Catatan Harian sang Kucing dari Kampung Asri
Karya lama yang kebetulan mau aku repost di sini aja (doksli ada di foto atas)
***
Sekian purnama berlalu, akhirnya aku menyelesaikan misi yang diberikan sang Penyihir kepadaku. Di tengah perjalanan, harusnya aku menemukan sesuatu yang menarik untuk dimakan. Akhirnya, aku menemukan sekelompok peri hutan yang sedang mengelilingi api unggun, membisikan kisah demi kisah yang diturunkan leluhur mereka.
Salah satu dari mereka melihatku. "Ah, Kucing dari Negeri Jingga, bukan?"
Aku mengiakan. Memang benar aku meninggali negeri itu walau kini lebih sering berkelana.
"Duduk sini, mari kita berbincang!" ajaknya.
Rupanya, peri hutan yang mengajakku tadi merupakan Kapten Peri yang kebetulan sedang beristirahat bersama anak buahnya. Mereka semua menyambutku dan kami pun saling memamerkan kekuatan sihir masing-masing. Aku berikan tanggapan, juga sebaliknya. Kami pun menikmati waktu kebersamaan ini hingga aku mulai betah dan memutuskan mengikat tali pertemanan bersama mereka.
Namun, yang kutemukan justru sosok aneh yang mengaku sebagai Penyihir Agung. Penampilannya aneh, tingkahnya pun tidak menunjukkan wibawa layaknya Penyihir Agung lainnya. Dia tiba-tiba masuk dan merusak acara pertemanan kami.
Sosok itu menyeringai dan meminta Kapten Peri untuk menampilkan kekuatan sihirnya. Sang Kapten membiarkan.
Sosok itu mulai mengeluarkan mantra-mantra mengerikan yang entah dari iblis mana dia dapatnya. Aku yang ketakutan pun tidak berani berkata sepatah kata pun.
"Lihatlah, Kaum Dungu!" seru sosok itu. "Jangan gunakan sihir bilamana terasa perlu, karena sihir tiada pantas digunakan dalam kehidupan sama sekali. Hanya Penyihir yang pantas menggunakannya."
Aku tersinggung. Lantaran aku pun terlahir karena sihir dan itu sudah menjadi bagian dari hidupku. Meski aku memang pada dasarnya hanya seekor kucing ajaib. Kutunggu sampai ada yang protes padanya.
Namun, tidak ada yang membalasnya. Sang Kapten hanya menatap sosok itu tanpa reaksi, seakan menunggu aksi lain darinya.
Sosok itu kian keras melafalkan mantranya, dia bahkan menari di atas api unggun dan menghasilkan api raksasa yang nyaris membakar kami.
"Cukup! Pergi dari sini!" seru Kapten Peri sambil mengeluarkan bola api dari tangannya. Sukses membuat makhluk meresahkan itu memental hingga tak terlihat lagi.
Begitu dia pergi, kami berusaha menenangkan diri dengan membahas kata-katanya.
"Ah, masa hanya Penyihir yang pantas memakai sihir? Bukankah dunia ini terbuat dari sihir dan untuknya pula kita gunakan untuk melengkapi hidup," ujar salah satu peri.
Aku melirik sang Kapten, dia lalu tersenyum menahan tawa. "Sudah, biarkan saja. Dia pasti hanya Penyihir gila yang tersesat di hutan."
Kami pun melupakan kedatangan makhluk itu dengan melanjutkan obrolan kami hingga bulan berganti menjadi matahari.
Melihat hari sudah berganti, aku pamit dan meninggalkan mereka sekaligus berjanji untuk tetap saling sapa bila bertemu kembali.
***
Aku akhirnya bisa kembali ke kampung halamanku, Kampung Asri. Namun, ada kejanggalan yang kutemukan.
Kulihat sosok misterius sedang bicara di tengah kampung, tampak serius seperti biasa. Ah, dia si Penyihir Hitam dari Negeri Kegelapan. Sudah sejak lama dia tidak muncul dan menciptakan percikan api di antara keharmonisan kampung ini. Mantra apa lagi yang akan dia lafalkan?
"Kepada seluruh penghuni Kampung Asri, aku ingin telah menemukan sosok yang ingin menyesatkan kalian!" serunya di antara kerumunan yang penasaran.
Aku pun mendekat untuk mendengarkan.
Penyihir Hitam melanjutkan. "Dia mengaku sebagai Penyihir Agung. Dia pernah menyampaikan bahwa tidak pantas bagi kita-makhluk sihir biasa-menggunakan sihir dalam dunia yang penuh dengan sihir ini, kecuali jika dia Penyihir Agung seperti dirinya. Itu tidak pantas! Menentang arti sihir yang bumi berikan kepada kita, penghuninya!"
Sorak-sorai mulai menyambut. Baru kali ini warga Asri termasuk aku, tidak merasa terancam akan keberadaannya. Dia memang sering berbuat onar, tapi dia tidak pernah memberatkan warga lain.
Tawa menggelegar membuat suasana seketika hening. Jauh di ujung sana, terlihat bayangan putih, sangat kontras dengan penampilan Penyihir Hitam. Kami semua mengenalnya dan kami segan padanya. Dialah Raja Penyihir, penguasa absolut Kampung Asri. Dia terkenal akan kekuatan sihirnya yang di luar nalar dan tentunya, satu dari sedikit warga yang berhasil membuat Penyihir Hitam tunduk padanya.
"Baru kali ini kulihat kau di jalan yang benar," ujar Raja Penyihir sambil tersenyum mengejek.
Sesuai dugaan, Penyihir Hitam menyambut ucapan itu dengan wajah masam. "Kali ini, aku akan memihakmu bila makhluk itu datang ke kampung kita."
"Oh, luar biasa!" seru salah satu warga. "Penyihir Hitam dan Raja Penyihir bersatu? Kisah ini layak diabadikan dalam tinta emas!"
Warga pun bersorak.
Namun, keceriaan kami terhenti ketika sosok yang kulihat di hutan kemarin kembali. Itulah sosok yang mengaku sebagai Penyihir Agung.
Penyihir Hitam menyiapkan senjatanya berupa bayangan hitam yang mampu menarik lawannya ke neraka.
Sementara Raja Penyihir hanya tinggal menarik Pedang Surgawi andalannya yang mampu menghilangkan jejak lawannya bahkan sampai ke dimensi lain sekali pun. Raja Penyihir jelas juga waspada, tapi dia tetap memasang wajah ramah pada sosok itu.
Penyihir Agung menyadari bahwa kedatangannya tidak disambut dengan baik. "Kalian kaum sesat! Jangan pakai sihir jika kalian bukan Penyihir Agung sepertiku!"
"Bumi ini ada bersama dengan sihir, dengan sihir juga kami gunakan untuk melengkapi hidup," sahut Penyihir Hitam.
"Kau dari Negeri Kegelapan dan kau bawa serta pula kegelapan itu ke negeri orang," sinis Penyihir Agung.
"Setidaknya aku tidak membuat aturan seenaknya sepertimu," ujar Penyihir Hitam.
"Kaum sesat akan selamanya sesat!" Penyihir Agung mengeluarkan aura putih dari tubuhnya, membuatnya hampir tak terlihat akibat tertelan cahaya itu.
"Jangan kau sebarkan kesesatanmu pada penghuni bumi!" tegur Raja Penyihir. "Jika semesta memberi kita sihir, berarti kita pantas memakainya asalkan atas dasar kebaikan."
"Oh, kau kira mereka akan melakukannya sesuai kehendakmu yang mustahil itu?" sahut Penyihir Agung.
"Memang apa dasar dari hukum sesat yang kausampaikan tadi? Kata siapa sihir dilarang jika kita saja hidup dipenuhi dengannya pula?" balas Penyihir Hitam.
"Tidak ada yang lebih pantas menggunakan sihir kecuali Penyihir Agung, karena hanya dia yang cukup bijak menggunakannya," kata Penyihir Agung.
"Apa tingkahmu sudah mencerminkan kebijakan itu sendiri?" sahut Raja Penyihir.
Blash!
Kilat nyaris saja menyambar Raja Penyihir. Dia berhasil menahannya dengan Perisai Sihir, nyaris saja lenyap kalau saja terlambat.
Warga terkesiap, mereka mulai bergerak mendekati Penyihir Agung untuk menyerang. Aku tidak tinggal diam, aku ambil sebuah buku mantra yang setebal satu pulau untuk meratakan kepalanya. Namun, belum sempat kuangkat buku itu, terdengar seruan dari Raja Penyihir.
"Orang sepertimu akan selamanya merasa bijak kalau tidak melihat sisi lain dari dunia ini," katanya dengan tenang.
Penyihir Agung tidak terima. Dia melesat ke arah Raja Penyihir.
Tubuhnya terpental akibat tendangan sepatu besi milik Penyihir Hitam. Dia nyaris mengirim sosok aneh itu ke neraka, tapi serangannya berhasil ditangkis oleh Penyihir Agung.
Penyihir Agung berlari menjauh hingga tercipta jarak antara mereka. Dia menatap kami semua dengan tajam, seakan siap menghabisi kami. Namun, kami tidak akan takut dengan sosok seperti dia. Lihatlah, bisanya hanya berkoar-koar tapi sihirnya saja bahkan tidak sanggup melawan satu orang saja.
"Pengecut sepertimu tidak pantas menjadi Penyihir Agung!" seru Penyihir Hitam. "Melihatmu seenaknya memberi perintah sudah memberiku gambaran akan negeri yang kau pimpin kelak, kehancuran."
"Kau yang sesat akan selamanya menganggap kebenaran itu batil," ujar Penyihir Agung. Dia bergerak mundur, tampak hendak pergi.
"Mau ke mana kau?!" Penyihir Hitam bergerak mengejarnya.
Keduanya pun menghilang dari pandangan kami, sepertinya, ini akhir dari pertempuran aneh kali ini. Raja Penyihir tampak berdiri sambil mengamati kepergian kedua sosok itu. Dia hanya tersenyum lalu berjalan meninggalkan kami.
Raja Penyihir tahu, kami semua tahu. Apa pun yang terjadi, Penyihir Hitam pasti akan kembali ke Kampung Asri dan tentunya akan membawakan mantra baru untuk kami kelak.
Entah apa yang akan terjadi setelahnya, aku hanya bisa menunggu dan mempersiapkan diri.
TAMAT
Catatan Penulis : yang tahu ini kisah terinspirasi dari apa, tahu sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro