Bab 4
Semaraknya kantin sewaktu istirahat itu, tetap bisa menyeimbangkan ibu-ibu rusuh yang lagi nawar dagangan di pasar.
Ah tapi ini ribut ala pelajar. Teriak-teriak karena takutnya si pedagang congek. Atau gara-gara antreannya diserobot sama anak-anak yang nggak tahu malu.
Tapi, enaknya sih yang menang undian atau sering disebut suit. Si temen yang kalah suit ribut mesen makanan, eh dia malah ngaso nempatin tempat duluan. Sambil wifi-an riang, sedangkan temennya sesak napas karena dikerubungi massa.
Teman nggak tahu diri.
Contoh realitanya sekarang. Gibran dan Tena asyik memandangi Fahri yang berkali-kali didorong dari belakang. Bukannya mau menolong, Gibran dan Tena malah mencemooh Fahri dari jauh.
Mereka sebenarnya agak nggak tega sih. Ya mau bagaimana lagi. Gara-gara Fahri nggak bisa jawab pertanyaan Bu Rahmi --sang guru matematika, sekelas harus kehilangan hampir separuh jam istirahatnya.
Sebenarnya sudah bisa ditebak. Bu Rahmi kayaknya sengaja milih Fahri, biar bisa motong waktu istirahat.
Eh astaga. Kok suuzon banget ya?
Oke, namanya kaum pelajar. Kalau ada yang bikin sial salahin guru. Kalau ketiban untung, baru ngaku-ngakunya usaha sendiri.
Untung saja Gibran dan Fahri dapat tempat. Awalnya sih nggak kosong. Tapi karena penghuni awalnya udah beres makan, jadi mereka yang giliran nempatin.
"Elo nggak kasihan sama Fahri, Gib?" tanya Tena pada Gibran.
"Biar tau rasa tuh anak!"
Gibran juga sama kesalnya kayak teman sekelas lainnya. Siapa juga yang nggak kesal waktu istirahat yang sedikit eh malah dipotong seenak jidat. Apalagi sewaktu jam matematika. Gibran si ranking satu aja gendok. Apalagi yang di bawah Gibran.
Harusnya mereka sadar juga sih! Fahri yang lebih memprihatinkan. Udah disuruh ke depan, diceramahin, disalahin, dipotong pula jam istirahatnya. Enak mereka yang cuma bisa nontonin.
"Elo mending susul deh, Ten!"
Tena memelotot tak terima. "Idih! Ogah! Elo aja. Kalo elo yang ke sana, pasti lautan manusia itu bakalan terbelah kaya laut merah yang dibelah Nabi Musa," jelas Tena panjang lebar dan lebay.
Gibran sebenarnya malas. Tapi dia juga punya hati seputih salju. Karena nggak tega lihat muka Fahri yang hampir menangis, akhirnya Gibran bangkit. Sang pahlawan akan datang membela yang lemah. Oke, ini sudah cukup berlebihan.
Sepeninggalnya Gibran, Tena dilanda kegabutan yang hakiki. Cowok ganteng si ranking tiga itu mengedarkan pandangannya. Takutnya ada yang kenal. Apalagi meja yang ia tempati masih kosong meski ada Gibran dan Fahri. Sekalian beramal buat ngegantiin dosa lantaran mengejek Fahri tadi.
Bagai pucuk datang, ulam pun tiba. Mira datang bersama besfriendnya. Alias cewek iblis yang entah hidayah darimana, namanya bagus kebalikan dari kelakuannya.
Keduanya, ah enggak. Tapi Mira saja yang kelihatan kebingunan nyari sesuatu. Kalau Agnes malah sinis lihatin orang makan. Nggak tahu deh mikirin apa dia.
Tena yang melihat mereka berdua, kontan melambaikan tangan. Mira yang duluan peka. Dan cewek itu berjalan ke arah Tena tak lupa membawa Agnes untuk mengekorinya.
Faktanya, Tena kesal kalau sudah ada Agnes. Sebab cewek itu kayak pembawa hawa buruk buat sekitar. Karena gini, ketika orang senyum pasti bawaannya kita ikutan senyum. Kalau lihat orang sinis, bawaannya mau nonjok. Belum apa-apa, udah kayak yang kesel. Gimana mau ngajak ngobrol.
Alhasil Tena menyapa Mira dan hanya mengajak bicara pada cewek itu aja.
"Elo baru ke luar kelas juga?"
Mira mengangguk setelah duduk di depan Tena. "Iya tadi ada perwalian dulu. Gara-gara Senin Bu Ana nggak ada. Elo juga?"
"Iya. Gara-gara si Fahri lagi tuh. Kita sekelas kena sial."
Tawa Mira berderai. "Dia bikin masalah apa sekarang?"
"Ya gitulah. Gue males ngingetnya juga. Btw, elo udah pesen?"
"Elo gak nanya gue?" timpal Agnes sengit. Tena yang tadi senyum, mendadak sinis. Bibirnya berkedut kesal duluan pada Agnes.
"Mau banget lo ditanyain gue?"
"Terserah." Agnes mendelik. Cewek itu baru menyesal sekarang karena bertanya. Ingatkan dia kalau Tena memang kayak punya dendam masa lalu pada Agnes.
"Gibran!" teriak Tena sambil melambaikan tangannya.
Agnes yang mendengar itu, sontak tubuhnya menegang.
Agnes lupa. Kalau ada Tena pasti ada Gibran, kalau ada Fahri pasti ada Gibran. Lama-lama mereka udah jadi kembar tiga dempetan. Soalnya kemana-mana pasti bertiga.
"Apaan?" Gibran datang dari belakang. Dan cowok itu sekarang ada di samping Agnes.
"Nih tolong pesenin buat dua putri ini," tunjuk Tena dengan dagunya.
Gibran menoleh. Sedetik kemudian, cowok itu malah cengengesan. "Eh Agnes. Lo mau pesen apa?"
"Gu-"
"Ohiya lo pesen nasi goreng dan telurnya diceplok terus setengah mateng, 'kan?"
Agnes mendengus. Gibran ternyata masih tahu favorit Agnes. Mau tak mau Agnes mengangguk.
Gibran menyunggingkan senyumnya lebar. Semoga Agnes baper kalau tahu dirinya masih ingat kesukaan Agnes.
Dasar Gibran modus!
"Kalo lo, Mir?" tanya Gibran pada Mira.
"Gue batagor aja, Gib."
Gibran mengacungkan jempolnya dan kembali lagi untuk memesan makanan. Kalau tahu ada Agnes dan salah satu pesanannya punya Agnes sih Gibran jadi tambah semangat teriak-teriak dan motong antrean.
Ahh Agnes. Cewek itu beruntung bisa jadi prioritasnya Gibran.
**
"Hmm..., kalian," panggil Mira memecahkan keheningan di meja. Karena masing-masing orang sudah sibuk dengan makanannya. Jadi, kelihatan. Mana yang kelaparan atau yang memang nggak makan nasi sebulan.
Kecuali Gibran sepertinya. Cowok itu dari tadi cuma lirik-lirik Agnes yang lagi makan sambil menyeruput kuah baksonya.
"Apa, Mir?" tanya Tena setelah menyedot jus alpukatnya.
Mira menyimpan sendoknya lantas meminum air putih sedikit banget. Yang kayaknya gunanya cuma basahin bibir.
"Sabtu ini gue ngadain ulang tahun. Kalian bisa dateng gak?"
Pertanyaan Mira memang sederhana dan cukup mudah. Jika situasi Sabtu ini tidak ada apa-apa. Mira juga akan mudah bertanya kalau Sabtu ini kosong. Nggak kaya sekarang, tangan Mira saja gemetaran.
Pasalnya, ulang tahun Mira dan Elsa diadakan di hari yang sama serta jam yang sama. Mira takut, teman-temannya itu menolak untuk datang. Apalagi mengingat Elsa itu terkenal, Mira tak pantas menunjukkan diri.
Tapi, Mira juga mau teman-teman dekatnya itu datang. Walau Mira tahu, keyakinannya tak sampai lima persen.
"Kalau kalian nggak mau, ga--"
"Gue datang kok," timpal Tena lantas tersenyum dan menyuapkan makanannya lagi. "Elo nggak usah khawatir, oke?" lanjutnya enteng.
"Tapi Ten, lo kan...," Mira ragu untuk melanjutkan.
Seolah mengerti, Tena berujar, "Jangan takut nggak ada yang dateng. Kalopun mereka-mereka nggak dateng, gue bakalan tetep dateng kok."
Mira dapat keyakinannya kembali. Meski ada ragu, Mira mencoba tetap percaya.
Tena memang bisa dipercaya. Beruntung Mira satu SMP dengan Tena, jadi Mira tak sungkan untuk minta tolong.
"Fahri dateng kok," sahut Fahri santai. Sedangkan Gibran tak berani berjanji. Pasalnya, ia sudah janji duluan pada Elsa.
Gibran nggak mau melanggar janjinya.
"Gue juga dateng."
Suara tak familier itu tiba-tiba menginterupsi kegiatan mereka. Ralat, bukan suaranya. Tapi kata-kata yang keluar.
Agnes sedang menolong Mira yang butuh teman. Itu sebuah keajaiban di tengah populasi manusia.
"Elo... dateng?" tanya Mira ragu. Fahri yang baru menyuapkan batagornya sontak mengeluarkannya kembali.
Beruntung Tena sedang menyorot Agnes sekarang. Jadi, nggak akan ada perang dunia ketiga dulu kali ini.
"Gue nggak maksa, Nes. Kalo lo--"
"Gue bakalan datang, oke?" Agnes menoleh pada Mira. "Jadi, elo tenang aja."
Agnes menekuri kembali makanannya. Seolah apa yang dikatakan Agnes bukan apa-apa.
Padahal bagi seluruh umat yang mengenal Agnes, kata-kata tadi itu merupakan kalimat ajaib. Kalimat yang tak pernah Agnes ucapkan.
Mira tak membalas lagi. Takutnya Agnes malah mengubah pikirannya. Mira sudah terlanjur senang. Meski kegembiraannya hanya bisa disimpan dalam hati.
Mengetahui Agnes mau meluangkan waktunya, Mira benar-benar bahagia. Kalau seperti itu, berarti Agnes sudah mulai menerima keberadaan Mira di sampingnya.
Di samping itu, justru Gibran jadi merasa bimbang. Awalnya cowok itu akan lebih memilih janjinya dulu yang pertama terucap. Karena Gibran yakin kalau Agnes tidak mungkin datang ke acara begituan.
Tapi, mendengar Agnes kali ini datang, Gibran kembali berpikir. Apa ia harus jadi pelanggar janji untuk pertama kalinya demi Agnes?
Elsa adalah teman SMPnya selama tiga tahun berturut-turut. Apalagi cewek itu begitu mengharapkan kehadiran Gibran. Gibran mana tega menolaknya.
Dan di sisi lain juga, Gibran ingin bertemu Agnes --cewek yang Gibran sukai dari awal masuk. Apalagi di hari Sabtu. Gibran tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan itu.
Gibran benar-benar bingung sekarang.
"Mir, lo udah punya paket yang disuruh beli Bu Rahmi belum?" tanya Tena memecah suasana yang sempat menegangkan tadi.
Mira menggeleng. "Belum. Gue mau minjem punya Agnes aja."
Tena sebenarnya udah males mau nanya juga. Apalagi pada Agnes. Kenapa sih cewek itu selalu menghancurkan niat seseorang?
"Elo udah punya bukunya, Nes?" tanya Tena ogah-ogahan.
"Belum," jawab Agnes tanpa menoleh.
Cewek itu benar-benar cuek banget. Seolah dunianya hanya ada nasi goreng plus telor ceplok setengah matang dengan dirinya.
"Trus kata Mira tadi?" tanya Tena menahan emosinya.
"Pulang hari ini baru gue beli."
"Gue ikut!" sembur Gibran tiba-tiba. Kuah bakso yang tadi hampir tertelan muncrat kemana-mana.
Tena menatap jijik. Gibran ternyata sebelas duabelas dengan Fahri. Jorok.
Tena jadi bergidik ngeri. Bagaimana kalau dirinya terkena Fahri Syndrome juga?
Sedangkan Agnes hanya melirik Gibran sekilas. Padahal Gibran sudah merutuki perbuatannya. Kalau begini, kadar kekerenannya turun beberapa persen.
"Ngapain?"
"Biar bareng aja hehe," sahut Gibran sambil mengeringkan sisa-sisa kuahnya yang tadi ke luar dari mulutnya diam-diam. "Lagian sambil hemat ongkos, 'kan? Jadi lo nebeng di motor gue aja, Nes."
Agnes berhenti mengunyah. Gibran selalu bisa memanfaatkan momentum untuk bisa bersama Agnes. Apa otaknya sudah terorganisir untuk mencoba berbagai trik buat meluluhkan hati Agnes lagi?
"Nggak usah. Nanti--"
"Nggak ada penolakan. Nanti gue ke kelas lo."
Lagi-lagi Gibran menang. Agnes tak bisa menimpali lagi. Selain karena percuma, Agnes sejujurnya senang. Bisa berduaan sama Gibran, kapan lagi?
**
Tbc tralala~
See u next update😅
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro