Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. Viral

"Siang mendung, hari senin. Sambal balado, tarian balado ... keberanian. Dan, Jakarta hari ini, tidak akan pernah sama lagi... Halo! Hari ini gue bakal ngelakuin hal yang .... Oh Gosh! Gue bahkan nggak sanggup bilangnya ... OK. Tarik napas, keluarkan, tarik ... lepaskan, tarik..."

Vaya melompat-lompat dan menyudahi videonya sendiri. Gadis itu meremas tangannya gelisah. Selain buang air besar, meremas tangan adalah kebiasaannya yang ia lakukan paling lama. Ia memeriksa jarum jam di arloji berbentuk bunga matahari di pergelangan tangannya. Sudah jam setengah tiga. Menurut perkiraan Vaya yang ngawur, sebentar lagi Rio akan datang menemuinya di tempatnya menunggu saat ini. Belakang ruang seni SMA Kartini.

Hari ini, Vaya mau pensiun jadi secret admirer!

Demi melancarkan misinya, Vaya bahkan rela menolak traktiran Sasa nonton film baru di bioskop. Dia juga rela melewatkan pertandingan basket Aji dan menolak ajakan Mia makan es kopyor rasa baru di depan sekolah. Semua demi Rio seorang. Ya. Vaya takut, jika dia tidak melakukannya hari ini. Selanjutnya, dia akan berubah pikiran.

Setengah jam menunggu, Vaya tercekat. Cowok yang sudah ia sukai selama 1245 hari itu muncul dari balik dinding. Wajahnya tampak lelah, tetapi tetap tampan seperti biasa.

Vaya memekik dalam hati. Dia ingin salto tapi sempitnya halaman belakang gedung seni akan membuat dia mati sebelum bisa nembak Rio. Tetapi, Vaya senang. Surat yang ia berikan tadi pagi ternyata dibaca! Bahkan Rio menuruti permintaan Vaya yang tertulis di surat itu. Datang menemuinya.

"Ha-hai, Rio." Vaya melambai. Mata prominentnya fokus memandangi sosok Rio yang semakin dekat. Rio si Pangeran SMA Kartini yang memiliki tatapan membius dan misterius itu kini ada di hadapannya. Vaya tersenyum. Rasa hangat menjalar ke dadanya. Ada kebahagiaan besar bagi Vaya-mengingat Rio cuek pada cewek-cewek yang selama ini suka padanya-datang memenuhi permintaan Vaya.

"Saya kasih kamu waktu lima menit buat ngomong," ucap Rio seraya mengangkat dagunya.

"E-eh?"

Rio tak membalas. Ia memandang Vanya lekat tanda menunggu jawaban.

"Kamu baca suratku, kan?" tanya Vaya hati-hati.

"Iya," jawab Rio singkat. Tetapi bagi Vaya, itu sudah cukup. Artinya, Rio membaca puisi buatannya. Vaya senyum-senyum saking senangnya. Dia sudah kebanjiran hormon puber dan kini tenggelam. "Buruan. Saya ada janji sama anak-anak klub."

"Oh-oke." Vaya semakin gugup. "Gini Rio ... aku..." Vaya menggaruk belakang kepalanya. Ini hal yang gila. Dia jadi ingin membatalkan niatnya, tapi Rio terus menatapnya menunggu. "Ini ... aku bikin ini untuk kamu." Vaya membuka tasnya. Ia menunjukkan kotak bekal dan membukanya. Seporsi sambal ikan balado kini menguarkan aroma.

Rio itu suka cewek yang pinter nyanyi. Apalagi nyanyi lagu favorit dia.

Vaya berdeham. Dia membuka mulutnya dan mulai bernyanyi.

"sambala sambala bala sambalado
terasa pedas, terasa panas
sambala sambala bala sambalado
mulut bergetar, lidah bergoyang. "

Oke. Tidak ada suara. Vaya yakin Rio sudah terpesona. Dengan keberanian seekor kuda nil, Vaya melirik ke arah Rio dan kembali menyanyi sambil goyang-goyang balado. Meski Vaya rasa goyangannya mirip goyang Bang Jali.

"Kamu ngapain sih?!" sentak Rio, tercengang-cengang. Dia menatap Vaya seolah gadis itu sedang terserang kurap ganas.

Vaya berhenti. "Katanya kamu suka lagu ini."

"Kata siapa?!"

"Oh. Nggak suka ya? Mungkin sambelnya kamu suka?" Vaya melangkah mendekat. Gadis itu maju dan menunjukkan isi kotak itu lebih dekat. Alih-alih menerima, Rio malah menepis kotak bekal itu sampai terlempar ke tanah SMA Kartini. Membuat Vaya kaget setengah mati.

"Ke-kenapa? Kamu nggak suka pedes ya? Uhm... aku mungkin salah informasi kali ya."

Rio mendelik. Tatapannya yang tajam membuat Vaya salah tingkah. Rio mengehela napas frustrasi. "Udah, sekarang kamu mau ngomong apa? Kalo nggak ada, saya pergi."

"Ada! Ada!" Vaya menarik napas. "Aku...."

"Sudah lewat limat menit." Rio bersiap pergi.

"Bentar, bentar. Aku..."

Rio mulai lelah. "Saya pergi."

"Aku suka sama kamu!"

Langkah Rio tertahan seketika. Ia berbalik memandang Vaya yang menatapnya gelisah. Vaya benar-benar ingin berhenti jadi secret admirer. Ia sudah lelah mengagumi Rio dari jauh. Hari ini, sebelum hari kelulusan tiba, dan mereka akan kuliah entah di universitas mana, Vaya ingin Rio tahu perasaannya.

Kesunyian merebak, meninggalkan kekosongan di antara Vaya dan Rio.

"Maaf." Rio menggeleng, matanya memancarkan penolakan yang mantap. "Dan, jangan dekat-dekat," katanya lagi sambil berlalu pergi.

Vaya terhenyak. Tak bisa berkata apa-apa. Dilihatnya Rio menghilang di ujung koridor. Gadis itu menghela napas. Meski dia merasa lega, perasaan itu hanya sebentar. Sebab ia merasakan perasaan yang baru; sakit. Vaya terduduk lemas. Dengan gemetar, ia meraih kotak bekal dengan isinya yang sudah tidak keruan.

"Jangan dekat-dekat?"

Vaya menggigit bibirnya. Rasa sakit kini bercokol di dadanya.

**

Harum kaldu bakso sudah tercium lezat dalam radius 100 meter. Satu dua pembeli mulai memenuhi meja-meja makan. Sasa, gadis berambut panjang yang selalu memakai bandana itu memasuki warung bakso sekaligus sebuah rumah itu. Bukan untuk membeli bakso, melainkan dia ingin bertemu cewek paling tidak nurut sedunia, Vaya.

"Vayaa! Vayaa!"

Tak ada jawaban.

"Vayaa! Vayaa!"

"Vaya di kamar. Masuk aja." Ros, Ibu Vaya menegur. Tangannya sudah memegang nampan yang penuh dengan mangkuk-mangkuk berisi bakso.

Sasa nyengir. Dan sebelum Mas-mas yang duduk di pojokan sambil makan bakso itu mengedipkan mata untuk kesejuta kalinya, Sasa melipir masuk rumah.

"Vayaa!" Sasa mengetuk pintu kamar Vaya. Tak ada sahutan, Sasa mengubahnya jadi gedoran. "Vayaa!"

Tak lama kemudian, kenop pintu terbuka dari dalam. Vaya muncul dalam keadaan berantakan. Matanya sembab dan hidungnya merah. Di telinganya terpasang earphone yang tersambung dari ponselnya. Ia sedang mendengarkan lagu Aku Pulang-nya Sheila on 7 sambil menangisi cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

"Kenapa sih, lo?" Vaya menggerutu. Suaranya terdengar parau.

Tanpa dipersilakan, Sasa cepat-cepat masuk sambil menyeret Vaya. Sasa heran gadis itu mendadak jadi selemah kapas. Biasanya, Vaya kekar persis Do Bong-Soon. Mungkin patah hati juga memengaruhi daya tahan tubuh. Sasa pun mendudukkan dirinya dan Vaya di lantai, bersandar pada tempat tidur Vaya. Ditatapnya sahabatnya itu, lalu ia mulai memberondong Vaya dengan berbagai pertanyaan.

"Banyak! Banyak banget yang mau gue tanya sama lo, Pea! Lo nembak Rio?"

"Ng-nggak... kata siapa?" Vaya gelagapan.

"Halah! Ngaku aja! Lo ditolak kan?! "

Vaya mencebik. Ia merasa aibnya terbongkar. Mending kalau diterima, ini ditolak. Tetapi, Vaya memang tidak pernah lolos dari pengamatan Sasa. Anak itu sudah menjadi biangnya berita di sekolah.

"Rio cerita sama lo ya?"

"Ih! Ngapain? Rio ngobrol sama Sasa? Mustahil! Impossible! Nehi, nehi, acha acha meri tumkahare! Orang sombong gitu!"

"Jadi?"

Sasa mendorong-dorong jidat Vaya pakai telunjuk, lalu mulai menjerit, "DARI IG! Paham nggak sih lo? IG!"

"IG? Instagram?"

"Iya, apa lagi selain itu!" Sasa mengangguk keras. "Lo ada di postingan-nya Adelia, Vayaaa! Di postingan Adeel, ditonton banyak manusiaa! "

"HA?!"

"Kaget kan lo?" Sasa tersenyum masam, merasa menang meski ia tidak tahu sedang memenangkan apa. Mungkin ia merasa menang dari pikiran Vaya yang nekat nembak Rio meski sudah ia larang. Sasa mengeluarkan ponselnya lalu membuka aplikasi instagram, dan menunjukkan video yang dikirim dua jam yang lalu oleh Adel.

Dengan cepat Vaya merebut ponsel Sasa dan mulai menonton. Wajah Vaya berubah-ubah dari kaget, syok, sedih menjadi marah dan malu. Dia bisa melihat dirinya sendiri sedang menyatakan perasaan pada Rio. Dari sejak ia menyerahkan Sambal Balado yang dilempar, nembak Rio sampai ketika ia jatuh terduduk memunguti Sambal Balado, lalu mengupil sebentar.

Parahnya lagi, video itu disebar oleh Adel yang seorang selebgram.

Vaya merasa campur aduk. Ia frustrasi luar biasa. Ditambah Sasa mendadak menyanyi lagu Sambal Balado-nya Ayu Ting-ting. Padahal suaranya jelek seperti tikus.

"Sasa..."

"Yes, baby?"

"Sa... gue mau menghilang!" Vaya mengatupkan dua telapak tangannya dan bertingkah seperti orang semedi. "Menghilang! Menghilang!"

Sasa menggeleng iba. "Lo masih di sini."

"Sasaaaaa...." Vaya mengguncang-guncang bahu Sasa seolah anak itu kaleng julo-julo. Sementara dengan santai, Sasa hanya berdeham. "Saa, mau taruh di mana muka guee!"

Sasa menghela napas dan berdecak. "Kan gue sudah bilang, jangan aneh-aneh deh! Suka sih suka, tapi realistis dong. Dia bahkan nggak pernah nengok ke elo, Vay! Dan, lo main tembak aja. Kayak dunia ini cuma dia aja. Jangan nembak Rio. Sekarang liat apa yang lo dapat? Penghinaan. Tapi, siapa sih Sasa itu? Siapa yang mau mendengarkan Sasa?"

Vaya meraih tangan Sasa lalu minta salim, tapi langsung didamprat Sasa. Vaya lalu mengganti tingkahnya dengan melompat-lompat seperti kangguru tapi langsung dimaki Sasa. Lalu mendadak ia menempel ke dinding seperti cicak. Lalu mulailah ia menangis seperti anak kecil.

"Aduuh! Sudah, sudah deh! Nggak ada gunanya lo nangis gini." Sasa merenggut tubuh Vaya dan memeluk anak itu. Perasaan Vaya sedikit lega, meski tetap menyisakan rasa malu luar biasa.

"Saa?"

"Apa?"

"Adelia followers-nya berapa?"

"Hmm... udah mencapai 30.000-an sih. Dia kan selebgram."

"Mati gue..." Vaya meringis. Untuk sesaat yang lalu, dia berharap semoga yang melihat postingan itu hanya segelintir orang. Tetapi, Vaya sadar. Dia mengharapkan hal yang mustahil. Gadis itu guling-guling di tempat tidur, mengerang, mengumpat sejadi-jadinya. Sasa yang baik hati membujuk Vaya untuk tenang. Gadis itu membacakan kiriman baru dari akun @missseptember yang sajaknya sangat memukau. Sasa berceloteh kalau sosok dibalik akun itu pasti cowok melankolis yang punya masalah dengan kepercayaan diri dan kurap ganas, mengingat tak sekali pun Sasa menemukan kiriman yang menunjukkan wajah asli akun tersebut.

"Bodo amat, Sasa! Bodo amaaaat!" Vaya guling-guling lagi. Bencana macam apa yang menimpanya. Dia ditolak cowok, dilarang dekat-dekat dan sekarang dipermalukan di ranah publik. Vaya histeris sendiri. Dia jungkir balik di tempat tidurnya. Namun, bersamaan dengan itu, dering telepon berbunyi. Seperti zombie, Vaya mengangkatnya, berbicara pelan, tercenung lalu menutup telepon.

"Dari siapa?"

"Mia."

"Kenapa Mia?" Sasa mengangkat alis.

"Sa..." Vaya meraih lengan Sasa dan meremasnya keras.

"Yang bener ah! Kenapa sih?"

"Videonya udah di share ke mana-manaaaa!!! Bahkan udah direpost sama akun gosip SMA Jakarta!"

"HAH?! NGE-NGETOP DONG LO?!"

Mendengar itu, Vaya bukannya bangga. Karena detik itu juga, gadis itu langsung sit up sambil meraung-raung macam mamot kehilangan anak.

**

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro