka berdua tetap saling diam. Tanpa ada itikad dari salah satunya untuk memecahkan masalah yang ada di antara mereka.
•••
Reina duduk di salah satu bangku panjang yang ada di pinggir lapangan sekolahnya. Duduk sendirian di bawah naungan pohon trembesi yang cukup membantu menghalau terik matahari, sambil membaca majalah remaja yang ia pinjam dari Vaya. Sedangkan pemiliknya sudah pulang lebih dulu.
Mang Ujo tadi mengabari Reina, kalau akan terlambat menjemputnya karena harus mengantarkan terlebih dulu dokumen mamanya ke kantor. Yang semakin menguatkan asumsi Reina kalau mamanya lebih mementingkan urusan pekerjaan dibanding anaknya sendiri.
Apa mamanya tidak merasa khawatir membiarkannya menunggu?
Bagaimana kalau ia diculik?
Pertanyaan itu muncul karena Reina merasa dinomorduakan lagi oleh mamanya. Bahkan Reina berpikir kalau mungkin mamanya tidak akan menangis kalau sewaktu-waktu ia menghilang.
Reina membalik halaman majalah hingga sampai pada rubrik zodiak.
Reina dibuat meringis ketika membaca ramalan zodiaknya. Walaupun mungkin ini hanya kebetulan semata, tapi begitu tepat dengan yang dialaminya hari ini.
Untuk urusan asmara, Reina tidak begitu yakin. Ia tidak bisa mengira atau menebak ada seseorang yang mungkin menyukainya.
"Rei."
Reina menoleh dan kaget begitu mendapati seseorang sudah duduk di sebelahnya. Dan orang itu sama sekali tidak pernah ia duga akan menyapanya.
"Kesambet apa lo?" tanya Reina ketus. Setengah tak percaya melihat Tara.
Tara tak menanggapi pertanyaan Reina dan malah menyodorkan gelas cup plastik berisi milkshake rasa cokelat padanya.
"Sebagai permintaan maaf gue," terang Tara sambil meletakkan milkshake yang dibawanya itu di bangku.
"Kepala lo habis kejedot apa, sih?" Lagi-lagi Reina bertanya. Meneliti Tara dari bagian atas hingga bawah. Seakan ada alien yang mungkin sedang menyamar sebagai Tara.
"Gue minta maaf karena kata-kata gue tadi di kantin mungkin udah bikin lo kesal."
Reina belum menanggapinya. Tidak dipungkiri kalau permintaan maaf Tara barusan terdengar tulus.
"Nggak seharusnya gue masih marah sama orang yang udah meminta maaf. Jadi, gue minta maaf untuk itu."
"Gue juga minta maaf karena udah bikin baju lo kotor," ucap Reina yang melihat Tara tidak lagi mengenakan seragamnya.
Tara mengikuti arah pandang Reina ke dogi yang dipakainya, lalu berujar, "Untungnya gue bawa dogi."
"Kalau gitu mana seragam lo? Sini, biar gue yang cuci," tukas Reina.
"Nggak perlu. Lagian gue yakin, pasti bukan lo yang nyuci," tolak Tara yang kemudian bangkit berdiri dan tanpa berkata apa-apa lagi berjalan meninggalkan Reina.
•••☆•••
Masih ingat kan, waktu Tara dimarahi Bagas karena pakai dogi? Dan Praya yang menemukan baju seragam Tara kotor.
Jangan lupa kasih Vote-nya yaaa ❤😊
Terima kasih ❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro