Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

💖2. Perasaan Elio💖

Elio duduk di tepi kasur. Dia menatap kosong lantai kamarnya. Selama ini ia mengikuti semua titah sang mami. Seperti berkuliah di fakultas kedokteran, mengambil spesialis interna mengikuti jejak papi tirinya, dan sekarang maminya ingin ia segera menikah.

Kenapa Gea? Kenapa aku melamar Gea? Bukan Luna?

Elio duduk di belakang meja tulis kamarnya. Dia mengambil pigura yang membingkai gambar dirinya dan Gea yang tersenyum lebar saat ia peluk. Pigura dan foto itu adalah hadiah jadian mereka yang pertama pada tanggal 14 Februari.

Elio menarik bibir mengamati foto itu. Ia selalu bisa menyunggingkan senyum simpul bila berada di samping Gea. Gadis itu sangat pandai melucu yang membuat dia sangat terhibur. Gelar "Lady Awul-awul" ia sematkan saat mereka baru saja jadian karena rambut Gea yang ikal bila tergerai bagaikan kembang yang mekar.

Elio membuka bingkai kayu. Di balik fotonya bersama Gea, terdapat gambar dirinya bersama Luna. Luna adalah mantan pacarnya. Mereka putus saat Elio mendapati Luna berselingkuh. Baginya, tidak ada ampun bagi seorang pengkhianat. Seperti maminya yang justru berpelukan dengan lelaki lain saat ayahnya sedang dalam sakratul maut. Elio yang saat itu menjadi anak tunggal, hanya bisa menangis ketakutan melihat ayahnya hendak meregang nyawa.

Hal itu pula membuat Elio mengiyakan saja ajakan jadian Gea yang berani menembaknya. Elio terperangah saat Gea menyodorkan sebuah cokelat home made yang rasanya begitu lembut dan membuat batin Elio menghangat. Saat itu juga, Elio berbalik mengejar Gea dan memberi jawaban dengan anggukan.

Namun, selama berpacaran, Elio bahkan tak tahu perasaannya. Memacari Luna yang cantik pun bukan karena keinginan hatinya. Dahulu ia kalah taruhan yang berimbas pada hukuman menembak gadis paling cantik sefakultas. Walaupun Elio awalnya hanya bermain-main, tetapi ia tidak pernah melihat perempuan lain selain Luna. Sedangkan perasaannya saat bersama Gea, sampai sekarang hanyalah sebatas perasaan nyaman. Karena Elio tahu, tidak ada lelaki lain yang akan melirik gadis penurut yang selalu mengikuti perkataannya.

Elio mengambil gawai yang ada di saku celana depan. Jarinya menari di atas permukaan ponsel untuk membuka kunci dan mencari nomor kontak Lady Awul-awul. Begitu menemukan kontak Gea, ia menyentuh layarnya, tanda menghubungkan panggilan.

Senyum tipis mengembang di bibir Elio. Seperti biasa, tak perlu menunggu sampai lima kali nada hubung, suara Gea sudah menyusup di liang pendengaran Elio. Suara renyah yang serak khas Gea menyapanya.

"Ya, Mas?"

Elio tahu, Gea pasti sudah tidur. Begitu nada dering khusus terdengar, ia langsung terbangun. Elio terkekeh tak bersuara sambil mengangguk-angguk. Hanya lewat telepon dia bisa bebas mengekspresikan apa yang dirasakannnya. Entah kenapa Elio enggan terlalu banyak mengungkapkan perasaan. Lelaki itu memilih menjaga jarak supaya hatinya tidak terluka seperti kisah pertamanya dengan Luna.

"Belum tidur?" tanya Elio iseng.

"Hmm ... sudah. Tapi Mas Elio telepon malam-malam, auto gercep angkat," jawab Gea.

Tawa Elio menguar. Lelaki itu tahu Gea trauma saat Elio marah. Waktu itu, handphone Gea tertinggal dan Elio tidak bisa menghubunginya. Saat Elio menunggu dengan cemas di rumah Gea, Gea justru dengan santai pulang diantar oleh Jingga Permana, teman SMA Gea.

"Gea, udah nanya Bunda belum?" tanya Elio. Pertiwi memang menyuruh Elio memanggilnya Bunda.

"Udah. Katanya, minggu depan kalau Mas Elio mau, Mas bisa lamaran." Tenggorokan Elio tersekat mendengar jawaban Gea. Elio menelan ludah kasar.

Sejenak tak ada percakapan. Suara Gea mendistraksi pikiran Elio yang melayang. "Mas?"

"Ah, ya, Ge. Nanti aku bilang Mami."

"Mami ngizinin, Mas?"

"Kok kamu nanya gitu? Emang kamu pernah lihat Mami nggak setuju sama hubungan kita?" Elio heran, karena selama ini Gea tidak menunjukkan tanda-tanda dia pernah ditolak maminya. Walaupun sang mami tidak terlalu puas dengan pilihan Elio—karena membandingkan Gea dengan Luna—tetapi Anna tetap bersikap ramah pada Gea.

"Hehehe. Lah kok tadi nggak langsung jawab? Kupikir ada yang nggak setuju sama hubungan kita."

Elio bernapas lega. Gea memang gadis yang cuek dan tidak terlalu banyak ambil pusing. Dia sudah banyak dipusingkan membantu bundanya mengurus adik-adik dan merajut untuk membuat bandana yang akan dijual. Keluarga mereka dulu cukup berada, namun kini terhempas saat ditinggal pergi sang ayah. Ayah Gea dulunya dokter hewan. Pernah menjabat sebagai kepala bagian di Dinas Peternakan. Saat sang ayah harus menjalani kemoterapi dan operasi kanker prostat, banyak biaya yang harus dikeluarkan sehingga tabungan mereka terkuras. Keluarga Gea pun hanya mengandalkan nafkah dari bundanya yang bekerja sebagai seorang guru PNS setelah sang Ayah meninggal.

"Yang nikah kan kita, Ge? Asal kita berdua oke, jadi, kan?"

"Iya, Mas, aku percaya. Mas udah memilih Gea, artinya Mas sayang sama Gea."

Sayang? Elio membatin ragu pernyataan Gea.

"Kok diem?"

"Kamu, kok bisa menyimpulkan begitu? Aku bisa dihitung kan bilang 'sayang' sama kamu?" Elio menunggu jawaban Gea. Hanya embusan napas Gea yang terdengar di speaker–nya selama beberapa saat.

"Kalau nggak sayang, nggak mungkin Mas Elio menerima tembakanku. Kalau nggak sayang, nggak mungkin pas aku dianter pulang Jingga, Mas Elio marahnya sampai seminggu. Kalau nggak sayang, nggak mungkin Mas Elio meluk aku sambil bilang 'Ge, jangan bikin aku khawatir! Jangan pernah jalan sama cowok lain. Aku sayang ....'"

"Udah, udah!" potong Elio cepat. Kuduknya berdiri mengingat apa yang diceritakan Gea. Terdengar tawa renyah meledak di seberang.

"Karena aku tahu, Mas Elio jarang ngomong sayang. Sekali bilang, akan aku pendam dan aku ingat baik-baik."

"Gea," gumam Elio yang membuat Gea terkekeh. Beruntung mereka bercakap-cakap di telepon sehingga Gea pasti tidak akan menyangka wajah Elio sudah semerah kepiting yang baru saja diangkat dari air mendidih.

"Iya, Mas?"

"Tunggu kami malam Minggu nanti."

***

Aryo mengajak keluarganya sarapan di sebuah rumah makan soto setelah misa di Gereja. Sebenarnya Elio enggan, tetapi tetap saja dia ikut karena mereka berangkat satu mobil.

Tatapan tajam dilabuhkan padanya oleh kedua orang tua itu. Sementara Bernadeth Aileen Dewanti, adik tiri yang juga sepupunya karena anak dari adik sang Papi, sudah larut dengan makanan di depannya.

"Kenapa pada lihatnya seperti itu?" tanya Elio sambil memasukkan sesendok nasi soto yang berkuah panas ke dalam mulutnya.

"Kamu yakin akan melamar Gea, Mas?" tanya Anna meyakinkan dirinya. Aileen yang mendengar ucapan maminya tersedak.

"Apa? Mas Elio ngelamar Mbak Gea? Kakaknya Pelangi itu?" Aileen meyakinkan pendengarannya.

"Iya! Kenapa?" Hubungan Elio dan Aileen seperti anjing dan kucing. Mereka sering berdebat dan bertengkar bila bertemu, tetapi saling mencari bila berpisah sehari saja.

"Yakin, Mas?" Mata besar berbulu lentik Aileen membulat lebar.

"Emang kenapa?" Alis Elio terangkat. Dia menggigit kasar tempe goreng yang sedang dipegangnya dengan tangan kiri.

"Kaget aja. Dari Mbak Luna ke Mbak Gea ...."

Aryo berdeham menyudahi debat anak mereka. "Kamu sudah yakin, Mas? Pernikahan bukan hal main-main." tandas Aryo.

"Semantap Papi Aryo menggeser posisi Papi kandungku di hati Mami."

"Mas Elio!" Mata Anna melotot tak percaya dengan ucapan Elio. Elio menarik miring bibirnya.

"Sudah, sudah!" Aryo menenangkan istrinya.

Elio memang tak pernah menunjukkan sikap bersahabat dengan maminya sejak Aryo menikahi Anna. Padahal Elio kecil itu sangat senang bermanja dengan Aryo, dan sangat dekat dengan maminya. "Kalau memang kamu sudah mantap, Papi besok akan melamarkan Gea untuk kamu. Sekalian besok kita akan bicarakan tanggal pernikahannya. Gimana, Mi?"

Anna mendengkus. Ia bukannya tidak menyetujui. Hanya saja, melihat anaknya yang masih dekat dengan Luna selama ia berpacaran dengan Gea, membuat Anna menyimpulkan hati Elio masih berlabuh pada Luna.

"Mami kasihan sama Gea. Kamu tahu kan gadis itu benar-benar mendamba kamu?"

"Bucin, Mi! Mau-maunya dijadiin budaknya Elio!" potong Aileen.

"Njir! Kaya kamu nggak jadi budak cintanya Believe aja! Tapi yang disuka nggak sadar-sadar!" Aileen mencebik. Elio selalu tahu kelemahannya.

"Bisa nggak kalian diam? Sudah besar, tetap saja kalian seperti anjing dan kucing!" sergah Anna kesal. Aileen menjulurkan lidah, mengejek Elio yang tak mengindahkannya. "Dengar, Mas! Pernikahan itu bukan hal sepele. Kamu harus pikirkan."

"Mi, aku bingung! Kemarin Mami suruh aku cepat menikah, sekarang setelah aku melamar Gea, Mami seperti kebakaran jenggot." ujar Elio dengan nada gusar.

"Awalnya Mami harap kamu cepat menikah dengan Gea. Tapi setelah Mami tahu kamu sering ketemu dengan Luna di rumah sakit sehingga menimbulkan gosip, Mami jadi ragu dengan hubunganmu sama Gea," terang Anna mengemukakan kecemasannya.

"Gosip? Mami pasti dengar dari Aileen!" Pandangan Elio menyipit pada adik tirinya yang dibalas dengan cibiran Aileen.

"Ya, kan kebetulan, aku iship[1]di sana! Bayangin kalau Pelangi coass[2] di rumah sakit yang sama, pasti Mas udah putus dulu-dulu sama Mbak Gea!" kilah Aileen.

"Mi, Pi, aku hanya butuh dilamarkan, direstui saat menikah nanti. Aku yakin Gea bisa menjadi istri dan menantu yang baik."

Anna membuang napas kasar. "Tak dimungkiri, dia tipe pengabdi. Justru itu, Mami takut kalau kamu menyakitinya."

Iship = Internship (program magang setelah lulus dokter umum)

Coass = program profesi dokter umum (dokter muda)

💕Dee_ane💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro