Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1

Suasana di kota santri, asyik senangkan hati. Ah enggak. Maksudnya suasana istirahat di SMA Perjuangan saat ini ramai seperti biasa. Mungkin bukan hanya di SMA Perjuangan saja yang ramai. Tapi, di sekolah lain juga pasti begitu.

Karena tidak mungkin jam istirahat itu sepi. Kecuali, kalau para muridnya pada tobat. Alias jam istirahat malah dipakai belajar. Dan itu merupakan hal mustahil.

Biasanya kalau jam istirahat kayak sekarang, bakalan dimanfaatkan sebaik mungkin. Apalagi buat cewek-cewek ceriwis yang suka ngomongin cowok berkumis. Atau cowok-cowok yang pantatnya udah gatel buat duduk nongki-nongki di warteg belakang sekolah.

Pokoknya kantin itu adalah jam yang paling ditunggu, dimanfaatkan, disenangi, tapi paling sedikit waktunya.

Nah, tapi buat cewek berkucir kuda yang saat ini jalannya macam lomba jalan cepat, jam istirahat malah dimanfaatkan untuk mengeluarkan emosinya.

Orang-orang yang dilewati cewek ini, muka-mukanya mendadak masam, bernafsu, dan tidak kalah tajamnya dari kuku macan.

Namanya Agnesia Amanda. Cewek yang terkenal banget seantero SMA Perjuangan. Bukan karena Agnes punya nama. Walaupun Agnes cantik, tapi Agnes tidak tersohor karena hal itu.

Ketika cewek umumnya lemah lembut, ramah, baik hati dan sifat positif lainnya, Agnes malah sebaliknya.

Agnes sering disebut manusia iblis. Bukan karena Agnes sering bisikkin teman-temannya untuk berbuat maksiat. Melainkan Agnes itu sejenis makhluk yang tidak punya hati nurani.

Dan orang-orang yang sempat mencibir Agnes ketika cewek itu lewat, pastilah dia korban kekejaman Agnes.

Ah tapi tidak semua. Contohnya cewek yang sekarang jalannya di samping Agnes.

Namanya Amira Zahra.

Walau jalannya terseok-seok, hampir menabrak pilar sekolah, bahkan sudah tiga pot yang Mira tendang, Mira tetap semangat menyeimbangi langkah Agnes.

Dan Agnes, benar-benar tidak memerhatikan penderitaan Mira. Agnes tidak punya inisiatif sama sekali untuk memperkecil kecepatan langkahnya.

Asal kalian tahu. Itu baru salah satu perbuatan nyebelin Agnes. Pernah, waktu jam olahraga. Mira pingsan. Semua teman sekelasnya bahkan dari luar kelas pun, berbondong-bondong buat nolongin Mira. Tapi beda kalau Agnes. Reaksi Agnes ada di luar nalar. Lantaran Agnes cuma meng'oh'kan kejadian itu. Seolah Mira pingsan adalah berita kucing melahirkan.

Tidak penting buat Agnes.

Tapi Mira seolah punya hati baja. Meski dicuekkin Agnes, Mira tetap mau jadi teman satu-satunya Agnes. Salahkan saja hati Mira macam hello kitty. Yang tidak tega kalau temannya itu jomblo alias sendirian kalau kemana-mana. Mira mana mau.

Sekarang Mira tidak tahu harus berbuat apa. Melihat Agnes dengan raut marah kayak gitu.

Mira takut saja. Bukannya mau mengembalikan jaket abu yang sekarang Agnes pegang, Agnes malah mau memutilasi orang yang punya jaket itu. Mira tidak mau Agnes masuk penjara.

"Tenang dong, Nes." Wajah Mira sudah mau menangis. Orang-orang menatap Mira iba. Mukanya sudah merah dan berkeringat. Tapi Agnes benar-benar tidak peduli.

Hingga akhirnya baik Agnes maupun Mira, sudah ada di depan lapangan utama.

Agnes seperti tidak ada cape-capenya karena jalan cepat tadi. Sebab Agnes masih terlihat tenang, tapi matanya menatap nyalang lapangan. Beda lagi kalau Mira.

Cewek itu napasnya satu-satu. Sambil menyeka keringatnya yang sudah membanjiri dahi.

"Kok gue lemah banget kalo sama Gibran."

Hati Mira mencelos. Kemudian melihat ekspresi wajah Agnes. Gumaman Agnes terdengar lemah. Mira sejenak tertegun. Kedua mata Agnes terlihat berkaca-kaca. Salah satu perubahan Agnes sejak kenal sama orang yang namanya Gibran.

Sekilas info soal Gibran. Dia cowok terkenal. Kalau terkenalnya Gibran, kebalikan dari Agnes.

Yakin deh sebagian besar cewek-cewek SMA Perjuangan pernah kebaperan karena Gibran ini. Kapan lagi ada cowok yang murah senyum tapi ganteng? Kapan lagi ada cowok yang ramah tapi pinter?

Pasti Gibran langsung dicap sebagai cowok idaman kaum hawa.

Karena memang itulah pribadi Gibran. Tidak akan ada yang bisa menolak. Kecuali kaum cowok pastinya. Tidak mungkin cowok klepek-klepek pada Gibran. Nanti kalau disebut homo kan berabe.

Oke. Lanjut tentang Gibran.

Namanya Gibran Julian. Kalau mau tahu.

Cowok itu sekarang sedang mendribble bola hingga akhirnya bisa melakukan shoot ke ring.

Dengan nafas terengah, Gibran menoleh ke arah Agnes. Ulasan senyum Gibran semakin merekah. Dia melupakan tepuk tangan riuh penonton yang umumnya fansnya Gibran dan berlari kecil ke arah Agnes.

Sedangkan Agnes, cewek itu mendadak merinding ketika Gibran melihat padanya. Dan tubuh Agnes semakin menegang sewaktu Gibran berlari. Kemudian, jantung Agnes mendadak seperti membengkak. Karena dadanya terasa sesak sekarang. Pasalnya, Gibran sudah ada di depan Agnes.

Senyum Gibran yang khas dan lesung pipi sebagai amunisinya, berhasil membuat cewek-cewek menjerit-jerit dari kejauhan. Dan membuat Agnes lupa caranya bernapas.

"Kenapa ke sini, Nes?"

Suara lembut Gibran masuk ke gendang telinga Agnes, menelusup ke sel otaknya, hingga akhirnya mengaktifkan sel kulitnya untuk mengeluarkan keringat dingin.

"Nih!"

Agnes memberikan jaket abu yang sedari tadi dipegang. Berharap, keringat dinginnya tidak sampai terserap oleh jaket itu.

"Pulang bareng gue ya," ucap Gibran sambil mengambil jaketnya.

"Hah?!" Agnes kaget setengah mati.

"Elo bisa, 'kan?"

"Ngapain?" tanya Agnes mengerutkan dahinya.

"Yaudah. Nanti gue ke kelas elo ya."

Dasar Gibran nggak peka!

Agnes lagi deg-degan parah. Dan cowok itu seenaknya menimpali pertanyaannya sendiri.

Gibran terkekeh geli melihat wajah Agnes yang semakin ditekuk. Aneh banget. Bukannya seneng diajak pulang bareng sama cowok ganteng.

Dan cowok itu pun balik lagi ke lapangan. Melempar jaketnya asal kemudian menerima bola oranye dari teman setimnya.

Ohiya untuk reaksi fansnya Gibran yang bejibun itu, pasti sudah bisa menebak.

Semuanya melihat Agnes dengan tatapan tak suka. Jelas saja mereka seperti itu. Masa cewek jutek kayak Agnes dapat perhatian dari Gibran. Mereka tidak mungkin bisa terima.

Tapi, yang mereka tidak tahu adalah, justru pribadi Agnes itulah yang buat Gibran penasaran.

Bahkan saat ini, hati Gibran berbunga-bunga. Walau lagi main basket, Gibran tak berhenti menghentikan senyumnya. Macam orang gila yang suka duduk di emperan.

Tapi, bener. Gibran senangnya na'udzubillah. Pasalnya dari beberapa hari kemarin, Agnes menjauhinya. Dan karena hujan kemarin, akhirnya Gibran yakin. Agnes masih menyimpan perasaan itu. Meski Gibran tahu, ada satu keraguan yang Gibran masih belum bisa pahami.

**

Gibran tak berhenti mengulas senyumnya. Selama pelajaran sejarah pun, Gibran seolah gembira tentang kronologi perang dunia kedua.

Bahkan kala Pak Ramdan –sang guru bertanya, dengan cekatan Gibran menjawab. Padahal sebagian besar teman-temannya sudah mulai melebur ke dalam mimpi.

Bayangkan saja pelajaran sejarah di jam terakhir. Tentu mengundang hawa tidur yang begitu kuat. Kelas yang biasanya dipakai duduk, mendadak terasa menjadi hotel bintang lima.

"Elo masih waras 'kan, Gib?" Tena, teman sebangku Gibran menempelkan punggung tangannya ke dahi Gibran. Lantas berkerut aneh menatap raut wajah Gibran.

Senyum Gibran yang terbilang murah, kini mendadak menjadi murahan banget. Nggak ada yang ngajak senyum, Gibran senyum sendiri. Bahkan cowok itu sempat ketawa-ketiwi, padahal nggak ada yang sedang stand up comedy.

"Gue waras kok!" jawabnya sambil menyelempangkan tasnya.

"Terus kenapa dari mulai masuk istirahat tadi, lo senyum-senyum mulu? Gue tahu ya elo itu ganteng, tapi liat lo senyum mulu malah disangkanya PHP-in cewek," jelas Tena panjang lebar sembari keduanya berjalan untuk ke luar kelas.

Ucapan Tena bukannya tanpa pendasaran. Gara-gara Gibran keseringan senyum, makin banyak cewek yang klepek-klepek sama Gibran. Dan Tena tidak mau, sekolahnya mendadak jadi danau. Karena kebanyakan air mata cewek yang kena PHP Gibran.

"Hari ini gue pulang bareng sama Agnes."

Jawaban sederhana Gibran itu mengundang wajah cengo Tena. Teman sepermainan Gibran itu benar-benar tak percaya. Cuma bisa pulang bareng, Gibran seolah mendapat seluruh emas di bumi. Bayangkan kalau Gibran dan Agnes balikan lagi. Kayaknya Gibran setiap lima langkah bakalan sujud syukur.

"Cuma gitu doang?" tanya Tena meremehkan.

"Ya elo tahu kan gue sama Agnes udah putus. Dan ini pertama kalinya kita bareng lagi."

Tena mengangguk paham.
Gibran memang cowok aneh, tapi ganteng. Banyak cewek yang lebih aduhai dan lebih murah senyum daripada si jutek Agnes. Tetapi, Tena sudah tidak heran lagi sama tipe Gibran.

Mau menasehati pun tidak akan ada gunanya. Kalau orang jatuh cinta otaknya akan berhenti dengerin wejangan. Meski Tena mengundang Mario Teguh sekalipun, Tena yakin, kalau Gibran bakalan tak acuh.

"Hai Gib," sapa seorang cewek memberhentikan langkah Tena maupun Gibran.

"Hai Sa," sahut Tena duluan. Karena Gibran hanya mengangguk dan tersenyum membalas sapaan Elsa tadi.

"Yaudah deh gue duluan ya Gib, Sa," izin Tena meninggalkan Gibran dan Elsa karena cowok itu sudah punya janji duluan. Bukan sama pacar, tapi sama supir. Sebab, Tena masih jomblo dari orok.

"Ada perlu apa, Sa?" tanya Gibran setelah melambaikan tangannya pada Tena.

"Gue mau ngundang elo ke pesta ultah gue, Gib," jawab Elsa seraya memberikan selembar undangan terikat pita merah pada Gibran.

Cowok itu mengambilnya dan membaca rentetan kata yang tercetak jelas di undangan tersebut.

"Sabtu sekarang ya? Gue usahain datang ya, Sa," ucap Gibran lantas mendongak kembali menatap Elsa. Cewek itu malah cemberut.

"Jangan usahain aja dong! Elo harus dateng. Ini sweetseventeen gue. Gue mau ada sesuatu yang spesial."

"Spesialnya apa?"

"Ya kedatangan elo," jawab Elsa seraya semburat merah mewarnai kedua pipinya.

Gibran menyunggingkan senyumnya kembali.

Elsa adalah teman satu SMP Gibran. Bahkan mereka tiga tahun berturut-turut sekelas.

Btw, Gibran pernah suka pada Elsa.

Tetapi, sekarang mendengar kata-kata manis Elsa tak berarti apa-apa. Jantungnya yang dulu berdebar kala cewek itu tersenyum, sudah tiada lagi. Alias, Elsa sudah nggak sespesial dulu.

"Iya deh gue janji."

"Gue pegang ya janji elo."

Gibran hendak berujar, tetapi secepat itu pula, Elsa menginterupsinya.

"Gue pulang bareng elo ya. Kan kita searah, Gib."

Gibran sudah tahu sebenarnya. Elsa pasti berusaha mencari kesempatan agar mereka ada di dalam momen berdua.

Cewek itu baru kali ini menaruh perasaan pada Gibran. Padahal dulu, Gibran mengejar-ngejar cewek itu, cewek itu malah tak menggubrisnya sama sekali.

Bukannya Gibran ingin balas dendam. Tetapi, dalam kamus hidupnya, Gibran tak ingin mencintai orang yang sama untuk kedua kalinya setelah dia memutuskan untuk move on.

Eh tapi kalau soal perasaan siapa yang bisa memprediksi?

Lagian Gibran pikir, cinta monyet SMP itu mengerikan. Dulu rasa tertarik timbul karena melihat dari paras semata. Nggak peduli orang itu berbuat tercela sekali pun. Sekarang Gibran sadar, Elsa mungkin punya sifat itu dari dulu.

"Sorry ya. Gue udah punya janji sama seseorang."

"Siapa?"

"Agnes."

Jawaban Gibran suskes menohok hati Elsa. Senyuman cewek itu juga tak semerekah tadi. Rasa benci dan ambisinya kembali berkecamuk. Tapi, cewek itu berusaha setegar mungkin.

"Yaudah kapan-kapan aja deh!"

"Oke. Gue duluan ya, Sa."

Gibran pun meninggalkan Elsa dengan langkah teburu-buru.

Elsa masih menatap kepergian Gibran. Cewek itu mengangkat salah satu ujung bibirnya lantas mengibaskan rambut panjangnya.

Berbagai macam umpatan kasar terus beranak pinak di salah satu sel otaknya. Hingga akhirnya cewek itu pun pergi dengan penuh emosi yang ingin segera diteriakkan.

**

Tbc tralala~

See u next update😅

dcfamily

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro