Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13 | forte


1 3

forte

[It] Keras.

  

KEHENINGAN ITU begitu mencekikku. Aku bahkan tidak bisa mulai menggambarkan kislatan emosi yang melintas di wajah Kaden selama beberapa detik berikutnya. Ada ketidakpercayaan, keterkejutan, kebingungan; bersama dengan emosi yang lebih kuat lainnya, seperti rasa sakit dan amarah murni, serta sedetik rasa lega. Parker dan Nolan benar-benar terdiam, tetapi aku bisa merasakan tatapan tajam mereka kepadaku.

"Kau—" Suara Kaden tersekat, pribadinya yang biasanya pandai berbicara hancur berkeping-keping. Dia menatapku dengan saksama, mencari, seolah-olah dia mencoba mengingatku dari ceruk terdalam pikirannya. "—kau gadis itu?"

Aku menyingkirkan semua kekhawatiran dan fokus padanya, aku tidak pernah berpikir kesempatan seperti ini akan menjadi kenyataan. Akhirnya aku, akhirnya memperkenalkan diriku pada Kaden Bretton. Ini benar-benar menyenangkan dan sekaligus menegangkan.

Mengangguk, aku melontarkan senyum ragu tetapi hangat. "Halo, Kaden."

Emosi singkat kebahagiaan yang berkilat di matanya melintas begitu cepat hingga aku nyaris melewatkannya. Namun, aku berhasil menangkapnya dan itu nyata. Dan kemudian itu hilang dan ekspresinya menjadi dingin sekali lagi.

"Dia adalah Isla yang sama yang aku pernah kuceritakan sebelumnya," terdengar suara Parker, terukur tetapi lembut seperti biasanya. "Ibuku dan aku tinggal bersama Ayahnya dan dia selama bertahun-tahun, ingat?"

Kaden tidak menjawab. Kurasa baginya bukanlah besar ketika Parker memberitahunya tentang aku di masa lalu. Sebaliknya, dia berdiri dan mengambil langkah yang lebih dekat denganku. Posturnya sangat kaku dan mengintimidasi sehingga aku agak tersentak. Aku baru saja akan mulai berpaling ketika jemarinya terangkat untuk menggenggam lenganku. Namun, jika aku selalu mengagumi sentuhannya sebelumnya, menikmati kehangatan kulitnya yang agak kasar pada kulitku, cengkeramannya kali ini terasa hampir mirip.

Ketika aku bertemu matanya, tatapannya tidak terbaca. Ironisnya ketika dia sekarang bisa melihat kembali, rupanya dia jauh lebih sulit dipahami daripada ketika dia buta.

"Aku perlu bicara denganmu," katanya, suaranya kosong dari semua emosi. "Secara pribadi," tambahnya dingin, ketika Parker dan Nolan berdiri.

Nolan segera duduk kembali tetapi Parker ragu-ragu, menatap Kaden dengan waspada.

Aku tersenyum senang pada kakakku. "Aku akan baik-baik saja."

Dia tidak terlihat sangat yakin, yang sepenuhnya bisa dimengerti. Kaden sedang dalam mood yang tidak dapat diidentifikasikan pada saat ini dan kami tidak dapat memprediksi langkah selanjutnya. Namun, sebelum aku bisa meyakinkan Parker lebih jauh, Kaden sudah menarikku ke pintu. Sebagai pria terhormat itu, dia memegangi pintu agar aku bisa melintasinya, sebelum melangkah keluar dan membiarkan pintu itu menutup di belakang kami.

Mungkin itu adalah caranya yang disengaja, sesuatu tentang dirinya yang selalu terlihat mengintimidasi, karena tidak ada yang mengikuti atau mendekati kami—bahkan Jeanette atau Brent, yang menatap kami dengan mata melebar dan mulut ternganga ketika kami berjalan melintasi lobi dan menuju balkon yang aku baru kukunjungi beberapa menit yang lalu.

Jalanan di bawah masih sibuk, suara-suara konstan dari mobil melaju kencang seperti jenis musik latar di telinga. Kaden masih belum melepaskan lenganku, tetapi cengkeramannya sedikit melonggarkan, jadi aku menarik kembali, tidak yakin bagaimana harus bersikap di depannya.

Karena apa lagi sekarang? Apa yang dia pikirkan? Aku menatapnya dengan ragu ketika dia berbalik untuk menutup pintu dengan kuat di belakang kami dan memutuskan bahwa yang terbaik adalah aku meminta maaf atas caraku meninggalkannya berbulan-bulan yang lalu.

"Dengar," aku memulai, dengan hati-hati, dan dia menjadi kaku, punggungnya masih menghadapku. "Aku pikir aku benar-benar berutang padamu—"

Tapi ada kelu di lidahku ketika dia berputar cepat dan menutup celah di antara kami. Mengantarkan gigil ke punggungku dan mataku terpejam hampir secara naluriah ketika dia menekankan bibirnya ke bibirku, secara efektif melenyapkan setiap pemikiran yang tersisa atau rasionalitas yang ada dalam pikiranku. Dia mengangkat tangannya ke wajahku, memasukkan jemarinya ke rambutku dan memiringkan kepalaku agar dia bisa memperdalam ciuman itu.

Dan ketika lidahnya menyapu bibirku dan masuk ke mulutku dengan panas dan penuh gairah, aku mendapati diriku membalasnya. Aku membalas ciumannya dengan semangat yang sama, yang menyebabkan dia menggeram rendah di tenggorokannya dan menarikku ke arahnya. Aku tidak melawannya, tidak melawan dia, karena itu sia-sia dan aku sangat merindukannya. Bibirnya terasa familier dan asing secara bersamaan—familier dengan cara dia mencicipiku, seperti permen lembut dan sesuatu yang menyenangkan; tetapi asing dalam cara dia menciumku.

Dia belum pernah menciumku seperti ini sebelumnya—ini terasa panik dan putus asa, tetapi tidak seperti ciumannya denganku di kali terakhir kami bertemu. Alih-alih, ini adalah rasa putus asa dalam jenis kerinduan yang menyiksa yang membuat dadaku menegang dengan menyakitkan, seakan dia merindukanku sama seperti aku merindukannya dan tidak lagi waras karena dia sangat merindukanku. Aku mengeluarkan rengekan gemetar sebagai tanggapan atas ciumannya yang panas, yang mungkin bukanlah hal terbaik untuk dilakukan karena dia tiba-tiba membeku di bibirku.

Dan kemudian dia menjauh dariku seolah sentuhanku menghanguskannya. Aku hampir terjengkang tetapi dia dengan cepat menangkap sikuku. Namun, begitu aku menemukan pijakanku, dia segera menarik tangannya, mengambil beberapa langkah ke belakang. Ekspresi marah melingkupi wajahnya; jenis kemarahan yang paling mematikan dan paling tenang yang pernah kulihat.

"Aku tidak bisa memercayaimu," desisnya, matanya yang hijau berkobar. "Kau pikir kau siapa bisa datang ke dalam hidupku dan pergi kapan pun kau mau?"

Aku tersentak untuk sesaat, mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk menyembuhkan rasa sakit yang dia rasakan tanpa memberikan cerita lengkapnya. Namun, aku jelas menunggu terlalu lama, karena matanya menyipit dalam amarah.

"Kenapa kau meninggalkanku?"

Karena ibumu memaksaku. Karena jika aku tidak melakukannya, maka Parker dan keluargaku akan terluka.

"Aku benar-benar minta maaf telah meninggalkanmu," aku memberitahunya, dan menatapnya dengan jujur. "Aku tidak ingin melukaimu dan aku minta maaf telah melakukannya."

"Kau tidak ingin melukaiku? Kau berbohong padaku sejak pertama kali kau melewati pintu rumahku dan memberiku omong kosong tentang benar-benar mencintaiku. Dan aku benar-benar mempercayainya karena aku, menurutmu, terlalu bodoh karena bisa-bisanya mempercayai pembohong sampah di dunia yang kacau ini," dia berhenti, menatapku dengan tatapan dingin yang menarik udara keluar dari paru-paruku ketika aku mengingat apa yang kukatakan dengan sempurna.

Air mata tiba-tiba menusuk di bagian belakang kelopak mataku. Sudah terlambat untuk penyesalan, tetapi aku sangat berharap dia melupakan semua kebohongan yang telah kukatakan. Rupanya, tidak pernah melupakannya dan pikiran itu benar-benar menyakitkan.

"Kaden–"

"Aku memohon padamu untuk tetap bersamaku," dia tertawa getir dan menggelengkan kepalanya. "Aku memohon padamu untuk tetap bersamaku, dan aku tidak pernah memohon pada siapa pun seumur hidupku. Aku bisa memberimu seluruh dunia ini jika kau memintanya, jika saja kau tetap tinggal bersamaku."

Kata-katanya menyentuh ingatanku dan aku bisa mengingatnya dengan sangat jelas. Dia bersedia memberikanku apa pun. Cintailah aku dan jangan tinggalkan aku, katanya, dalam salah satu pernyataannya yang paling kuat yang membuatku merinding ketika pertama kali aku mendengarnya. Jangan pernah tinggalkan aku. Ingatan itu sekarang meninggalkan lubang menyakitkan di perutku.

Mengambil napas dalam-dalam, aku mengedipkan air mata yang mengalir ke sudut mataku. "Aku menyesal—"

"Tidak, sial, kau tidak pernah menyesal," katanya dengan nada rendah dan tajam.

Sesuatu dalam caranya mengatakan itu membuat hatiku berdebar, dan tidak dengan cara yang baik. Karena aku selalu melihat Kaden dalam cara yang baik dan hangat, tetapi aku belum pernah melihatnya menjadi sedingin dan sependendam ini sebelumnya. Dia melangkah menuju pintu, menariknya terbuka. Dia melemparkan pandangan terakhir dari bahunya sebelum membiarkan pintu terayun menutup di belakangnya.

"Kau belum sama sekali menyesalinya."

  

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

  

"Ini omong kosong serius," adalah ucapan Parker kepadaku malam ini. Dia datang tanpa pemberitahuan di tengah malam, dan aku tengah membaca novel ketika aku mendengar bel pintu berdering tanpa henti.

Menggerutu pelan, aku menyeberangi ruang tamu dengan langkah sangat lambat dan membuka pintu untuknya. Aku mengabaikan sapaannya, meskipun aku memiliki firasat samar tentang apa yang dia maksudkan, dan bersandar pada bingkai pintu sebagai gantinya.

"Suatu hari, aku tidak akan berada di rumah dan kau akan berdiri di sana membunyikan bel pintu seperti orang bodoh."

Dia mengerutkan kening. "Apakah kau sedang minum?"

Aku menatap gelas anggur di tanganku dan membelalakkan mataku dengan polos ke arahnya. "Aku pikir begitu."

"Kenapa kau minum?" dia terdengar tidak setuju tetapi matanya tampak terpaku pada sejumlah kecil cairan yang tersisa di gelas. Lagi pula, dia tidak bisa melarangku untuk tidak minum dan dia tahu itu, karena ketika aku berusia delapan belas tahun, dia adalah orang pertama yang mengajakku minum.

Jadi aku hanya menyeringai. "Kau mau, kan?"

"Berikan aku seluruh botol sialan itu," gumamnya, bergerak masuk ke dalam apartemen. Dia langsung menuju sofa, menendang lepas sepatunya, dan menarik dasinya sebelum duduk, berbaring secara horizontal dengan kepala disandarkan pada lengan sofa kulitnya.

Sangat jelas terlihat, dia sedang tidak dalam suasana hati yang baik, tetapi aku juga begitu. Dia jauh lebih frustrasi daripada diriku, dan jauh lebih merasa bersalah tentang semuanya.

Setelah menutup pintu, aku menuju ke dapur untuk memberi Parker segelas anggur baru. Mengambil botol anggur dan dua gelas, aku kembali ke ruang tamu dan meletakkannya di atas meja kopi di depan kami.

"Hari yang panjang?" Aku bertanya dengan penuh simpati, menuangkan anggur dalam jumlah besar dan menyerahkan gelasnya.

Parker duduk dan mengambil gelas itu dari aku. Senyum di wajahnya hampir terlihat sinis. "Terima kasih pada Kaden," gumamnya. Dia melirik sebentar ke film yang diputar di televisi dan alisnya naik. "Aku tidak pernah tahu kau suka komedi gelap. Aku pikir kau suka romcom—kau tidak pernah menonton apa pun kecuali itu."

Aku tersenyum sedih. Ada masa ketika aku selalu menonton film komedi romantis hampir sepanjang waktu. Namun, setelah bertahun-tahun, itu telah berubah, seperti banyak hal lainnya.

"Acaranya cukup seru," kataku, menunjuk ke televisi. "Aku masih menonton romcom dan Sleepless in Seattle akan selalu menjadi film favoritku, tapi–kau tahu, romcom memiliki kecenderungan untuk membuatmu percaya bahwa akhir yang bahagia ada, padahal dalam kenyataannya," suaraku menghilang dan aku menahan napas, "tak ada yang seperti itu."

"Aku pikir aku lebih menyukaimu ketika kau optimis," dia merenung.

"Aku juga lebih suka ketika aku lebih optimis juga. Sayangnya, aku tidak bisa selalu seperti itu." Sambil duduk di kursi yang bersebelahan dengan sofa, aku mengangkat kedua kakiku ke atas lengan sofa dan bersandar pada sisi lainnya. Lalu aku melirik Parker, yang masih terlihat agak lelah. "Aku minta maaf karena mengacaukan persahabatanmu dengan Kaden. Aku tidak bermaksud, kau tahu, rasanya sangat klise ketika seorang gadis hadir di antara pertemananmu dan merusak hubungan persahabatan itu. Aku hanya tidak ingin melakukan sesuatu seperti itu. "

"Klise semacam itu hanya akan terjadi ketika mereka jatuh cinta pada si gadis itu. Dan karena memikirkan cinta denganmu membuatku mual–jangan tersinggung, tuan putri—"

"Aku mengerti."

"–dan pemikiran tentang Nolan jatuh cinta padamu membuatku semakin mual, kurasa kisah klise semacam itu tidak akan berlaku pada kami. Tidak, ketegangan pada persahabatan kami ini adalah hasil dari kebodohan Kaden, dan karena Nolan dan aku tidak menjadi orang yang cukup suportif juga."

"Ya, tapi aku yang membuat situasinya begini." Rasa bersalah yang kurasakan terhadap mereka bertiga selalu ada di sana. Perasaan ini tidak memudar selama berbulan-bulan dan tentu saja tidak sekarang. Aku menarik napas dalam-dalam dan mendorong diriku duduk tegak, memperbaiki senyum cerah di wajahku. "Tapi aku akan memperbaikinya. Kurasa aku akan menerima tawaran pekerjaannya. Itu akan membuat segalanya sedikit lebih membaik, kurasa."

Kening Parker berkerut. Aku tahu dia memikirkan apa yang dikatakan Kaden sebelumnya di hari itu. Setelah Kaden meninggalkanku di balkon, dia menyerbu kembali menuju Parker dan menuntut agar aku bekerja untuknya di perusahaannya.

"Dia akan menjadi asisten pribadiku."

Aku nyaris tidak berhasil menangkap kata-kata terakhir Kaden saat aku bergegas kembali ke ruangan. Ruangan itu masih kosong kecuali kami berempat dan aku tahu kami menarik banyak perhatian dari karyawan lain di luar.

"Tapi kau tidak pernah memiliki asisten pribadi," Nolan membuka mulut, memutar bola matanya ketika Kaden menatapnya dengan dingin.

"Siapa pun yang waras akan menerima tawaran pekerjaan ini," kata Kaden datar. Aku tahu bahwa dia telah melihat aku berada di sekitarnya, tetapi dia terus berbicara pada Parker dan Nolan seolah-olah aku tidak ada di sana sama sekali. "Gaji yang jauh lebih baik daripada yang dia dapatkan di sini, salah satu posisi tertinggi di perusahaan dan resume yang fantastis karenanya."

Parker sama sekali tidak terlihat yakin. Bahkan, dia tampak agak kesal, terutama ketika tatapannya mendarat padaku. "Bukan itu intinya. Intinya adalah—kau tidak boleh memaksa seseorang untuk bekerja untukmu kecuali mereka mau. Isla bahkan tidak menyetujuinya."

"Itu karena itu bukan pilihan," Kaden membalasnya, sebelum berbalik ke pintu keluar. Di tengah langkahnya, dia berhenti di depanku, menundukkan kepalanya dan berbicara dalam volume yang hanya bisa aku dengar. "Jangan menentangku. Kau tidak akan suka melihat apa yang terjadi ketika kau bertarung dengan api."

Kemudian dia pergi, meninggalkan jejak kehancuran di belakangnya. Mengatakan kalau Parker hanya kesal akan meremehkan. Dia benar-benar jengkel; sementara Nolan hanya bingung.

Tak satu pun dari kami tahu apa yang dipikirkan Kaden atau kenapa ia bertindak seperti itu. Sepertinya dia telah berubah seratus delapan puluh derajat menjadi seseorang yang sepenuhnya antagonis dan manipulatif. Parker dan Nolan menghabiskan sisa hari itu mencoba meyakinkan Kaden, tetapi jelas itu tidak berhasil.

"Itu hanya ancaman kosong," kata Parker sekarang, suaranya membuatku keluar dari ingatan yang kuselami. Rahangnya tegas akan tekad. "Apa yang terburuk yang bisa dilakukan Kade jika aku tidak membiarkanmu pergi? Merusak reputasi perusahaanku? Mengajukan gugatan terhadapku?"

Aku tidak tahu. Aku tidak ingin berpikir bahwa Kaden mampu melakukan hal-hal seperti ini, tetapi kenapa itu tampak sangat mirip dengan apa yang ibunya ancamkan kepadaku beberapa bulan yang lalu? Kenapa keluarga Bretton begitu cepat terpaku pada orang-orang yang paling kukhawatirkan dan kucintai?

"Jika kau mengkhawatirkan aku—jangan," lanjut Parker dengan lembut. "Kupikir sudah cukup jelas apa yang Kade coba lakukan. Dia akan melakukan apa saja untuk membuatmu tetap di dekatnya karena dia takut jika dia membiarkanmu pergi sekali lagi, dia tidak akan pernah menemukanmu lagi. Dia hanya melakukannya dengan cara yang tidak waras, menambahkan perilakunya yang sombong dan irasional ke dalam campuran. Dia tidak berpikir jernih. Kau harus membiarkannya tenang, Isla. Dia akan baik-baik saja setelah beberapa saat."

"Atau," aku menawarkan dengan ringan, "aku bisa menyetujui apa yang dia ingin aku lakukan."

Ada hentakan keheningan yang mengejutkan. Dan kemudian Parker cemberut cemas. "Isla–"

"Aku tidak setuju. Aku tidak melakukan ini karena dia menginginkanku. Aku melakukan ini untuk memperbaiki keadaan, terutama persahabatanmu dan persahabatan Nolan dengannya. Aku tahu itu bukan cara yang paling bijaksana, tetapi hanya ini yang bisa kulakukan, terutama setelah semua hal buruk yang kukatakan kepadanya."

Bahkan sekarang, semua kebohongan yang kukatakan berdering dengan sangat jelas di kepalaku dan aku mengernyit saat mengingatnya.

Aku hanyalah seorang gadis miskin yang akan melakukan apa saja demi uang. Bahkan jika itu berarti bermain dengan perasaan hati seorang miliarder yang terlalu bodoh untuk percaya bahwa pada pembohong sampah di dunia yang kacau ini.

Aku tidak pernah mencintaimu. Tidak dulu, tidak sekarang, tidak akan pernah.

Kata-kata ini mengirim tusukan yang menyakitkan ke hatiku. Dan aku bahkan tidak bisa mulai memahami betapa lebih menyakitkannya itu bagi Kaden, yang tampaknya benar-benar memercayai setiap kata yang aku katakan sejak aku melangkah ke ruangannya dan berperan sebagai Evangeline.

Dalam aspek itu, dia berhak untuk merasakan apa yang dia rasakan sekarang—marah, getir tentang hal itu, bahkan jika dia tidak bisa benar-benar menangani emosi itu dengan cara yang tepat. Aku hanya bertanya-tanya apakah akan ada secercah kesempatan di dalam dirinya untuk memaafkanku. Dan jika tidak, tawaran pekerjaan ini bisa menjadi satu-satunya cara untukku menebusnya.

Aku menceritakan semua ini kepada Parker, yang mendengarkan dalam diam dan ekspresi suram di wajahnya. Namun, tidak seperti Kaden, aku selalu bisa tahu apa yang dipikirkan kakakku dan aku tahu dia tidak memercayai apa yang kukatakan. Tidak sepenuhnya.

Maka tidak mengejutkan ketika dia menghela napas panjang lebar dan mencondongkan tubuh ke depan, menyandarkan sikunya di atas lutut. Matanya mengamatiku dengan intrik samar yang agak menggoda.

"Apakah kau yakin kau meras bersalah, Isla?" Dia bertanya dengan cepat. "Atau adakah alasan lain untuk itu?"

Memutar mataku, aku berbalik menghadap televisi, menghalangi setelah aku hanya diam dan mengenalku dengan sangat baik, dia tahu kebenaran adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dikatakan.

Tentu saja ada alasanlain. Aku masih cinta padanya. Dan jika bekerja untuknya memungkinkan aku satuhari lagi bersamanya, maka aku dengan senang hati akan mengambilnya dan mungkinkesempatan lainnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro