Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Misteri Tak Terpecahkan

Misteri Tak Terpecahkan

“Maju, majuu! Petualangan menanti kita di depan sana!”

“Iya, astaga, tolong tutup mulutmu.” Areska menggeleng lelah dengan kelakuan anak perempuan lima belas tahun yang sedang memimpin barisan mereka. Rambut keemasan bergaya bob–wig cosplay–sang anak bergoyang-goyang mengikuti langkah tegapnya. Ia tampak semangat, terlalu semangat malahan.

“Shh, biarin Aurel berisik hari ini, Ka. Besok dia ujian sekolah,” celetuk Alfa. Pemuda itu berpindah dari belakang Areska menjadi ke sebelah kirinya sembari menggandeng seorang anak laki-laki berusia lebih muda dari Aurel–Audra. “Aku juga enggak sabar lihat muka dia bercucuran air mata nanti.”

Areska dan Alfa saling bertatapan sebelum mengikik jahat. “Iya juga ya. Besok ujian apa?” bisik Areska.

“Matematika. Aku kebagian jadi pengawas di sekolah dia– jangan kasih tau, ya.”

Hari ini adalah hari terakhir rekreasi mereka. Villa keluarga Daniswara memiliki taman belakang yang sangat luas dan sejauh yang mereka tahu hanya lingkaran dalam saja yang terurus. Aurel ingin menjelajahi bagian luar taman, tetapi Areska dan Alfa takut kalau-kalau ada hewan buas. Namun, pengurus taman bilang tidak mungkin ada hewan buas karena taman ini sebenarnya berada di atas tebing jadi mereka akan baik-baik saja. Pengurus villa juga sudah sering ke sana dan mereka telah memasang pagar penghalang supaya tidak ada yang jatuh.

Aurel yang awalnya bersedih menjadi semangat lagi, anak itu langsung mengganti pakaian dengan kostum tokoh kartun kesayangannya yang selalu dibawa setiap mereka pergi jalan-jalan–tetapi jarang dipakai karena tidak ada kesempatan–dan menarik saudara-saudaranya ke luar villa. Namun, tidak ada yang menyangka bahwa mereka akan menemukan sebuah misteri berharga terkubur di atas tebing ini setelah menyusuri jalan setapak dan tiba di halaman luas bertaburkan ribuan bunga liar.

Angin sejuk membawa pergi keringat mereka. Tikar pun digelar. Areska mengistirahatkan kedua kakinya yang terasa berat, ia meraih botol minum dari tas pinggang lalu menyedot isinya seperti orang dehidrasi. Maklum saja, gadis perkotaan yang tidak suka pergi ke luar apalagi jalan-jalan sepertinya tidak cocok untuk ini.

Tuk.

“Kita baru jalan dua puluh menit, lo, udah gelar tikar aja.” Alfa menoyor pundak Areska dengan botol minum.

“Jalan plus nanjak gunung.”

“Alay. Cuma tanah enggak rata doan–”

Duak.

“Aduh!”

Gadis itu memukul sang pemuda dengan ranting pohon. “Maaf ya kalau aku enggak kayak kalian.”

DUAK!

“AAAHH!”

Areska dan Alfa langsung menengok ke arah suara teriakan Aurel. Mereka berlari secepat mungkin, sang gadis sempat terpeleset dan telapak tangannya terluka ketika berusaha menyangga tubuh. Alfa menarik Audra, melihat kondisi untuk mengonfirmasi keadaannya sebelum berlutut memerhatikan Aurel yang berguling kesakitan di atas bunga-bunga liar.

“Baru ditinggal bentar aja udah ada aja kejadian baru,” komentar Areska menyusul di belakang. “Adikku sayang, kamu ngapain, sih?”

Mata hitam gadis itu bergeser ke samping kanan Audra. Tanah menonjol di sana menarik perhatian. Ia bergerak mendekat dan menusuk-tusuk tanah tersebut menggunakan ranting patah. Keras. Sepertinya ada sesuatu.

“Iya, iya, mana yang kesandung? Waduh, berdarah, cup, cup, kan besok ujiannya kok udah nangis sekarang?” Selagi Alfa sibuk menenangkan Aurel yang menangis sesenggukan–padahal hanya tersandung, Areska menggali gundukan tanah tadi dan menemukan sebuah permukaan persegi panjang yang dihiasi ukiran emas.

Areska menengok ke Aurel. “Ini yang bikin kamu– HAHAHA!” Gadis itu tak kuasa menahan tawa melihat bagian wig Aurel yang seharusnya menutupi belakang kepala malah menutupi wajah ingusan sang anak.

“Hus, jangan gitu!” tegur Alfa sembari memeluk Aurel. Walaupun begitu, Areska dapat melihat Alfa menahan tawa.

Tidak lanjut berbicara, Areska kembali mengeruk tanah dan mengeluarkan benda mewah yang terkubur di antara hamparan bunga liar. Ia mengangkat benda itu ke atas kepala dan menggoyangkannya. Terdengar klatak-klutuk, benda di dalam kotak bersentuhan dengan sisi-sisi kotak setiap Areska menggerakkan tangan.

“Ini apa, deh?”

“Apa?” balas Alfa.

Audrey sudah duduk di antara Alfa dan Audra, masih sibuk membenarkan wig dan menghapus air mata.

“Ini.” Areska bangkit lalu duduk di depan ketiga saudaranya sehingga mereka dapat melihat dengan jelas. Ia menyodorkan sebuah kotak hitam dengan ukiran-ukiran emas memenuhi setiap sisi, tampak mewah dan mahal. “Kotak permata?”

“Kotak perhiasan, mungkin,” ucap Alfa.

“Kotak uang!” seru Audra kemudian mengambil kotak tersebut dan mencoba membukanya dengan dua tangan mungil.

Alfa menggaruk pipi. “Kamu masih kecil udah mikirin uang ….”

“Itu kotak yang bikin aku jatuh!” seru Aurel menyaingi Audra seakan tidak mau kalah suara. “Kotak jelek!”

Angin berembus kembali, beberapa detik kemudian awan bergerak menutupi sinar mentari. Alfa berdiri dan mengedarkan pandangan ke ujung langit, tidak begitu jelas karena terhalang pepohonan, tetapi terdapat warna kelabu di sela-sela ranting dan daun hijau yang saling menutupi satu sama lain. Rasa-rasanya akan turun hujan.

“Mau turun, enggak?” usulnya.

Tiga kepala di bawah mengangguk.

Trak.

Namun, suara yang datang dari kotak hitam mewah tadi membuat semua kembali fokus padanya. Audra segera melepaskan genggamannya dan sesuatu meluncur dari kotak itu, sebuah kelereng putih. Areska mengangkat kotak untuk mencari dari mana kelereng keluar, tetapi tidak menemukan apa pun kecuali lubang di tengah tutup kotak yang sebelumnya tidak ada–kalau ingatan sang gadis benar.

Alfa berjongkok dan mengambil kelereng lalu berkata, “Kayaknya ini kotak puzzle yang sering aku lihat di YouTube, kita harus menyelesaikan mekanisme kotaknya biar bisa dibuka.”

“Eh, bentar.” Sang pemuda memasukkan kelereng ke lubang tadi. Sesuatu bergerak di dalam kotak dan sebuah kompartemen di bawah kotak meluncur ke luar, selembar kertas tersimpan di sana.

“Bunga merah.” Audra membacanya. “Apa artinya?”

Refleks semua orang termasuk Aurel melihat sekitar. Tempat mereka sekarang ini ditumbuhi bunga-bunga liar berwarna putih. Kalau harus mencari bunga merah, sih, lumayan mudah. “Di sana,” sebut Aurel menunjuk ke timur.

Alfa berjalan ke sana dan menyentuh mahkota bunganya, terasa palsu. Lantas, ia mencabut bunga tersebut dan menemukan sebuah kunci kecil diikat pada akar plastiknya. “Kunci!”

Akan tetapi, kunci tersebut bukan kunci yang tepat untuk membuka bagian ‘besar’ kotak karena setelah Alfa memasukkannya ke bagian di mana lubang kunci bertengger, tidak cocok, kuncinya terlalu kecil. Ternyata itu adalah kunci untuk kompartemen tadi–Areska menemukannya setelah mengambil kertas.

Klak.

Setengah dari kotak terpisah menjadi dua. Mereka kira semua sudah selesai, ternyata ada kertas lagi, sebuah peta, dan itu adalah peta taman raksasa ini.

“Wah ….”

Ada tiga silang merah pada titik-titik tertentu di peta. Ini lumayan jauh.

“Harta karun!?” pekik Aurel bersemangat. “Ayo berburu harta karun!”

“Mending kita turun, ini mau hujan.”

Cahaya mentari kembali teptat setelah Areska berucap. Aurel menyeringai, bahkan alam menolak mereka berempat kembali ke villa.

***

“Kita ke utara.”

“Itu selatan! Lihat mata angin di atas kiri!”

Alfa tertawa malu. Pemuda buta arah itu akhirnya hanya mengekori Aurel yang memimpin barisan di jalan setapak.

Sebelumnya, mereka telah mendatangi tempat pertama yang ditunjukkan di peta dengan angka satu. Di sana mereka harus mengambil kunci yang ujungnya berbentuk bola, kunci itu dimasukkan ke sisi bawah kotak kecil yang terpisah tadi, kotak utama yang harus dibuka.

Lokasi kedua dan ketiga tidak ada bedanya, mereka mendapatkan kunci yang disimpan terikat di ranting pohon dan akhirnya berhasil membuka kotak. Namun, yang membuat mereka menjadi frustrasi adalah, setelah kotak utama terbuka, masih ada lubang kunci lagi yang harus diputar. Lubang kunci kali ini besar dan tampak seperti lubang kunci biasa, mirip yang ada di setiap pintu villa.

“Enggak ada petunjuk lagi,” ucap Aurel sambil menggoyang-goyangkan kotak.

“Mending kita turun,” usul Areska kelelahan.

“Kak Are lemah, ah, enggak seru.” Kini Audra berkomentar. Sejujurnya, hati Areska sedikit tersakiti, tetapi ia sok tidak peduli.

Alfa melipat tangan. “Benar kata Areska, kita turun dan tanya kunci kotak ini ke pengurus villa.”

***

“Oalah, kotak itu, toh.” Sang penjaga villa, lelaki berkumis dengan perawakan besar membuka lemari kecil di dinding yang berisi kunci. “Ini kuncinya. Barang yang ada di dalam situ jangan sampai hilang, ya.”

“Loh, emang ini kotak apa? Kotak siapa? Kok petunjuknya enggak ada?” tanya Aurel beruntun.

Sang pria hanya menyunggingkan senyum. “Coba buka saja.”

Dan isinya adalah …!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro