HMY 3 -
"Bukan sulap bukan sihir, orang bucin biasanya suka bikin atau lakuin sesuatu yang ajaib."
🏐🏐🏐
Rica ngamuk pas tahu Syafa ternyata sekelas dengan Kiki. Dia kebakaran setiap ketemu Syafa, sampai nolak untuk tidur sekamar, berangkat bersama, apalagi makan bareng. Bikin Vina dan Reyhan langsung putar otak buat jinakin anak mereka.
"Caaa, sumpah demi Allah, aku gak akan rebut Kiki dari kamu," kata Syafa sungguh-sungguh dengan suara lemah lembutnya.
Namun, Rica mana bisa langsung percaya. Dia iri sama Syafa yang kata Eri calon seimbang untuk Kiki.
"Gak percaya!" bentak Rica sambil natap galak.
Ini sudah pukul enam lewat, tetapi mereka belum juga berangkat gara-gara Rica yang merajuk. Padahal ke sekolah itu perlu waktu 30 menitan, belum lagi di Cisewu itu masih jarang angkutan umum.
"Rica, kamu gak boleh gitu sama Syafa, ya. Percaya aja sama Syafa dan lagian kamu sama Kiki belum tentu jodoh." Ucapan Reyhan malah bikin Rica tambah kebakaran.
Cewek yang sudah rapi pakai seragam olahraga itu natap garang pada ayahnya. Mukanya merah padam, belum lagi napasnya terdengar lebih cepat dan kencang.
"Yayah, ih!" Vina menyikut pelan pinggan suaminya. "Sayang, udah ya, jangan diemin Syafa terus, kasihan. Kalian kan saudara, udah kayak besti dari kecil. Masa gara-gara cowok jadi renggang?" bujuknya selembut mungkin.
Rica berdecak sebal. "Pokoknya kalo urusan Kiki, mau dia saudara atau sahabat, tetap akan jadi musuh!" tegasnya ngeyel.
"Kan, Syafa udah bilang juga kalau dia gak akan rebut Kiki dari kamu, Ca," Reyhan coba bujuk lagi, "dan lagian kalau Syafa sekelas sama Kiki, bukannya kamu bisa dapat banyak informasi dari Syafa, ya?"
Vina melebarkan mata ke arah suaminya. Namun, saat melihat wajah keruh Rica berubah jernih dan ceria lagi, dia justru menelan kemarahannya.
"Lah, iya juga, ya!" kata Rica sambil menjentikkan jari dengan semangat. "Aku kan bisa manfaatin kamu buat buntutin Kiki!"
Dia merangkul Syafa begitu saja, bikin cewek yang sudah rapi dengan kerudung panjangnya itu kikuk kebingungan.
"Udah, ayo berangkat!" ajak Rica sambil nyeret Syafa yang meringkuk takut di pelukan tangan kirinya.
Vina dan Reyhan saling tatap, heran dengan tingkah ajaib putri semata wayang mereka yang makin ajaib setelah kenal cinta.
***
Sedikit informasi, Kiki memang hidup di lingkungan pesantren sejak kecil. Sejak SD, dia sekolah sambil masuk pesantren. Kebetulan kakeknya adalah salah satu pemilik pesantren di Cisewu. Hal itu kadang bikin Kiki teramat sibuk dan tak punya waktu main seperti anak-anak yang lain. Namun, karena didikan itu, dia tumbuh jadi cowok yang sering dilabeli 'anak alim'.
Sejak kecil, Kiki juga suka voli, tetapi tak terlalu fokus di bidang itu. Baru saat SMP, dia mulai sering ikut turnamen voli, sampai menaikkan namanya. Jadi, eksistensi Kiki sebenarnya sudah cukup kuat sejak dulu. Tak heran kalau dia dikejar ciwik-ciwik yang jatuh cinta pada pandangan pertama setelah bertemu atau melihatnya.
Rica salah satunya.
Sejak jatuh cinta pada pandangan pertama setahun lalu, Rica sudah melakukan segala cara, sampai cari tahu informasi apa pun terkait Kiki.
Kiki anak XI-IPA 3 yang selalu langganan juara kelas, bahkan sering juara umum. Cowok itu punya tinggi 172 sentimeter yang hobi banget ikut lomba Kimia atau Fisika. Otak cerdas, muka ganteng, keluarga kaya, akhlak alim, memang seorang Rezky Chairil Ramadhansyah itu spek idaman banget.
Jadi, tahu kan, kenapa Rica bisa sampai tergila-gila pada Kiki?
"Syafa!" Rica ingin berteriak, tetapi takut suaranya didengar seseorang. Jadi, dia dengan sibuk lambai-lambai pada sepupunya yang berjalan lambat dan santai menuju masjid itu.
Sadar ada yang memanggil-manggil, Syafa pun melarikan pandangan ke segala arah. Lalu, dia menemukan keberadaan Rica di balik tanaman pohon hias yang dipangkas rapi. Dia pun berjalan mendekati cewek itu.
"Kenapa, Ca?"
"Pinjem mukenamu, boleh?"
Mendengar pertanyaan itu, kedua mata Syafa membola dan senyumnya pun melebar. Apakah dia bermimpi? Baru beberapa hari bersama, Rica sudah mau melakukan salat sendiri! Oh, ini perkembangan bagus.
"Boleh, boleh!" jawab Syafa bersemangat.
"Ya udah, sini!" Rica menengadahkan tangannya.
Syafa menatap telapak tangan putih lembut Rica dalam diam. "Tapi aku kan—"
"Aku salatnya duluan aja, kamu mah nanti, ya?" sela Rica, mode maksa. Pasang tampang galak yang bikin Syafa ciut.
"Tapi kan aku juga harus salat." Syafa menunduk dalam.
"Ih, ya udah, aku gak salat Zuhur gara-gara kamu, ya!" ancam Rica sambil bersedekap dada.
Syafa jadi serba salah. Bagaimana mana ini? Dia kan juga mau salat, tetapi kalau mukena dipinjamkan pada Rica, dia bagaimana? Lalu, kalau Rica betulan tidak salat karena dirinya, kan dia juga yang dapat dosa.
"Ya–ya udah, deh." Dengan berat hati Syafa pun memberikan mukena putih polos miliknya pada Rica.
Cewek itu jelas saja langsung kesenengan. Akhirnya dia bisa menunaikan salat di masjid.
Kalian pikir itu murni niat Rica buat salat?
Mana maen, jelas bukan, lah!
Rica berjalan ke masjid sekolah yang berada di belakang gedung kelas sepuluh IPA, dekat dengan kantin. Masjid sekolah itu cukup luas dan memiliki taman mini yang terawat.
Jadi, hari-hari biasa biasanya Rica akan nongkrong di kantin sambil nunggu ayang idamannya kelar salat. Lalu, dia akan melakukan beragam cara agar mereka bisa berinteraksi. Namun, gara-gara ucapan Eri dulu, sekarang dia mau tidak mau harus ke masjid demi bisa satu tempat dengan Kiki.
Syafa jadi korban. Cewek pemalu itu sempat kesusahan mau salat Zuhur sebelum ada adik kelas yang memberikan mukena masjid. Sebenarnya masjid itu ada lima mukena untuk umum, tetapi Syafa saya yang tidak tahu dan malu bertanya, berakhir jadi patung di depan pintu masuk masjid.
"Haiii, guys, hari ini aku mau salat berjamaah di masjid, lho!" Rica masih sempat-sempatnya main ponsel di pelataran masjid. Bikin dia dapat lirikan sinis dari beberapa orang yang merasa terganggu oleh suaranya.
Dia sudah cantik pakai mukena putih walau wudunya tadi entah benar atau tidak. Karena di dalam masjid banyak orang dan terasa panas, dia memilih duduk ngadem di luar dulu. Bahkan, meski azan sudah berkumandang. Karena yang azan bukan Kiki, cewek itu tampak cuek dan sibuk scroll beranda Instagram sampai lupa waktu.
"Aamiin!"
Suara bergema dari dalam masjid. Rica malah copot mukena. "Nunggu rakaat akhir aja, deh. Kan, sama-sama ikut jamaah juga," gumamnya dengan polos. Bukannya buru-buru masuk untuk salat berjamaah.
Rica memang sesat, gaes. Jadi, adegan ini tidak untuk ditiru.
Memang main sosmed itu menghanyutkan. Tahu-tahu, para jamaah sudah berhamburan meninggalkan masjid.
"Caca?" Itu suara lembut Syafa.
Rica buru-buru pakai lagi mukenanya, kemudian celingukan ke arah pintu ke luar jemaah laki-laki. Lalu, di antara para siswa yang antre meninggalkan masjid, sepasang mata hitam Rica menemukan sosok itu.
Tanpa menggubris pertanyaan Syafa, dia langsung lari menyusuri teras masjid secepat mungkin sebelum Kiki benar-benar ke luar.
"Ayang Kikiii!" Teriakan nyaring Rica bikin beberapa orang kaget, termasuk Kiki.
Cowok itu beristigfar sambil elus dada.
"Ya?" balasnya dingin.
"Aku habis ikutan salat Zuhur, lho!" Rica kayak lagi laporan pada komandan, bedanya dia sambil cengengesan.
"Lalu?" Kiki malah bereaksi lebih dingin.
"Ck!" Rica mengentakkan kaki sambil mengerutkan alis. Tatapannya terfokus pada wajah Kiki yang kelihatan makin tampan habis kena air wudu gini.
Kiki buang muka dan menelan ludah.
"Aku habis salat bareng kamu lho, jadi aku udah siap jadi makmum kamu!" sambung Rica. Dia gemas banget kenapa orang secerdas Kiki jadi se-lola ini kalau urusan asmara.
"Hubungannya?" Kiki jelas-jelas enggak ngeuh. Sampai-sampai dia menautkan alis dengan pandangan masih terarah ke dalam masjid.
Tanpa aba-aba, Rica langsung menyentuh tangan polos Kiki, bikin cowok itu kaget bukan main. Syafa juga ikut kaget tetapi cuma bisa istigfar.
"Aku janji deh, bakal rajin salat bareng kamu, biar jadi wanita idaman kamu secepatnya," kata Rica sambil bersandar nyaman ke tangan cowok itu.
Kiki salah tingkah, dia marah tetapi cuma bisa dipendam dan istigfar dalam hati doang.
"Rica, tolong dilepas tangan akunya. Kita bukan mahram, haram." Kiki bicara dengan nada sepelan dan sedatar mungkin.
"Ya udah, halalin secepatnya!"
"Aku masih sekolah."
"Pas libur aja!"
Ini Rica mode ngebet dilengkapi urat malu putus.
"Aku belum siap." Kiki pasrah sambil memohon ampun kepada Allah karena telah bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram.
"Tenang aja, aku bakal setia nunggu sampai kamu siap." Rica akhirnya melepaskan rangkulannya ke tangan Kiki karena ada beberapa cowok yang akan ke luar masjid juga.
Sadar dirinya sudah mulai terlepas dari cengkeraman Rica, Kiki mulai nyusun rencana untuk kabur.
"Ya udah, kamu tunggu, ya?" pinta Kiki. Kata 'tunggu' yang dia maksud adalah agar Rica menunggu di pelataran masjid, tetapi cewek itu malah salah mengartikan. Rica pikir, Kiki menyuruhnya menunggu cowok itu siap menikahinya. Memang, Rica kelebihan kadar pede.
"Iiihhh, Ayang Kikiii, tentu dong, Neng Caca ini tentu akan setia nunggin kamu. Mau sekarang yang ngantre buat nembak aku itu anak pejabat, spek sultan, spek idaman, semua bakal kuempas jauh-jauh biar hanya Kiki tersayang yang ada di hatiku!" Rica ngomong sambil memejamkan mata dan menyatukan telapak tangan di dada.
Namun, saat membuka mata, Kiki sudah lenyap dari hadapannya. Cowok itu lenyap begitu saja bak ditelan portal sihir.
"Ki? Ayang Ikiii?" Rica jerit-jerit panik. Sampai akhirnya menemukan keberadaan Kiki di ujung koridor kelas sepuluh IPA.
Sementara itu, Syafa terbengong-bengong melihat keagresifan Rica pada Kiki.
Emang kalau orang bucin, normal ya begitu?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro