Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ECS ~ Bab 2. Bukan Tidak Mau, Hanya Belum ...

Selamat membaca....

Endemi Cinta Sukma – Bab 2. Bukan Tidak Mau, Hanya Belum...

Lima tahun sudah Sukma menggeluti profesi ini. Sebagai kondektur kereta api, ia harus memiliki stamina yang selalu terjaga. Karena profesi ini jarang digeluti oleh kaum hawa, maka Sukma menjadi primadona dalam profesinya. Memang belum menjadi hal yang lazim, seorang perempuan menjadi kondektur. Justru disinilah tantangannya. Jiwa kompetitif Sukma terpanggil untuk menjalani profesi tersebut. Awalnya, sang Ibu – Siti aisyah - menolak keras pilihan Sukma. Dua tahun pertama Sukma menjalani profesinya, restu belum juga ia kantongi. Dalam pola pikir sang Ibu, profesi yang Sukma jalani sangat riskan. Apalagi ada jam kerja sore hingga malam yang harus Sukma taati. Serta memikirkan masa depan kehidupan Sukma yang belum tentu gemilang. Kondektur. Profesi yang selalu dipandang sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat awam. 

 Sukma hampir saja menyerah ketika akhirnya Ibu Siti mengetahui bahwa masa depan Sukma terjamin ketika bergabung dengan salah satu perusahan milik negara. Praktis kehidupan mereka perlahan terangkat. Berawal dari kerja keras Ibu Siti berjualan makanan hingga sekarang Sukma bisa dibilang berhasil memperbaiki kehidupan mereka dari segi ekonomi.

Boleh saja berpandangan bahwa Ibu Siti matrealistis, tetapi beliau berusaha untuk melihat jauh ke depan. Dia yang membesarkan Sukma seorang diri, tidak pernah rela jika masa depan anak semata wayangnya berakhir sama dengannya. Sukma harus menjadi lebih baik darinya. Dalam segala hal. Dan ketika mengetahui tentang seluk beluk profesi yang Sukma geluti, akhirnya restu tersebut ia turunkan. Semakin memacu Sukma untuk memberikan yang terbaik dalam kehidupan mereka.

"Kamu sudah 24 tahun, tetapi sekalipun Ibu tidak pernah melihatmu jalan sama teman. Hanya Kania saja yang sering datang. Selebihnya, Ibu bahkan tidak tahu siapa saja yang menjadi rekan kerjamu,"

Begitulah Ibu ketika ia dengan halus memaksaku untuk segera menikah. Iya, aku sudah 24 tahun dan belum pernah berpacaran. Bukannya enggak laku, hanya saja entahlah ada sesuatu yang membuatku enggan untuk berkenalan dengan lelaki selain dia yang telah memenjarakan hatiku.

Ingat dengan insisden di tempat parkir? Iya, dia yang tanpa sengaja telah menawan hatiku. Bahkan namanya pun aku enggak tahu, tetapi pesonanya sudah menancap sempurna di dalam dada.

Entah kutukan atau bukan, hati Sukma tak pernah tergerak oleh lelaki lain. Dia selalu berharap, suatu hari mereka akan bertemu kembali. Entah hanya sekadar melihat atau bisa bertukar sapa, setidaknya dia akan mendapat kesempatan untuk mengetahui kehidupan lelaki itu. Kalaupun pada akhirnya lelaki tersebut sudah ada belahan jiwa, biarlah hatinya terbebas dengan melihatnya.

"Ibu, Sukma masih muda. Masih ingin fokus dengan karir. Sukma belum membahagiakan Ibu. Belum bisa membalas semua jasa Ibu. Setidaknya, Sukma ingin membelikan tempat yang lebih layak lagi untuk Ibu sebelum Sukma dimiliki oleh orang lain seutuhnya,"

Begitulah selalu alasan yang Sukma ajukan. Bagi Ibu, mungkin ini sebuah alasan klise. Tetapi bagi Sukma, begitulah kenyataannya. Hatinya belum siap untuk menduakan sang Ibu. Kalau bisa, ia hanya ingin mengabdikan seumur hidupnya untuk sang Ibu. Tidak ada yang lain.

"Ibu akan benar-benar bahagia jika ada suara tangisan bayi di rumah ini. Sebelum raga ibu rapuh termakan usia."

Telak. Jika sudah kata-kata ini yang Ibu utarakan, Sukma tidak bisa berkutik lagi. Hanya bisa berkata "ya" dan memamerkan senyum andalan. Berharap semuanya baik-baik saja hingga nanti Sukma mampu mewujudkan keinginan sang Ibu.

Di dalam kamar berukuran 4x5 meter persegi, Sukma kembali menekuri jejak-jejak ingatan masa lalunya. Tentang pertemuan yang tak terduga. Tentang bagaimana pandangan mata itu bisa membekukan seluruh tulang Sukma.

Sejenak jiwa Sukma ingin kembali ke masa itu. Ingin sekali mengajak dia berbicara. Ingin sekali mengenal lebih. Seandainya ia bisa menemukan pintu ajaib doraemon yang melegenda, sudah pasti Sukma akan meminta untuk kembali ke sana. Tidak banyak yang Sukma bisa ingat. Hanya kata-katanya yang judes serta tatapan tajam bak elang yang siap menerkam. Dan juga kelakuan dinginnya. Apakah benar dia dingin? Sukma tidak yakin. Tetapi pesona lelaki itu sudah menembus jiwa Sukma.

Semenjak kejadian waktu itu, hati Sukma tertambat. Tak pernah bisa ke lain hati meski tak sedikit yang mencoba mendekat. Bahkan pernah suatu hari sang Ibu merencanakan pertemuan Sukma dengan seorang lelaki yang notabene adalah anak dari sahabat ibunya. Namun, sayang cukup sekali saja dan si lelaki mundur teratur.

Sukma dengan kosakata andalannya, selalu bisa membungkam siapa saja yang mencoba mendekat. Bukan bermaksud untuk memberi kesan buruk, hanya saja Sukma ingin menguji sejauh mana lelaki bisa bertahan dengan gaya bicaranya.

Dari zaman sekolah, Sukma sudah terkenal bermulut pedas. Tak heran jika selama ini dia hanya mempunyai segelintir saja teman. Tetapi Sukma bahagia, karena teman yang ia punya benar-benar tulus dan apa adanya. Tidak dengan kebanyakan temannya yang lain, banyak yang mengeluh bermuka seribu. Sangat disayangkan.

"Seandainya saja waktu itu aku punya sedikit saja keberanian untuk membalas ucapannya, pasti tidak akan menjadi seperti ini. Mungkin ini kutukan buatku,"

Alih-alih berlarut dengan segala penyesalan yang ada, Sukam berselancar di dunia maya. Ia membuka aplikasi berbagi foto, menggulir halaman demi halam hingga netra madunya tertumbuk dengan sesosok wajah yang familiar. Apakah benar itu adalah orang yang selama ini mendiami relung hati ataukan ini hanya sekadar halusinansi?

Hatinya berdebar tak keruan. Jarinya sudah bergetar hingga tanpa sadar membuka halaman dari profil lelaki tersebut. Buffering beberapa detik hingga akhirnya memunculkan halaman yang langsung membuat hati Sukma jungkir balik. Apakah takdir sedang ingin bermain dengannya? 

terima kasih sudah membaca.

Jangan lupa untuk menekan bintang dan berikan komentar. Merupakan sebuah amunisi berharga bagi penulis untuk melanjutkan karyanya.

Salam penuh cinta,
Jurnallin
05 Nov 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro