Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

◌5. Kenapa Saya Dibohongi? (Part 1)◌

"In the instan you choose deception, friendship may slips away."

-Lucidna Jingga


Ia pernah tertinggal, karena itu ia ditinggalkan sendirian. Tidak ada yang merasa bersalah padanya, selama mereka tidak mendengarkannya.

Sejak itu, ia tidak mau baru mengetahui sesuatu setelah semuanya telah berlalu.

"Lucidna, kamu mengantuk lagi?"

Lucidna menggeleng-geleng terhadap pertanyaan itu. Tidak ada rasa mengantuk sama sekali dalam kepalanya, tetapi bukan berarti terasa ringan. Kali ini ia merasa berat di dalam karena mengingat sesuatu yang tak berguna.

Novel mendongak, tampak berpikir keras. "Aku bingung mau cerita apa, apa dari aku kantin, atau dari kamu yang sudah tidak sadarkan diri di belakang toilet laki-laki kakel."

Seolah mendengar sesuatu yang absurd, Lucidna terbatuk-batuk sebelum bertanya. "Aku tidur di mana?" Belum juga dijawab dia cepat-cepat mengoreksi. "Sebentar, iya, ya, oke lanjutkan."

Namun, Novel tidak segera melanjutkan. Dia memperhatikan tangan Lucidna menutupi matanya sesaat sebelum dilepas, memperlihatkan alis matanya berkerut.

"Hei, kenapa wajahmu seperti ... tidak jadi."

"Kalau mau bilang wajahku jelek, wajahmu juga jelek," sungut Lucidna masih dengan ekspresinya.

"Nggak kok, kamu ... hmm, yah wajah orang bangun tidur- aw!"

Barusan Lucidna melemparkan selimutnya ke wajah Novel.

"Hah, apa 'aw-aw'? Aku cuma lempar selimut."

"Kukira aku dilempar bantal," jawab Novel dengan kepala masih terperangkap dalam selimut.

Lucidna melempar selimut karena kalau bantal bisa ketahuan duluan dan dihindari. Tidak salah kalau dikatakan dia ingin melempar bantal.

"Sebelum aku lanjut, kamu ngapain sih, pergi ke sana?" Novel berusaha melepaskan selimut itu. "Jangan-jangan kamu lagi mencari seseorang?" Entah kebetulan atau tidak, mata cemerlang Novel kelihatan seperti menuntut jawaban yang serius meskipun pertanyaan itu sendiri konyol.

Seorang anak baru umur seminggu mana mungkin sudah ada kenalan kakak kelas apalagi cowok. Begitulah Lucidna tidak habis pikir, tetapi mata yang terkunci padanya membuat dia tak yakin berterus terang.

"Nggak, aku cuma mau ke koperasi."

"Oh, untuk apa?"

Lucidna terdiam. Sebenarnya, dia merasa itu pertanyaan aneh. Aneh, karena sudah jelas kalau siswa ingin ke koperasi saat jam istirahat itu antara mau beli makanan atau minuman, mungkin juga barang seperti buku atau pena. Semua itu tidak harus diberitahu ke Novel.

Oh, ini dia.

"Untuk ... mencari sesuatu."

Kurasa benar ini.

"Mencari apa? Mencari toilet? Mencari seseorang?" Novel bertanya sebanyak tiga kali, hampir seperti memberi opsi.

"Entahlah? Apa aku harus menjawabnya?"

Tatapan Novel berubah lebih rileks. Dia tersenyum ramah, senyuman yang biasa ia berikan kepada siapa pun. "Kenapa merasa susah dijawab?"

Suasananya aneh. Sesaat lalu, Novel seperti akan bercerita agar Lucidna tidak kecewa. Akan tetapi, saat ini, dia seperti menekan temannya itu untuk menjawabnya.

Lucidna merasa diinterogasi. Padahal, harusnya dia menginterogasi lelaki itu. Bukankah di sini yang paling tidak tahu apa-apa dan butuh informasi itu dia, bukan Novel?

"Aku hanya ingin membeli cemilan. Jalur yang melewati tempat itu paling cepat. Tapi setelah itu entah, aku mengantuk, lalu terbangun di sini."

"Biasanya di sana sepi. Tadi kamu sendirian?"

Ini benar-benar sesuai dugaanku.

"Lucidna?"

Lucidna sudah merasa aneh dan menarik ulur sedari tadi karena curiga. Ia menunduk, membiarkan helai rambut panjang menutupi samping wajahnya.

Dia bukan bingung dan ingin memastikan alasanku ke koperasi.

"Lucidna, hei, kamu kenapa?" Novel berdiri, memegang pundak gadis itu. Ia merapikan helai rambut yang menutupi pandangan itu. Tiba-tiba gadis itu menoleh, membuat jarak wajah mereka cukup dekat. "Buat kaget saja. Kamu kenapa?"

"Novel."

"Iya?"

"Duduk."

"Oh oke." Novel menurut.

Lucidna mengembuskan napas panjang. "Kamu seperti kebingungan mau cerita apa. Jadi, aku kasih tahu saja ya. Terserah kalau nggak percaya."

Novel tersenyum senang. Kentara sekali.

"Kamu percaya aku nggak, kalau aku bilang aku nggak terlalu ingat apa yang terjadi sesaat sebelum ngantuk?" Sesaat setelah mengucapkan itu Lucidna menyadari dia salah ucap. Padahal, tadi dia bilang terserah kalau nggak dipercaya.

Novel mengangguk-angguk. "Kurasa bisa begitu? Wajar kok, aku juga begitu. Saat aku bangun tadi pagi, nggak terlalu ingat kemarin ngapain saja saat aku bangun tadi pagi."

"Jadi, apa pun yang kamu ceritakan, aku akan percaya." Lucidna mengangkat jari kelingking kanannya. "Aku janji. Jadi, mau cerita?"

Novel terdiam. Sejenak, dia mengamati jari kelingking itu. Lucidna tidak tahu kenapa, tetapi lelaki itu terkekeh. Tatapannya melunak, sama seperti saat mereka ada di kelas, seperti melihat kucing yang lucu.

Ia menurunkan jari kelingkingnya. Sedikit menyesal. Sangat malu. Ia ingin sembunyi di balik selimut tapi baru ingat kalau selimutnya tadi dia lempar ke Novel.

"Yah, ceritanya begini. Sepertinya kamu pingsan karena belum makan."

"Aku nggak pingsan, aku cuma ngantuk."

"Oke, terus kamu sembarangan tidur di atas tanah, nyandar di dinding seperti cicak. Lucu," jelas Novel diselingin candaan. Bahkan, dia terkekeh lagi. "Lain kali kamu bawa bekal saja deh. Kalau butuh beli sesuatu di koperasi, titip aku pun boleh."

"Terus kenapa aku sudah di UKS?" tanya Lucidna. Ia melirik penuh curiga. "Kamu nggak gendong aku seperti anak kecil, kan?"

"Kalau iya mau gimana lagi?"

"Kamu mau bohong lagi?"

Novel tertawa lagi. Padahal, Lucidna tidak bercanda.

"Aku memang gendong kamu tapi nggak di pundak, kok. Aku gendong seperti menggendong bayi. Nggak usah malu."

Lucidna mengangguk saja. "Sudah itu saja?"

"Hm? Iya," jawab Novel, terdengar meyakinkan. "Apa ada lagi yang mau kamu tanyakan?"

Lucidna mengendikan bahu. "Terima kasih sudah kasih tahu." Ia menatap tepat di bola mata lelaki itu. "Untunglah nggak ada kejadian gawat yang lain ya."

Bola mata itu bergetar, berubah arah, lalu menatapnya kembali. "Kalau ada, kamu udah kenapa-kenapa dong?"

Lucidna tersenyum saja.

Hari itu menjadi hari terakhir mereka duduk bersebelahan.

◌◌◌

Lucidna menetap di UKS sampai pulang sekolah meskipun dia tidak mengantuk lagi sejak terbangun di UKS. Walaupun diajak bicara pun, ia hanya mengangguk, tersenyum, dan berbicara singkat.

Sepanjang perjalanan pulang, ia ingin berpikir mungkin karena dia tidak makan sesuai permintaan mamanya.

"Lucidna tadi makan apa? Kok pucat."

Lucidna menjawab sambil menikmati angin yang mengenai wajahnya. "Makan angin."

"Udah diingatkan makan loh." Suara mamanya yang sedang menyetir motor itu terdengar jelas kalau tidak suka.

"Iya maaf," jawab Lucidna singkat dan padat.

"Jangan ngantuk, kita cari makan dulu!"

"Iya, Lucidna nggak ngantuk, Ma."

Akhirnya, mereka makan mie ayam. Warung itu sangat ramai, tapi itu yang paling dekat. Mamanya memesan mie ayam porsi dua, teh hangat untuk ibunya sendiri, lalu es teh untuk Lucidna. Saat pesanan datang, mamanya mengambilkan sendok dan garpu. Setelah itu, jeruk nipis diperas ke dalam minuman Lucidna.

"Ah ... oh, makasih, Ma," kata Lucidna sambil menunduk.

"Ya. Mama bawa karet, rambutmu dikucir dulu."

Lucidna menerima karet scrunchies berwarna hitam itu, lalu mengikat rambutnya dengan bunny style, agar lehernya tidak gerah.

"Ayo makan, yang di sekolah jangan dipikirin." Setelah mengatakan itu, mamanya mulai makan. Sedangkan Lucidna meminum lemon tea ala mamanya lebih dulu.

"Enak," gumamnya. Setelah itu ia mengaduk-aduk lemon tea, berharap gula-gula yang tersisa di bawah larut bersama dengan harapan, ekspektasi, dan rasa sedihnya hari ini.


17-01-2025 | 1099 kata

Author Note
Do you remember chapter one? Lucidna itu kalau serius, pekanya mengerikan, selama nggak terdistraksi dengan ngantuknya. Dia tahu maksud gurunya apa walaupun bicara berputar-putar.

Di chapter kemarin, dia berharap dia dianggap teman oleh Novel, karena dia tahu secara ga sadar dia udah menganggap Novel temannya. Belum sampai sehari, miskomunikasi gara-gara Novel lmao.

Good luck Novel 😭👍 Karena ini character driven, Yemi ga janji kalian temenan lagi. Cepat banget brokennya, ha ha ha😭

Sial.

#kawalLuvel

Luvel (Lucidna x Novel)

TERIMA KASIH YANG SUDAH MENDUKUNG DENGAN MENINGGALKAN JEJAK VOTE DAN KOMENTAR AAAAA

TERHARU

MEMOTIVASI YEMI MEMBACA

SO PROUD OF YOU 💗💗💗💗💗

TERIMA KASIH ATAS DUKUNGAN KALIAN SEMUA🌷💗

‧༓☾𝙼𝚊𝚢 𝚌𝚕𝚘𝚟𝚎𝚛 𝚋𝚎 𝚠𝚒𝚝𝚑 𝚢𝚘𝚞☽༓

Kepak kupu-kupu di atas daun semanggi,
Peluk hangat untuk semuanya dari Yemi
┈˚୨୧⋆。⛧˚ ⋆ 🦋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro