Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

26. Keputusan Aneh Arkan

"Gue disuruh sama ayah lo."

Kata itu terus berputar di kepala Athiya. Bahkan sampai saat ini. Padahal sudah seminggu yang lalu acara itu berlangsung. Dan selama seminggu itu pula dirinya tidak mendapat jawaban apa pun dari Arkan.

Athiya kira, Zefran saat itu menghampiri dirinya karena disuruh Ita atau Tama, eh, ternyata, ayahnya sendiri? Lalu kenapa soksokan bilang "pacar"?

Malahan, mulai dari hari itu sampe sekarang, Arkan menyuruh Zefran untuk selalu menjemputnya, dalam artian, pulang pergi bersama! Agak gila memang ide ayahnya. Motif membuat keputusan itu apa, coba?

Athiya benar-benar tidak habis pikir.

Benar, sih, karena ayahnya itu Zefran jadi tidak sesarkas biasanya, tetapi, rumor yang tersebar ... semua jadi menyimpulkan kalau keduanya berpacaran.

"Senin besok udah ujian sekolah, dua minggu lagi, tanggal 16 April udah terakhir pendaftaran SBMPTN. Tanggal 5 mei, pengumuman kelulusan. Mulai 17 Mei udah UTBK. Habis UTBK, pengumuman pararel sama wisuda. Habus wisuda, pengumuman SBMPTN, habis itu ... jadi MABA." Tama tiba-tiba mendongak. "Kok perasaan kita cepet banget lulusnya, sih!'

"Makanya jangan bucin terus."

"Eh ... ?" Alih-alih marah atau menyangkal, Tama malah diam sambil memandang Zefran. Bibir cowok itu melengkung. Alisnya naik turun.

"Apa?"

"Nggak papa," jawab Tama. Menahan senyum mati-matian. Cowok itu melirik Athiya dan sang sahabat bergantian.

"Liat, deh, Tay. Bentar lagi pasti ada couple baru. Sekarang aja lagi malu-malu kucing."

Ita mengangkat kepala. Ikut memandang apa yang pacarnya maksud.

Pelan-pelan bibirnya melengkung. Lama-lama semakin lebar. Dan terus melebar seolah bisa sampai ke telinga. Dehaman keluar dari mulutnya. "Ekhem, iya, nih, Tay. Sekarang aja sosoan jaim, lama-kelamaan ... aduh. Pasti ... pasti udahlah pasti."

Sejoli itu saling lirik dengan bibir yang sama-sama menahan senyum.

"Apa, sih, kalian?"

Tawa mereka menyembur saat melihat sejoli yang mereka sindir sudah mulai menunjukkan reaksi. Lihat saja. Rona merah samar-samar terlihat di muka kuning langsat keduanya.

Jujur, kalau begini, Athiya lebih memilih melihat keduanya bucin dan lupa daratan daripada terus menggodanya seperti ini. Benar-benar kampret dua manusia ini.

"Dasar kuno. Liat dua orang barengan langsung dikira pacaran. Dih."

"Tau, tuh. Kayak netijen! Dahlah, gue mau ke perpus dulu balikin ini." Athiya beranjak duluan dari kantin yang ramai ini dengan buku di tangan. Meninggalkan Zefran yang asyik dengan ponselnya, dan sejoli yang sedari tadi gencar menggoda keduanya.

"Tuh, tuh." Tama menunjuk-nunjuk Athiya yang sudah berlalu dengan Zefran bergantian. "Kan, kan?" hebohnya, "Tay?" Tama menyikut lengan Ita. "Liat, kan? Udah mulai kompak. Bener-bener tanda-tanda, fiks!"

"Bacot!" Zefran langsung beranjak setelah berkata demikian, berhasil membuat Ita dan Tama menyemburkan tawa. Tampak puas menggodanya.

***

"Lo kalo mau pulang duluan nggak papa. Gue mau ke gramed dulu. Nanti gampang bisa pesen ojol baliknya," jelas Athiya saat melihat Zefran tengah bersiap-siap memasukkan alat tulis ke dalam tas.

Mata Athiya menyipit saat tidak mendapat jawaban. Jemarinya sangat gemas ingin menjambak rambut berantakan yang ada di hadapannya itu. Percuma!

Iya, sarkasnya ilang, tapi cueknya, astagaaa! Tetap! Malah semakin manjadi-jadi!

"Setidaknya bilang 'iya' gitu, kek! Emang bikin rugi kalo ngomong baik-baik? Dasar mulut mercon!" Athiya mendumal sendiri.

Gadis itu memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tas dengan brutal, seolah tas itu adalah Zefran yang tengah menjadi sasaran amukannya.

Ita saja sampai bergidik melihat kebrutalan Athiya. Sangat menyeramkan, euy.

"Santai, Buk ... astaga. Kasian itu tas-nya."

"Bodo amat."

Ita semakin bergidik melihat Athiya yang terus melirik Zefran yang mulai hilang di balik pintu dengan sinis. "Ya udah, gue duluan, deh, Ay. Lo bener-bener serem kalo gitu. Sumpah. Ngeri gue. Awas kesambet."

"Bodo amat!"

Athiya sudah selesai mengemasi barangnya. Orang di kelasnya masih banyak, koridor juga masih ramai dengan lalu lalang siswa. Namun, cewek berkacamata itu tetap buru-buru melangkahkan kaki keluar, supaya bisa cepat-cepat ke gramedia agar bisa cepat pulang dan belajar di rumah untuk ujian Senin besok.

Athiya tidak boleh menyia-nyiakan waktu. Ujian ini merupakan puncak pertarungan dirinya dan Zefran. Ia tidak boleh kalah.

Gadis berkacamata itu akhirnya sampai di halte. Tempat pemberhentian bus itu tampak ramai. Bahkan banyak yang berdiri dan bergerombol karena tempat duduk yang disediakan sudah penuh.

"Astaga, ini, sih, pasti nanti nggak bisa sekali jalan. Gue juga ogah kalo harus dempet-dempetan kalo orangnya penuh begini." Athiya berdecak. "Apa gue pesen ojol aja, ya? Tapi duit jajan gue tinggal dikit. Nanti pulangnya gimana, dong?"

"Naik."

Athiya bergeming.

"Ck! Naik gue anter."

***

Memang bukan keputusan yang tepat dirinya diantar oleh cowok sarkas itu. Kalau begini, memang lebih baik dirinya menunggu bus agak longgar saja daripada harus tersesat di antara orang yang berdiri memanjang membentuk ular  di depan tempat dengan tulisan XXI.

"Ck! Ngapain, sih?" Untuk ke sekian kalinya Athiya protes, dan ke sekian kalinya juga dirinya hanya bisa menelan kesal.

"Gue pulang aja, ah! Sana lo aja sendiri yang mau nonton!" Athiya langsung berbalik meninggalkan antrean. Cewek yang masih memakai seragam abu dengan cardigan hijau toska itu berlalu dengan kaki mengentak.

Zefran hanya menarik sebelah bibir ketika melihat cewek yang tadi bersamanya berlalu begitu saja. Dalam batinnya cuma bisa menghitung mundur dengan apa yang akan terjadi. "Gegayaan."

Dan ... benar saja.

Tepat di menit ke lima belas, Athiya datang dengan muka ditekuk. Benar-benar ditekuk dan sangat kusut seperti baju yang saja ditiduri.

"Kok balik?"

"Nggak ada duit!"

Athiya manyun. Dirinya semakin kesal saat melihat banyak pasang mata menatapnya aneh. Apa lagi cowok di sampingnya. Terlihat sekali manusia bermulut pedas itu tengah menahan tawa.

Berkali-kali Athiya menoleh ke belakang, berharap Zefran menyusul. Namun, nihil! Athiya percaya Zefran peduli, musrik jatuhnya malah.

"Mana duit gue tinggal segini." Athiya mengeluar uang berwarna ungu dan kuning dari dalam dompetnya. "Saldo Gopay juga udah nggak ada." Athiya berdecak.

"Gue coba telepon Ita, deh."

Nihil, sambungan teleponnya malah berstatus "memanggil".

Sial!

***

"Ih, gila! Parah, Zef! Kok bisa, ya, ada kita yang lain di lain dimensi? Mana pada punya kekuatan. Ada makhluk-makhluk aneh juga. OMG! keren parah!"

"Film-nya bagus?"

"Bagus banget!"

"Bikin stres nggak?"

"Nggak! Malah bikin mata jreng!"

"Jadi?" Sebelah bibir Zefran tertarik. "Jilat ludah sendiri, ya, Neng?"

"Hah? Maksud lo?"

"Mana ada nge-refresh otak pake alur aneh yang nggak bisa dipikir pake logika. Yang ada tambah setres malah." Zefran menirukan cara bicara Athiya beberapa bulan lalu.

"Oh!" Mata Athiya melebar. Detik berikutnya, cengiran terbit menampilkan gigi berginsul itu. "Hehe. Peace ...."

Kini Athiya dan Zefran tengah duduk di taman dekat minimarket. Lampu sudah menggantikan cahaya mentari saat ini. Tidak terasa, kedua anak manusia itu sudah menghabiskan setengah weekend mereka bersama-sama.

"Oiya, lo, kan, tadi mau pulang dulu? Kok malah nganter gue? Sampe sekarang, lagi?"

"Siapa yang bilang mau pulang dulu?"

"Iya juga, sih." Athiya bergumam. "Tapi maksud gue ... aaah, itulah. Nggak jadi."

"Lah?" Zefran tersenyum tanpa sadar. "Iseng aja, sih. Gue gabut," jelas Zefran. Mengerti maksud dari perkataan Athiya tadi. Sejujurnya, dirinya juga tidak tahu kenapa tiba-tiba mengajak cewek ambisius itu nonton.

"Oh ... eh, mpus?" Athiya langsung berjongkok ketika melihat seekor anak kucing berlari ke arah mereka. Kucing oren itu mendusal-dusal ke Athiya. "Mpus, kamu laper, ya?”

Kucing itu mengeong.

"Iya? Bentar-bentar. Aku beliin kamu makanan dulu, ya." Athiya langsung bergegas masuk ke minimarket di dekat taman itu. Meninggalkan Zefran dan si anak kucing yang mulai pindah tempat mendusal.

Tidak berselang lama, Athiya kembali dengan makanan kucing di sebelah tangannya. Cewek itu dengan cekatan membuka dan memberikan makanan itu ke kucing tadi.

Tanpa waktu lama, kucing itu langsung menyambar makanan yang Athiya beri. Kucing hitam putih itu bahkan sampai bersuara saat makan, menandakan kalau dirinya sangat menikmati makanan itu.

"Duit lo habis?" tanya Zefran tiba-tiba.

"Iya. Nggak papa," jawab Athiya tanpa mengalihkan pandangan, dan tanpa meninggalkan senyum dari bibirnya.

Kenapa lo terlalu naif, sih, Athiya?

Kenapa magnet lo harus itu?

----- tbc -----


Hajahbsuenshsb kalian kuat?

😭😭😭

Aku, sih... pengen nabok Zefran rasanya ☝😭

YOSH, BENTAR LAGI PERTEMPURAN

SIAP YANG BAKAL MENANG?

Kira-kira aku bakal bisa, ga ya, namatin hari ini? :'v

...

Senin, 20/6/2022
©️Wishasaaa

Jangan lupa jejak!🔥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro