Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian Sembilan

Happy Reading!

***

Syana memegang kepalanya yang terasa berdenyut. Ia kembali menatap sekitar, sebuah kamar dilengkapi dengan lemari di dalamnya, serta kamar mandi.

Kamar siapa? Syana baru ingat jika tadi ia sesuka hati mengusir seorang laki-laki yang berada di kamar ini.

"Siapa laki-laki itu? Aku tidak kenal dan tidak pernah melihatnya." Syana jadi bingung sendiri. Dia pun tidak ingat apa yang terjadi sebelum dia berada di kamar ini.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Syana. Harus kepada siapa dia bertanya? Tidak ada siapa pun di sini, kecuali ... laki-laki tadi. Namun, sekarang pun laki-laki itu tidak tampak lagi.

Syana berusaha mengingat apa yang terjadi. Gadis itu memejamkan matanya agar lebih berkonsentrasi untuk mengingat.

Sepuluh menit sudah Syana memejamkan mata, tetapi dia tak mengingat apa pun.

Gadis itu lalu membuka matanya kembali secara perlahan. Saat matanya terbuka, Syana terperanjat kaget, karena sudah ada seorang laki-laki di depannya.

"Kamu siapa?" tanya Syana. Gadis itu menatap kanan kiri, mencari benda apa yang bisa dia gunakan untuk memukul pria itu, jika berniat macam-macam.

"Kamu melupakanku?" tanyanya balik. Kenapa dia malah balik bertanya?

"Emangnya kamu siapa?"

Laki-laki itu lalu tersenyum kecil. "Aku ... Kyo."

Mata Syana melebar. Benarkah? Laki-laki tampan berhidung mancung di depannya ini adalah Kyo? Salah satu temannya dahulu.

Ya, Syana memang ingat dengan kenangan masa kecilnya, tak mungkin gadis itu lupa dengan teman-temannya yang sudah berkenan menerimanya bermain bersama. Apalagi Kyo yang selalu perhatian padanya.

"Kyo ... kamu tampak berbeda sekarang," ucap Syana. Kenapa malah semakin tampan?

"Benarkah? Aku pasti terlihat  sangat keren, ya?"

Syana tersenyum aneh. Kyo yang dia kenal sepertinya tidak begini sifatnya. Oh, ternyata bukan hanya penampilan yang berubah, mungkin sifat juga.

"Kyo ... aku kenapa bisa di sini?"

"Kamu tidak sadarkan diri di jalan dan aku membawamu ke sini."

"Ini di rumahmu, ya?"

"I--iya." Laki-laki itu tampak sedikit gugup, karena kenyataannya ini bukanlah rumah Kyo.

"Aku tidak bisa mengingat apa yang udah terjadi, terakhir kali yang masih kuingat hanya saat ibuku meninggal," ujar Syana.

Setelah itu Syana seperti tidak mengingat apa pun dan sudah berada saja di kamar ini.

"Ibumu meninggal satu tahun yang lalu. Apa saja yang kamu lakukan selama setahun sampai tidak mengingat apa pun?" tanya laki-laki itu membuat Syana terkejut.

Jadi dia tidak mengingat apa pun yang terjadi satu tahun ke belakang?

"Kenapa kamu bisa tahu kapan ibuku meninggal?" tanya Syana.

"A--aku datang saat itu ke rumahmu."

"Kenapa aku tidak ingat?"

"Lupakan saja. Sekarang bagaimana keadaanmu?" tanya laki-laki itu mengalihkan topik.

"Aku baik-baik saja. Hm, bolehkah aku ke kamar mandi sebentar?"

"Silakan."

Syana pun beranjak turun dari kasur, lalu melangkah masuk ke kamar mandi tersebut.

Gadis itu mencuci mukanya dan berkumur-kumur. Syana mengambil handuk yang tergantung di situ, lalu mengusap wajahnya. Kebetulan ada cermin di situ, Syana pun menyempatkan untuk berkaca.

Syana terkejut menatap pantulan wajahnya di cermin.

"Mataku ... kenapa biru?" tanyanya.

Gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya agar kembali normal, tetapi tak kunjung berubah.

Syana menepuk-nepuk pipinya pelan. Apakah pria tadi melihat mata birunya? Apakah mata biru ini tak akan pernah lagi berubah menjadi normal?

Syana segera keluar dari situ, dia melihat Kyo yang masih berada di kamar.

"Kyo," panggil Syana pelan. Laki-laki itu menoleh.

"Ya?"

"Apakah kamu melihat sesuatu yang aneh pada mataku?"

Laki-laki itu berdeham pelan.
"Tidak."

"Kamu tidak melihat kalau mataku berwarna biru?"

"Ya, aku melihatnya. Emang apa yang aneh dengan mata itu?"

Syana terkejut mendengar respons Kyo yang tampak biasa-biasa saja. Gadis itu menggaruk kepalanya pelan. Jadi bagi Kyo ini bukanlah suatu yang aneh, ya?

"Emm, tidak juga. Hanya saja aku takut kamu merasa aneh."

"Matamu indah, aku tidak mempermasalahkan warnanya."

Syana menggigit bibirnya, menahan untuk tidak tersenyum. Lihatlah ... pipi gadis itu sudah merona.

"Ayo makan bersama. Aku yakin, kamu pasti sudah lapar!" ajak laki-laki itu.

Syana mengusap perutnya, dia tak merasakan lapar, karena belum ada bunyinya.

"Nanti saja, tunggu dulu kalau perutku sudah berbunyi."

"Ah, sudahlah, ayo makan sekarang saja!" Kyo menarik tangan Syana keluar kamar.

Ternyata rumah yang sekarang ditempati oleh Syana saat ini hanyalah rumah sederhana dengan dua kamar, dapur kecil, dan terdapat ruang tamu yang tak terlalu luas.

Syana tidak pernah ke rumah Kyo, jadi dia tak tahu seperti apa rumah laki-laki itu.

"Ayo, makan. Maaf aku tidak terlalu pandai memasak."

Laki-laki itu sudah menata makanan di atas meja. Syana berdecak kagum, walaupun pria itu bilangnya tak bisa memasak, tetapi terdapat banyak jenis makanan di atas meja.

Bukankah ini sudah lebih cukup untuk laki-laki yang pandai memasak? Syana jadi penasaran dengan rasanya.

"Silakan dimakan!" suruh laki-laki itu yang membuat Syana mengangguk.

"Terima kasih, Kyo."

"Iya."

Syana lalu menyicipi makanan itu, rasa pedas dan manis yang tercampur dengan rata sangat cocok pada lidah Syana.

"Kyo, ini enak sekali!" puji Syana, mulutnya seakan tak berhenti mengunyah.

"Benarkah?"

"Iya, aku tidak bohong!"

Laki-laki itu tersenyum mendengarnya. Tak sia-sia dia pernah latihan memasak. Padahal gurunya sendiri adalah Syana. Ya, mana mungkin Syana ingat.

"Terima kasih," ujar laki-laki itu.

"Ya, sama-sama."

"Kalau kamu mau nambah, ambil saja."

"Baik!"

Melihat Syana makan dengan lahap, membuat laki-laki itu senang. Setidaknya Syana tampak lebih tenang sekarang.

Akhirnya gadis itu selesai makan, begitupun dengan Kyo dengan porsi kecilnya sudah habis dilahap.

"Kyo ... aku pinjam cermin," ucap Syana.

"Sebentar."

Kyo lalu mengambil cermin yang ada di kamarnya.

Syana penasaran, apakah sampai sekarang matanya pun belum kembali normal? Sebenarnya Syana bisa saja menanyakan hal itu pada Kyo, tetapi dia tidak mau nanti laki-laki itu beranggapan aneh, jika dia menanyakan itu terus menerus.

"Ini," ujar laki-laki itu memberikan cermin kecil.

"Terima kasih." Syana mengambil cermin itu, lalu mengarahkan ke wajahnya. Gadis itu berpura-pura merapikan rambutnya, agar Kyo beranggapan dia butuh cermin hanya untuk melihat rambut.

Syana menatap matanya yang ternyata ... masih biru. Jika begini terus, apakah matanya akan kekal bewarna biru?

Di samping itu Kyo, oh bukan. Lebih tepatnya laki-laki yang mengaku bernama Kyo itu tersenyum kecil. Andai Syana tahu, jika dia bukanlah Kyo yang sebenarnya, melainkan ... dia adalah Aca.

***

Bersambung!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro