[Mafia AU! 9]
≪•◦ ❈ ◦•≫
"Sebenarnya aku cukup kecewa,"Hawks menopang dagu, "Bagaimanapun dari berbagai sisi, kau benar-benar tidak terprediksi. Dimana rasa kepercayaan kita?"
Lawan bicaranya terkekeh santai, mengangkat gelas winenya, suasana bar malam itu cukup ramai. Penuh dengan muda mudi yang berhura-hura dari hirup piruknya masalah dunia. Melepaskan seluruh penat dengan menyalurkannya ke dalam gelas-gelas berbuih. Tidak ada aturan, tidak ada tata krama, tempat dimana semuanya kembali ke naluriah hewani mereka yang sejatinya tak suka dikekang.
"Entahlah, aku pikir sekarang aku adalah solo player?"
Hawks memutar mata, "Aku sudah melakukan peranku. Dan kau? Apakah ini bisa dikatakan bahwa kau merusak perjanjian kita?"
"Aku takkan melarangmu berpikir demikian."Bariton khas itu tertawa sekali lagi, mengusap rambutnya ke belakang, lantas melonggarkan dasi, sebelum akhirnya kembali duduk serius. Menatap lelaki blonde itu dengan pandangan datar.
"Aku bukan kau yang diburu-buru oleh sebuah perasaan konyol."Menunjuk ke arah Hawks. "Jika kau melihat posisiku sekarang, maka langkah terbaik adalah menunggu. Tidak semuanya dilandaskan emosi."
"Mau menunggu sampai kapan hah? Sampai aku yang menghancurkan sendiri gedung grup kebanggaanmu?"
Lawan bicara Hawks menatap langit-langit bar yang khas dengan pesona orange warmnya.
"Entahlah, sudah kubilang bukan? Aku sekarang solo player."
≪•◦ ❈ ◦•≫
Namanya Megumi, Megumi Fushiguro. Tingginya rata-rata, rambutnya warna dominan, matanya hitam seperti layaknya masyarakat biasa, sikapnya baik, condong ke arah cuek, suka menolong, suka membantu, dan suka berbagi. Kesannya saja seperti orang sombong tapi aslinya baik.
Umurnya belum ada seperempat abad tapi gelarnya sudah menyebar bak tinta hitam di air bening. Dikenal dengan kemampuannya yang cukup hebat untuk seorang manusia biasa.
Megumi Fushiguro, master bayangan dari Jujutsu.
Kemampuannya bergerak di tengah kegelapan tanpa suara, berhasil menebak tepat orang-orang di tengah kegelapan. Indra-indra selain penglihatannya bekerja sama dengan bagusnya, semakin tajam, peka dengan pergerakan sekecil apapun. Banyak orang bilang bahwa Megumi itu layaknya bayangan.
"Kanan."
Megumi menarik katananya, mengibaskannya ke kanan dengan cepat. Sebuah timah peluru terbelah menjadi dua.
"Mereka hanya mengganggu kita."Akaashi bergumam, tapi tetap berlari mengikuti pergerakan cepat Megumi. "Tidak berniat menyerang."
"Target mereka bukan kita."Konoha menghela napas. "Apa yang harus kita lakukan, disaat-saat seperti ini akan sulit mencari Sanna si tukang hilang."
"Itu mudah."Megumi berkata cepat. Tubuhnya menjadi beribu kali lebih sensitif di saat gelap gulita seperti ini. "Kalau sudah seperti ini, pasti cara tercepat adalah masuk ke arah ruangan yang lebih dalam."
"Lantas kenapa kita ke tangga darurat?!"
"Karna tugasku mengantarkan kalian dengan selamat."
"Tapi Sanna?!"
Megumi menghela napas, katananya kembali terkibas cepat. Dua kali putaran, arah kiri, melibas apapun dengan cepat. Dua timah amunisi yang sudah terbelah itu jatuh berkelimpang di lantai marmer. Membuat Konoha kembali merinding. Kicep dah tuh.
"Tenang saja. Dia akan baik-baik saja."
Akaashi yang sudah membuka mulut hendak protes mengurungkan niatnya ketika melihat siluet muka Megumi yang benar-benar terlihat serius, hendak melanjutkan ucapannya.
"Gelar master bayangan itu hanya lelucon."Megumi menghunuskan katananya ke depan, telinganya mendengar sebuah gesekan antara kain baju dengan angin, sepertinya oknum tersebut sedang berlari mendekat.
"Semua orang disini lebih dari mematikan untuk bergerak disaat gelap."
≪•◦ ❈ ◦•≫
Nafasku menderu. Hormon adrenalineku kembali memuncak diakibatkan oleh situasi yang teramat tegang ini. bagaimana tidak tegang, dirimu diseret paksa dengan moncong senjata yang siap menembakkan amunisi kapanpun tengah ditekankan paksa ke pinggangmu.
Aku tahu ada yang salah sejak lampu mati mendadak. Tapi tidak sampai mengira bahwa ada seseorang yang langsung menyeretku di detik lampu mati bahkan tanpa sempat berteriak.
Siapapun dia, yang jelas sepertinya kami berjalan setengah berlari di lorong, sedikit berbelok sebelum akhirnya membuka sebuah pintu.
Ah.
Tangga darurat untuk karyawan.
"Oi, kau tak berniat untuk menjelaskan asal-usul, atau apalah itu? Aku bisa saja berteriak kalau kau adalah penjual organ-organ ilegal."Aku berkata sinis. Sedikit menolak, memberontak untuk diseret ke arah tangga.
"Aku tak diperintah untuk membunuhmu."Bariton berat untuk ukuran lelaki itu akhirnya terdengar. "Tapi jika kau tak patuh, aku masih diizinkan untuk membuatmu tidak sadar."
"Oh ya? Atas dasar siapakah perintah itu?"Aku reflek memegang besi penyangga tangga, menolak diseret menuruni tangga darurat. "Asal kau tahu, aku bukan anggota grup ini."
"Hakmu untuk tahu cukup sampai disana, nona. Demi keselamatanmu sendiri."
"Kau suruhan dari Ultra bukan?"
"Aku tak bisa menjawabnya."
Cengkraman di lenganku mengerat, membuatku reflek mengaduh. Tapi masih keukeh tidak melepaskan pegangan.
Sebenarnya cara teriak cukup ampuh tapi sesuai yang dikatakan Fushiguro. Gedung ini sepi. Yang artinya jika aku berteriak, persentase terbesar yang akan datang adalah rekan oknum ini.
Belum sempat otakku memikirkan hal-hal yang mungkin bisa jadi pemecah masalah, kaki lelaki itu bergerak cepat, sepersekian detik melepas cengkraman dan tekanan senjata di pinggangku. Mengambil ancang-ancang menendang.
Ah.
Ini gelap.
Tapi aku tahu apa yang akan terjadi.
Tubuhku langsung menunduk, seperti apa yang diajarkan Yukie-san. Menunduk dan melompat mundur beberapa langkah menghindari skala area tendangan yang jelas-jelas mengarah ke area leher belakangku tuk hantam langsung pusat kesadaran.
"Sial."
Kakiku bergeser cepat, dengan kaki kiri yang langsung menekuk dan mengambil langkah ke belakang. Kaki kananku terangkat cepat. Dua tanganku berada di samping kanan-kiri tubuh mengambil ancang untuk kuda-kuda menendang.
'Tenaga anak perempuan tak sekuat anak laki-laki, jadi doronglah seluruh kekuatan menggunakan tubuhmu, bukan hanya kakimu saja.'Yukie Shirofuku 2021
Tubuhku mengambil tolakan juga, ikut bergerak untuk menambah kekuatan pada tungkai kaki. Kaki kananku melesat cepat. Hendak menujam dengan target perut laki-laki tersebut.
Tapi memang tak bisa berharap banyak, apa yang kuharapkan dari seseorang yang sudah terbiasa berkelahi. Lengan pelaku bergerak cepat, kedua tangannya menyilang membentuk tanda plus mengambil sikap bertahan, menahan tendanganku.
"Ugh-"Aku menarik kembali kaki kananku dengan cepat, membuatnya kembali menapak tanah sebelum kaki kiriku bergerak melesat mendorong lelaki itu.
"Kesso-"
Aku bukan berniat mengalahkannya, hanya sedikit mendorongnya saja sduah amat cukup. Tangan lelaki itu reflek mencari pegangan, tak pelak kakiku yang masih terangkat pasca menendang menjadi target pegangan yang paling pas dalam sudut pandang orang yang sedang meluncur jatuh ke tangga. Dengan cepat, kaki kiriku yang terangkat ditarik cepat untuk ikut terjun bebas ke bawah.
"GILA KAU?!"
Jeritanku memenuhi lantai dua gedung. Kaki kananku tergelincir hebat taku kuat menahan beban tubuh saat kaki kiriku ditarik ke bawah hingga membuat tubuhku menubruk lantai begitu keras, tak pelak aku terseret ikut jatuh.
Yah, karir sang Avicenna berakhir di tangga karyawan.
Entah kenapa di antara siluet cahaya luar yang menembus kaca, aku bisa melihat sorot mata terkejut dari lelaki dengan surai dark itu. Ia reflek melepaskan kakiku yang tadi dicengkram sebagai tempat pegangan.
Dia yang narik, dia yang kaget, lol. Tapi telat bego, ini tubuh saya sudah meluncur tak terbatas dan melampauinya.
Aku memejamkan mata, mengernyit ngeri berusaha sudah siap dengan sensasi rasa sakit dimana tubuhku menghantam anak tangga sebelum kemudian seseorang menangkap lenganku cepat.
"Hold on, dear, kau tak bisa mati senaas itu."
"A-ah."
Mataku membuka lebar siapa gerangan orang yang menarik tanganku dan dengan cepat membantuku menyeimbangkan tubuh agar tidak oleng lagi.
"Maki Zenin-san?!"
≪•◦ ❈ ◦•≫
"Maaf sekali lagi Hawks-sama."
"Jangan dipikirkan, Awase-kun. Toh ini hanya ketidaksengajaan, wajar jika gagal."
"Kalau Hawks-san berkenan, aku bisa menyusulnya."Lelaki dengan rambut dikepang itu berkata cepat.
"Tidak usah, kalian sudah bekerja sangat bagus. Kembali ke markas saja."
"Patah tulang sepertinya?"Tsuburaba bergumam pelan, mengabaikan Awase yang masih sibuk berbincang-bincang dengan Hawks."Tapi keren lho, ada orang jatuh dari lantai dua tapi tidak pingsan."
"Matamu."Sen meringis saat Rin mengangkat kakinya untuk disangga sementara agar tak banyak bergerak.
"Bagaimana dengan misinya?"
"Sukses.., I guess, Aomine-san berhasil melukai ketua Jujutsu. Meski sepertinya tak sampai mati sih."
"Yah itu sudah keberuntungan, kudengar beberapa personil mereka mati saat one-on-one dengan Gojou Satoru."
"Tapi aku akui, kau tadi benar-benar menolong sekali Rin."Awase menoleh ke arah si Kepang.
"Aku?"
"Yeah, gara-gara kau tadi menyuruh agar kita bermain serangan saja pas melawan master bayangan, pihak Ultra tidak mendapat korban."
"Kalian justru yang sedikit error ingin melawan Fushiguro."Rin menghela napas, tak terbiasa dipuji. "Dan ini anak juga, kenapa tidak langsung dilumpuhkan sih? Dibuat pingsan atau apalah."
Sen mengusap dahinya, memejamkan mata menatap langit-langit mobil yang tengah melaju cepat kembali ke markas mereka. Menghembuskan nafas panjang.
"Aku takkan pernah menyakiti seorang wanita, kau tahu itu bukan?"
≪•◦ ❈ ◦•≫
Hawks meletakkan handphonenya, lantas kembali menatap Akashi dengan pandangan angkuh.
"Aku sudah melakukan bagianku."
Akashi menyeruput tehnya perlahan dengan khidmat. Sebelum kembali meletakkannya di atas meja tradisional. Tersenyum hingga matanya terpejam atas pertanyaan Hawks.
"Daijobu, aku akan melakukannya besok."
≪•◦ ❈ ◦•≫
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro