Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 32

Setelah dua hari menginap di rumah sakit, Agnes kembali ke rumahnya.

Sehabis rekaman hari itu diperdengarkan, Bapak pergi dan belum kembali. Dia membawa mobil pick upnya yang biasa digunakan untuk bekerja. Dan sejak itu, Agnes belum melihatnya kembali.

Rumah, kini benar-benar terasa berbeda. Dingin, sepi dan tak bernyawa. Karena rumah pada umumnya memberikan kesan berbeda tergantung dari penghuninya. Dan Agnes merasakan hal itu sekarang.

Ia lelah. Ia belum tidur benar. Pikirannya selalu menghalanginya untuk tidur pulas. Terkadang ia menangis dan tercenung sendiri setiap malam. Seolah tak ada harapan hidup untuk esok hari.

Suara isakkan menginterupsi cewek itu untuk memutar knop pintu kamarnya. Suara itu berasal dari kamar di belakangnya. Agnes berbalik. Ibu pasti sedang menangis. Entah apa alasannya, Agnes ingin tahu. Karena ibu satu-satunya yang kini menjadi tempat Agnes bersandar. Ibu yang terkadang cuek, tapi bisa terlihat lemah jika ia sudah berada di titik akhir asanya.

Agnes memutar pelan knop pintu itu. Membukanya lebar dan menampakkan ibu yang sedang menyeka air mata yang merembes di kedua pipinya.

"Bu," panggil Agnes membuat wanita itu menengadah kembali.

Kedua mata sayu itu sekarang sembab. Ada perih yang menjadi-jadi ketika Ibu berusaha mengulas senyumnya. Jika ada sakit, kenapa Ibu menunjukkan kalau dirinya baik-baik saja?

"Ada apa, Sayang?"

Agnes semakin mendekat. "Ibu kenapa?"

Ibu sempat tertegun. Dia bingung apa harus mengatakannya atau tetap menjadi rahasia. Namun, yang ia tahu Agnes bukanlah seseorang yang mudah percaya. Dia gadis yang keras kepala sama seperti suaminya.

"Ibu...."

"Bilang sama Agnes aja, Bu," ucap cewek itu seraya duduk di samping sang ibu. "Agnes nggak akan marah atau sedih."

Cewek itu, untuk pertama kalinya kembali menghapuskan sifat ketusnya. Ia tidak mungkin terus mempertahankan sikap kerasnya di tengah kegentingan masalah keluarganya.

"Adik kamu harus dioperasi, Nak," kata Ibu mulai menceritakan bebannya. Wanita itu menghirup udara sebisa mungkin meski isakkan sempat membuatnya kesulitan. "Dan perlu biaya besar."

Agnes masih menunggu. Ibu memberi jeda sebelum memberikan paparan sesungguhnya. "Ibu nggak ada uang sebanyak itu, Nak."

Ibu kembali menangis dan Agnes merengkuh tubuh ringkih milik Ibu. Ia tidak tega. Hatinya terenyuh. Air mata mulai membanjiri pipi ibu tanpa jeda.

"Tabungan Ibu masih ada?"

"Itu untuk biaya sekolahmu, Nak."

Agnes mengurai pelukannya. Cewek itu menatap dalam ibunya yang sedang menangis tersedu menutup mulutnya.

"Jangan pikirin Agnes dulu, Bu. Dendi sekarang yang lebih utama."

Ibu kembali mendongak. Ia menggeleng mendengar penjelasan Agnes yang mengutamakan adiknya. Karena pendidikannyalah yang utama. Ibu tidak bisa menjamin untuk bisa mengumpulkan uang lagi agar masa depan Agnes terjamin.

"Gapapa, Bu. Agnes berhenti sekolah dulu biar Ibu bisa fokus buat biaya operasi Dendi. Agnes justru ngerasa bersalah kalau adik Agnes sendiri nggak tertolong."

Cewek itu, tidak tahu kenapa bisa sekuat itu untuk mengatakan sebuah kebohongan. Agnes tidak mungkin melepaskan pendidikannya dimana pendidikan itu yang menjamin dirinya di masa depan nanti. Tapi, ia juga tidak mau egois. Ia lebih memilih menghilangkan bayangan masa depan indah itu daripada kehilangan adiknya. Bukankah orang yang kita sayangi lebih berharga dari harta apapun?

Ibu menghirup napasnya dalam. Ia bangga mempunyai anak pengertian seperti Agnes. Di saat sepeti ini, gadis itu meluruhkan seluruh sifat keras hatinya.

"Kamu gapapa tinggal sama bibi kamu di Bandung, Nak?" tanya ibu mendadak seraya mengusap lembut puncak kepala anaknya. Agnes menatapnya penuh tanya.

"Kenapa, Bu? Ibu—"

"Ibu nggak mau kamu putus sekolah. Ibu mau kamu punya masa depan yang cerah. Ibu di sini tidak bisa menjamin bagaimana kamu nanti. Ibu mau Dendi hidup. Tapi, Ibu nggak mau melupakan kebutuhan kamu. Bibi di Bandung bisa mencukupi kebutuhan kamu, Nak."

"Tapi, Agnes—"

"Ibu mau kamu tetep di sini. Tapi, keadaan yang memaksa kita agar seperti ini. Agnes ngerti, 'kan? Demi masa depan kamu dan keluarga kita." Ibu kemudian menunduk lesu kembali. "Dan mungkin Bapak bisa punya waktu untuk menerima keadaan ini."

Agnes mengerti. Ibu tidak bermaksud untuk mengusirnya. Justru dengan cara inilah Ibu menunjukkan kasih sayangnya. Jika begitu, apa alasan Agnes untuk tetap menolak?

"Agnes mau kok, Bu."

Ibu mencetak senyumnya. Akhirnya anak gadisnya memahami kepelikan masalah keluarganya. Mereka pun saling berpelukan. Menyatukan asa dan doa agar kehidupan keduanya bisa kembali seperti sedia kala.

**

Mira tidak habis pikir. Untuk mengajak Gibran ngobrol berdua susahnya minta digaplok. Biasanya Gibran senantiasa bahagia kalau Mira ngajak ngobrol. Bukan karena Gibran suka sama Mira. Tapi, Gibran pasti nanyain: Agnes ngomong apa soal gue?

Dan sekarang cowok itu kayaknya berubah banyak. Pasti gara-gara ulah nenek sihir KW terakhir.

"Waktu gue nggak banyak. Gue mau jemput Elsa di kelasnya."

Rahang Mirna serta-merta terbuka. Kalau Mira ada di dunia anime, rahang bawahnya itu akan jatuh ke tanah. Terkejut sebab ucapan cowok di depannya ini.

"Lo mau ngapain sama Elsa? Biasanya kan dia yang dateng ke kelas elo."

"Emang salah gue jemput pacar ke kelasnya?"

Mira hampir jantungan. Telinganya kayaknya harus diperiksa ke THT.

Elsa?

Pacar?

Gibran habis kerasukkan atau udah disantet sama cewek itu?

"Elo... pacaran sama Elsa?" tanya Mira tak percaya.

"Kalo iya, kenapa? Salah gue pacaran sama dia?"

Tuhkan, Gibran kesurupan. Gibran kan biasanya manis banget kalau ngomong. Sopan sekali kalau menjawab. Sekarang malah sebelas dua belas sama cowok-cowok sok cool. Elsa kayaknya pakai dukun super ampuh ini mah.

"Elo kan... sama Agnes," ucap Mira tak mampu melanjutkan. Karena dia juga takut kalau Gibran kenapa-kenapa. Dan cowok itu malah membalasnya mendengus.

"Gue nggak ada apa-apa lagi sama dia."

"Apa karna ini ada hubungannya Agnes sama Devin waktu itu?"

Alis Gibran tertaut, "Maksud lo?"

Mira menarik napasnya dalam. Berusaha menetralkan perasaan yang sudah berkecamuk di dalam dadanya. Ada kesal, marah dan kecewa. Gibran kok jadi mendadak pengecut gini?

"Jadi, lo pacaran sama Elsa karna Agnes waktu itu ketemuan sama Devin?" tebak Mira. "Please, Gib. Agnes itu nggak ada apa-apa sama Devin."

"Kalo Agnes sama Devin ada hubungan atau nggak, emang efek sama guenya apa, Mir?" tanya Gibran to the point. "Gue sama Agnes bukan siapa-siapa lagi."

Mira gelagapan. Itu senjata ampuh buat Mira untuk kembali tidak berkutik. Kalau Gibran sudah membahas kekandasan hubungannya dengan Agnes, Mira harus membalas apa? Tapi, ia juga tidak mau cepat menyerah. Masa Gibran jadi cuek gitu sama Agnes sih?

"Iya, gue tau. Elo sama Agnes cuma mantan. Tapi, gue tau kalian itu saling cinta, 'kan?"

"Cinta?" Gibran mendengus kembali. "Cinta manusia itu nggak ada yang abadi, Mir. Cinta orang itu bisa lapuk kalo orang yang dicintainya malah berbalik."

"Maksud lo Agnes nggak cinta gitu sama elo? Gib, dengerin gue ya—"

"Udahlah, Mir! Elo jangan ngehibur gue lagi," sela Gibran. "Gue udah berhenti ngejar Agnes. Dan kita udah setuju sama hubungan kayak gini."

"Gibran, elo nggak tahu apa-apa. Agnes bilang gitu bukan berarti—"

"Lo bilang gue nggak tahu apa-apa?" Nada bicara cowok itu mulai tinggi. "Gue ngejar dia hampir setahun ini dibilang nggak tahu apa-apa? Justru gue tahu banget, Mir. Gue tahu rasanya jatuh bangun ngejar Agnes, dia emang nggak bisa nerima keberadaan gue. Dia egois, asal lo tahu itu."

Gibran salah paham. Mira tadinya mau bilang kalau Gibran tidak tahu apa-apa soal Agnes. Gibran tidak mengenal Agnes secara detail. Gibran hanya mengenal Agnes dari luar serta menyimpulkan karakternya dengan cepat.

"Agnes nggak gitu, Gib," kata Mira lesu. "Apa Elsa yang—"

"Elsa cewek baik dan sabar. Jadi, Elsa nggak ada sangkut-pautnya dalam hubungan gue sama Agnes."

Gibran hendak berbalik. Tapi, cowok itu kembali menatap Mira dalam. "Dan elo," tunjuk Gibran. "Jangan ikut campur masalah gue. Cukup urusin hubungan lo sama Tena."

Cowok itu pun pergi. Mira tidak bisa menahannya kembali. Gibran dan persepsi buruknya. Mira tidak bisa menghapusnya dan digantikan oleh fakta sebenarnya.

Cowok itu sudah terlanjur sakit hati. Mira bisa menerka dari tatapannya yang penuh keputus-asaan. Cewek itu bisa merasakan rasa berat hati sewaktu Gibran memuji cewek lain. Mira tahu itu.

Akan tetapi, ada rasa yang mendominasi hingga Gibran tidak seperti biasanya. Mira tidak bisa menebak apa itu. Yang ia tahu, Mira sudah terlambat menarik cowok itu kembali dan menyadarkannya dari ilusi perasaan. Sekarang tinggal pemeran utamanya yang berperan. Namun, kemana sang aktris ketika situasi semakin kacau seperti ini?

**

Tbc tralala~

See u next update😅

ElsaGibran / AgnesGibran?
ElsaDevin / AgnesDevin?

**Eaa dilema banget😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro