#6 Dream Catcher
Sohyun's POV
"Kau mau pulang duluan?"
Tanyaku pada Daniel setelah bel pulang berbunyi.
"Iya. Sepupuku akan pulang dari Amerika. Aku harus menyambutnya."
"Kak Ong?"
"Betul sekali!"
Jawab Daniel sambil menjentikkan jarinya.
Lihatlah! Betapa senang anak itu ketika mendengar kabar kepulangan Kak Ong, sepupunya. Yang aku ketahui, baik Daniel maupun Kak Ong sudah sangat akrab dari kecil. Mereka seperti saudara kembar yang mempunyai ikatan batin.
Maklum. Menurutku, itu karena faktor usia mereka yang hanya berpaut satu tahun. Keduanya pun juga tak kelimpungan dalam hal pembicaraan. Terlihat serasi sebab sama-sama mengerti.
"Ya sudah. Aku duluan ya! Aku yakin, Ong Seungwoo sudah sampai rumah."
"Baiklah. Hati-hati.."
Dasar Kang Daniel! Tak pernah berubah. Kalau ada sangkut-pautnya dengan Kak Ong, semangatnya selalu luar biasa.
Aku menuju parkiran dan mengambil sepeda kesayanganku. Saat hampir keluar gerbang, aku melihatnya.
Anak berkulit pucat itu.
"Apa?! Paman tidak bisa menjemput? Yang benar saja??"
Samar-samar aku menguping pembicaraannya dengan seorang penelpon.
"Paman.. aku tidak mau pulang sendirian!"
Apa keluarganya tidak bisa menjemput?
Pikirku.
"Paman, aku memang bukan anak kecil. Tapi--"
"Halo?"
"Halo, Paman??"
"Pamann!!!"
"Aishh. Menyebalkan!!"
Yoongi terlihat frustasi. Apa yang sedang terjadi?
"Yoon?"
Aku berjalan mengiringinya. Ia sedikit terkejut melihat tubuhku yang sudah berdiri tegak di sampingnya. Seperti biasa, tatapan datar kecanggungannya muncul.
"Apa yang terjadi, Yoon?"
"It-itu.."
Yoongi hendak berbicara. Namun, aktivitasnya tersendat. Entah mengapa. Ia menunduk tanpa melirik kembali mataku.
"Hey! Kau kenapa??"
Aku memukul ringan bahunya. Ia benar-benar seperti batu. Batu yang diam dan menerima pasrah ketika hujan menghantamnya sampai terkikis.
"Apa kau tidak dijemput?"
Tebakanku benar. Keluarga Yoongi tidak bisa menjemputnya. Dia mengangguk-angguk pelan.
"Baik--lah.. Sepertinya aku bisa memberimu tumpangan."
Seketika, Yoongi mendongakkan wajahnya dan memandangku ragu.
"Ayo. Kau bisa memboncengku kan?"
"N-na-naik s-ss-sepeda?"
"Iya. Naik sepedaku ini."
"Ak-aku tidak bisa!"
"Kau tidak bisa naik sepeda??"
Ia menunduk lagi. Astaga.. untuk apa kehidupan masa kecilnya ia habiskan??
.
.
.
.
Author's POV
"Yoon! Kau jangan bergerak terus. Nanti kita bisa jatuh!"
Yoongi dan Sohyun sekarang berboncengan. Mereka menuju ke rumah Yoongi yang untungnya tidak terlalu jauh dari sekolah. Hanya berkisar jarak 2,5 km.
"Yoon!! Jangan memelukku kencang-kencang. Aku jadi tidak bisa bernafas!"
Sohyun meneriaki Yoongi berkali-kali seperti orang gila. Tentu saja, Sohyun merasa risih karena Yoongi yang terus mendekap tubuh kecilnya dari boncengan belakang. Membuat Sohyun tidak fokus mengayuh sepedanya.
Orang-orang sekitar sampai pada heran. Beberapa ada yang mencibir, adapula yang menertawakan. Terkhusus pada sikap Yoongi yang seolah-olah tidak pernah memegang dan mengerti apa itu sepeda.
"Tolong kendarai sepedanya dengan benar!"
"Kok jadi aku yang disalahin? Makanya.. kau jangan gerak-gerak Yoon!"
Mereka akan melintasi sebuah jembatan kecil yang sebenarnya mengarah ke rumah Sohyun.
"K-kenapa kita lewat jalan kecil?"
"Percayalah padaku. Kita akan lebih cepat sampai kalau lewat jalan pintas. Walaupun kecil begini.."
"Tap-- Tapi.. kau tidak berpikir kita akan lewat sana kan??"
Yoongi menunjuk jalanan di depan mereka. Jalanan sempit di atas jembatan kayu yang kokoh. Tepat di bawahnya sebuah sungai kecil nan indah mengalir memancarkan pantulan sinar senja yang memanjakan mata.
"Tentu saja kita lewat sana! Memang kita akan terbang?"
"Ada-ada saja kau ini, Yoon!"
Sohyun tergelitik memperhatikan tingkah konyol Yoongi.
Jembatan yang tak lebih panjang dari tiang lampu jalanan itu membuat Yoongi ketakutan setengah mati.
"Eghh!!"
"Yoon! Jangan kencang-kencang! Sudah kubilang kan?"
"Di jembatan itu ada seseorang yang akan mencelakai kita!!"
Seru Yoongi yang terlihat begitu panik. Padahal tak ada apapun di jembatan sederhana tersebut.
"Kau ini kenapa?? Tak ada apapun disana! Jangan bercanda!"
"Sohyun!!! Ayo kita lewat jalan raya saja!"
"Tidak!! Kita sudah sejauh ini, Yoon! Aku tak mau kembali. Memang kau pikir kau ini enteng?? Tubuhmu sangat berat. Aku kewalahan!"
"Ya sudah. Turunkan saja aku."
"Apa?!"
"Yoon! Jangan bergerak-gerak! Astaga!!"
"Yoon!!"
"Yoon!!!"
Sohyun histeris sendiri. Yoongi yang masih gusar di belakangnya membuat Sohyun semakin tidak fokus mengendarai sepeda. Saat hampir menyentuh ujung jembatan, sepeda mereka terguling.
Sohyun dan Yoongi pun jatuh.
"Awhhh.."
Sohyun merintih. Sikunya yang masih memar, jadi bertambah memar lagi karena terjatuh dari sepeda.
Namun, itu tak begitu ia pikirkan. Sekarang, yang membuatnya kalap adalah melihat Yoongi yang sudah tak sadarkan diri di bawahnya.
Apa tubuh Sohyun terlalu berat sampai jatuhnya di atas Yoongi saja membuat Yoongi pingsan seketika??
Begitulah yang Sohyun kira.
"Aduh. Kok malah pingsan sih?"
"Yoon! Bangun!"
Sohyun terus menepuk pipi mulus Yoongi. Ia juga memeriksa denyut nadi di pergelangan tangan Yoongi, takut kalau-kalau Yoongi meninggal hanya karena hal kecil.
Nihil. Yoongi tak berkedip sedikit pun. Beruntung, nadinya masih terdeteksi.
Sohyun merogoh tasnya dan mengambil ponselnya.
"Halo? Daniel? Bisa ke sini nggak?"
.
.
.
"Makasih ya, Niel. Untung ada kau!"
"Keterlaluan kau, Hyun! Aku kira kau mau mengajakku jalan berdua. Rupanya, kau malah menyuruhku menggendong si gila ini! Berat tau! Bagaimana kalau dia menggorok leherku tiba-tiba?"
"Duh. Udah deh, Niel. Dia pingsan. Dia nggak akan bisa macem-macem. Bawa aja ke rumahku segera."
"Ke rumahmu?!"
"Iya. Aku nggak tau rumahnya. Dan setidaknya kita sadarkan anak ini dari pingsannya."
Dengan penuh keterpaksaan, Daniel menggendong ala piggy back tubuh mungil Yoongi. Ia setengah berlari sebagai bentuk waspada. Waspada kalau Yoongi menikamnya di tengah kesadarannya nanti.
Sohyun memandang aneh kelakuan sahabatnya yang tak lazim itu.
Ada-ada saja. Pikirnya
Rumah Sohyun terlihat sepi. Kakaknya sedang berusaha mencari pekerjaan baru. Dan di ruang tamu, Daniel dan Sohyun duduk bersebelahan.
Sohyun yang baru saja membawakan Daniel minuman, segera meminta Daniel untuk menyeruput minuman segar tersebut.
"Minumlah. Kau pasti lelah dan haus."
Tanpa basa-basi, Daniel menyandak minumannya. Sekilas senyum terukir di bibir Sohyun.
"Kenapa tersenyum?--
Apa kau mengagumi ketampananku ini?"
"Dasar kau!"
Sohyun memukul pelan bahu lebar lelaki itu. Merasa gemas akan gelagat lucunya selama perjalanan pulang menggendong Yoongi.
"Apa kau segitu takutnya pada Yoongi?"
"Tentu saja! Dia... dia memiliki pengalaman yang mengerikan dan membahayakan orang lain. Aku takut jika mengalami hal yang sama."
"Dia psikopat!"
Lanjut Daniel yang membuat Sohyun menganga tak percaya.
"Dia tidak psiko, Daniel."
Sohyun menyangkal kalimat Daniel, membuat sahabatnya itu berkoar-koar terus meyakinkan.
"Memangnya kau mengenalnya? Kita baru mengenalnya, Sohyun. Tetapi.. sudah banyak yang berpendapat kalau dia itu psiko gila."
"Iya.. mungkin kita baru mengenalinya. Namun bagiku, dia begitu polos dan pemalu."
"Apa?? Sepertinya pikiranmu teracuni tampangnya yang palsu."
"Sudahlah, Niel! Jangan menuduhnya yang tidak-tidak. Dan.."
Sohyun mengamati keluar jendela.
"Hari mulai gelap. Sebaiknya kau segera pulang."
"Lalu?? Kau akan sendirian bersama monster itu?"
"Jangan mulai lagi deh. Aku males dengernya. Sana pulang! Lagian, Kak Jin juga akan balik dari acara melamar kerjanya."
Daniel kalah telak. Berdebat dengan Sohyun memang sangat melelahkan. Terlebih, gadis itu sangat cerewet.
Daniel dengan langkah lebarnya bergegas pulang.
Sohyun selesai mengantar Daniel keluar. Saat ini, ia akan mengecek kembali keadaan Yoongi yang terbaring manis di kamarnya.
"Ya ampun.. Kapan anak ini bangun?"
Sohyun melirik jam beker di atas nakasnya. Menunjukkan pukul 05.50 pm.
"Ini sudah hampir malam. Bagaimana kalau ayahnya mencari?"
Baru saja Sohyun memikirkan tentang keluarga Yoongi, terdengarlah dering ponsel yang berada di saku celana Yoongi. Sohyun tanpa ragu mengambilnya lalu menjawab panggilan tersebut.
"Yoon! Kau kemana? Kenapa belum pulang jam segini?? Paman sangat khawatir. Kenapa baru mengangkat teleponku?"
Sohyun menjauhkan telepon tersebut dari telinganya.
Paman Yoongi?
Ah.. saking paniknya, aku tadi sampai lupa kalau Yoongi punya ponsel untuk menghubungi keluarganya.
"Halo?? Yoongi! Apa kau mendengarkan Paman?"
"E-ehm..., Paman. In-ini Sohyun.. Teman Yoongi."
Sahut Sohyun was-was.
"Sohyun?? Lalu dimana Yoongi??"
Sohyun pun memberitahukan kejadian dimana Yoongi tiba-tiba pingsan saat jatuh dari sepeda. Kini, Sohyun menantikan kehadiran Paman Yoongi untuk menjemput Yoongi pulang.
Sembari menunggu, ia duduk di meja belajarnya. Ada tugas yang belum terselesaikan. Ia harus mengerjakannya sebelum kantuk datang.
Tanpa diharapkan, Sohyun tertidur sendiri dengan pulasnya di atas buku-buku yang berserakan.
..........................
Sohyun melenguh di sela-sela tidurnya. Ia merasakan sesuatu di pipinya. Membuat Sohyun terbangun dan terkaget menemui wajah Yoongi yang sudah ada di depannya.
Yoongi yang baru saja sadar, tampak penasaran terhadap aktivitas yang dilakukan Sohyun di meja belajarnya. Ketika ia mendekat, Yoongi mengetahui bahwa Sohyun sedang tertidur.
Ternyata begini penampakan manusia jika sedang tidur?
Dan pada waktu mengamati setiap inci wajah Sohyun, itulah yang menyebabkan Sohyun terbangun dan kaget dengan tangan Yoongi yang mendadak ditarik dari pipi gemuknya.
"Apa yang kau lakukan dengan pipiku?"
Tanya Sohyun ingin tahu.
"T-tidak. Tidak ada."
Sohyun bangkit dari kursi belajarnya.
"Astaga! Aku tertidur selama kurang lebih 20 menit."
"Kenapa Pamanmu belum datang ya?"
Sohyun bermonolog, Yoongi pun bingung. Namun tidak lagi setelah ia mendengar kata 'Paman' terceletuk dari mulut Sohyun.
"Paman?"
"Iya. Pamanmu. Katanya ia akan menjemputmu. Tadi.. maaf. Aku mengambil ponselmu dan mengangkat teleponmu. Apa aku lancang?"
"Tidak masalah. Terima kasih."
Sohyun takjub melihat senyum manis terkembang dari bibir Yoongi. Ini fenomena yang sangat langka baginya.
"Kau tersenyum?"
Tanya Sohyun menggoda.
"Hah? Ap-apa aku tersenyum?"
"Kau tersenyum, Yoon."
Sohyun terkekeh.
"Kau manis sekali. Sebaiknya memang kau tersenyum setiap hari, agar teman-teman tak memandangmu ngeri."
Yoongi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Lalu, pandangannya beralih pada suatu hal yang tergantung di kamar Sohyun.
Sohyun yang mengikuti arah pandang Yoongi, akhirnya mengerti benda apa yang diperhatikannya. Ia kemudian mengambilnya.
"Kau menyukai ini?"
"Eum.. ya."
"Kakakku yang memberikan ini padaku. Katanya, aku harus menjaga ini baik-baik."
Kenapa bisa sama?
Batin Yoongi.
"Yoon! Kok melamun?"
Sohyun pun memutus salah satu ikatan dream catcher yang berukuran kecil. Dikaitkannya potongan tersebut pada sebuah tali hingga berbentuk kalung.
Sohyun mengalungkannya di leher putih Yoongi. Yoongi tertegun.
"Ini untukmu. Anggap saja kenangan dariku selama kita menjadi teman."
Yoongi merasa damai ketika menatap wajah tulus Sohyun. Ia tak pernah mendapat tatapan yang seperti itu dari orang lain. Hanya Sohyun dan pamannya. Dan juga.. ada satu orang lagi.
Orang yang pernah ia kenal dan memberikan benda yang sama seperti yang dikalungkan oleh Sohyun di lehernya.
Aku merindukanmu.
Seru Yoongi dalam hati.
To be Continued.
Next (?)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro