[Mafia AU! 2]
≪•◦ ❈ ◦•≫
"Ingat kan apa yang Kitashin bilang?"
Aku menghela napas, mengusap-usap rambut yang sekarang sedang dicat berwarna cokelat, "Jangan mencoba menembak."
Mobil mewah itu melaju cepat, membelah jalanan malam yang tengah lengang. Menuju ke sebuah perumahan mewah yang diyakini adalah markas kediaman para anggota inti Ultra.
Osamu yang menyetir, kursi penumpang sebelahnya Suna sementara aku dan Atsumu duduk di belakang. Turun dari bandara tadi, ternyata Shimizu sudah menyiapkan mobil khusus untuk misi ini.
"Gaes aku laper, ada yang bawa jajan ga?"
"Osamu please sadar sikon."
"Tapi aku beneran lapar!"
"Kau makan jatah sarapanku tadi pagi!"
"Kau hanya menyisakan lima sendok!"
Suna dengan santai memasang earsetnya, malas berurusan dengan si kembar yang mulai bertengkar persoal sarapan. Aku membuka-buka proposal yang disusun Shimizu, mengulang-ulang kembali angka-angka persentase, salah menyebut nominal bisa berakhir kematian. Impianku hidup sampai cucuku meninggal.
"Kau lagi nyetir mobil, ga boleh makan!"
"Aku bisa nyetir pake kaki ya nyet."
"MANA BISA TOLOL!"
"Kalau Osamu mau nyetir pake kaki, aku turun sini, mau mesen grab aja."
"KANG NYABU GAUSAH IKUT-IKUT."
Kalau boleh memilih aku mending join grupnya Sakusa yang tenang aja deh. Aku menghela napas, merogoh saku.
"Aku adanya permen."
"Aku bukan anak kecil, njir."
"KATANYA BUTUH MAKANAN GIMANA SIH DASAR LABIL!?"
Atsumu mengambil lintingan permen dari tanganku. Mengangkat bungkusnya, "Permen macam apa ini? Isinya bukan racun tikus kan?"
"Ih bego, itu jualannya danus BEM kampusku. Lihat aja di bungkusnya ada logo kampus."
"Kok rasa awan sih, ngaco ini mah."Atsumu protes.
"Karna bikin fly."Aku menjawab santai. Berusaha tak terpancing.
"Ini permen atau kokain anyink."
"Namanya teknik marketing bego."
"Mau dong, ada yang rasa aib tetangga ga?"Suna menoleh.
"Mulut kau lemes banget minta dislepet wadimor."Aku menggerutu, melempar dua permen ke Suna. Suna memberikan satu permen tersebut ke Osamu yang lagi nyetir.
"Anyway, kau cat rambut lagi?"
"Hanya cat semprot kok, kena air paling luntur."Aku memutar beberapa helai rambut dark brown yang ditata Yachi sedemikian apik.
Atsumu menguap pelan. "Oi, kalau nanti terjadi apa-apa, kau pakai saja pistolnya."
"Serius?"
"Tapi harus yakin bakal kena. Kalau ga yakin batalin aja."
≪•◦ ❈ ◦•≫
"Tidak ada yang rumit, ini bukan penyerangan. Ini hanya negosiasi dengan kewaspadaan."
Kita Shinsuke mengetukkan jari di atas meja rapat. Yang mengikuti rapat ini hanyalah orang-orang yang ditunjuk untuk mengikuti misi, seluruh ketua divisi yang anggotanya bersangkutan, dan jejeran ketua. Tujuannya tak lain tak bukan adalah untuk mengamankan informasi. Yang namanya penyusup itu tidak bisa dideteksi. Tapi berhubung ini bukan misi untuk menyerang, Kitashin melonggarkan keamanan.
"Tak banyak aturan, hanya satu, apapun yang terjadi, harus berhasil keluar."
Di tangan Kitashin, semua strategi dikemas seringan mungkin. Seringkas mungkin. Membuatnya lebih efektif.
"Ingat, jangan gegabah, kalian membawa nama divisi. Jika tidak ada perlawanan, diam. Jika ada, lindungi tim utama. Kau dengar itu Shirofuku?"
"Sorry-sorry, my fault, saat itu aku benar-benar tidak sengaja menekan pelatuknya."
"Kau nyaris memicu perang."
"Maaf."
"Sanna,"Kitashin menoleh, menatapku yang sibuk membuka-buka proposal, membacanya sekilas.
"Haik?"
"Kalau atsmosfir negosiasi dirasa tidak memungkinkan, langsung stop saja, tidak usah memaksakan. Generasi baru Ultra tak mudah mengubah perspektif mereka. Paham?"
"Siap paham."
Mobil berhenti di depan hotel yang menjulang tinggi. Seorang security I guess¸berlari kecil bersiap membukakan pintu. Aku menghembuskan napas seraya bergerak membenarkan sarung tangan. Mengangguk ke arah security yang meminta izin membukakan pintu.
"Anggotanya."
"Yeah."Lengan kirinya, itu luka akibat gesekan timah peluru. Guratnya khas sekali meski sepertinya sudah lama luka tersebut diciptakan, terlihat dari warnanya yang semakin membaur dengan warna kulit. Tidak mungkin security biasa memiliki luka yang tidak wajar seperti itu.
"Eh anjim, bungkus permennya belum kubuang."
"Udah disakuin dulu aja!"
"Astaga Atsumu, topengnya dipakai!"
"Gamau, sumpek kayak muka Suna."
"Napa pake masker, Sun!?"
"Agar tidak mencium aroma kebusukan Atsumu."
"Eh bangsat, maju sini by one kita."
Emang gada serius-seriusnya.
"Kita-san, kita masuk."Aku berkata pelan, lewat alat komunikasi khusus yang sudah dimodifikasi di dalam topeng.
"Good luck, San, dari sini akan aku matikan sambungannya."
Kenapa harus mematikan sambungan?
Menurut Kozume Kenma, salah satu ahli TI yang berbakat, anggota divisi Nekoma dibawah kepemimpinan Kuroo Tetsuro, ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi jika kami memaksa memakai alat komunikasi di bawah gedung lawan.
Kenma mengembangkan alat komunikasi terbaru. Aku kurang faham bagaimana mekanismenya. Jika telepon biasa mengubah suara menjadi data digital, maka alat komunikasi milik Kenma memiliki kemampuan jaringan nirkabel terbaru yang mampu mengirimkan data digital dengan ukuran yang jauh lebih minimalis dan kemampuan adaptor yang cukup tinggi membuat data digital tersebut takkan mudah dideteksi.
Tapi kemarin, lelaki lesu dengan muka neko itu menyarankan untuk mematikan alat komunikasi. Ia kemarin mencoba mencari IP address jaringan gedung Ultra dan tertolak, malah nyaris terserang balik. Membuatnya memilih menunggu aksi Semi saja.
"Bukan apa-apa, hanya berjaga-jaga."Ucap lelaki itu singkat.
"Sun, jalan duluan seperti biasa."Aku menghela napas, mengusap dahi pelan. Sedikit merasakan firasat buruk dari misi ini.
"Eh, ore?"
"Buruan!"
Suna buru-buru membuka pintu, menyarungkan katana hitam legamnya dengan lihai, memperlihatkan sebuah aura 'Senggol, Bacok.' Kepada semuanya yang berada di luar.
Aku menyusul Suna, security tadi yang membukanya menjulurkan tangan, ramah-tamah bermaksud membantuku turun meski sebenarnya tidak perlu. Aku menerima juluran tangannya, kemudian mengangguk sekilas, merapikan sarung tangan dan berjalan menyusul Suna. Osamu dan Atsumu menyusul bersamaan.
Ini pelajaran yang benar-benar ditekankan oleh Kitashin. Adalah tentang bagaimana menekankan posisi siapa yang terkuat pada lawan. Angkuh untuk menjatuhkan mental mereka.
Kitashin ingin memberi image khas pada divisinya. Itulah kenapa Suna selalu duluan dengan katananya yang mengkilat untuk memberi kesan yang terkuat sebagai awalan, lantas aku sebagai negosiator tanpa senjata, menurut Kitashin itu membuat sebuah kalimat 'aku tak perlu senjata karna aku sudah kuat tanpanya' dan memberikan image seorang wanita yang kuat, dan kemudian Atsumu-Osamu untuk menekankan bahwa mereka adalah kembar Miya yang namanya benar-benar terkenal di dunia shadow economy ini.
Meski Suna susah sekali disuruh berjalan tegak.
"Anda sekalian perwakilan Ukkai dari grup HiQu bukan?"
Depan pintu gerbang berdiri dua orang, satunya perempuan dengan rambut oranye indahnya yang terkuncir rapi, dan laki-laki dengan surai pirang berdiri angkuh dengan mata sok.
Suna mengangguk sekilas. Tidak memedulikan siapa yang didepannya.
"Saya Kendou dan ini Monoma, kami berdua yang diperintahkan untuk mengantarkan tamu-tamu Hawks-san ke lantai utama."
"Sanna Avicenna,"Aku mengangguk sekilas, tak berniat menunduk sama sekali. Dagu diangkat sebagai simbol kami tidak takut. "Tolong tunjukkan jalannya."
"Silahkan ikuti kami,"Senyum terulas. Mereka berdua kompak berbalik, berjalan terlebih dahulu.
"Bekas shuriken di leher si pirang."Osamu memajukan wajah, berbisik.
"Iya, aku juga melihatnya."
Aku memegang berkas dokumen lebih erat.
Suna melirik sekilas ke arah kami, lantas berkata pelan.
"Ayo masuk."
≪•◦ ❈ ◦•≫
"Aku banyak sekali mendengar tentang kalian, nama divisi rubah benar-benar terkenal sekali. Beberapa dari kami bahkan tak menyangka bahwa Kembar Miya langsung yang datang untuk menegosiasi."
Terkenal sih kagak, mencolok iya. Jauh lebih pesat kenaikan divisi Karasuno yang terhitung baru dibandingkan kami. Tapi aku hanya tersenyum tipis lantas mengangguk.
"Apakah kalian juga ikut serta dalam penyitaan Bank Swasta oleh pemerintah karna tak mampu menutupi dananya? Aku yakin Keluarga Zhong Liu sekarang tengah memutar otak tentang bagaimana cara membunuh Sanna Avicenna yang menjadi dalang terbesar kejatuhan otak bisnis mereka."
Aku melirik sekilas, pria berambut pirang itu tengah berusaha mengompori. "Dunia ekonomi hanyalah hutan rimba. Yang terkuat yang bertahan."
"Berarti kau menyatakan bahwa Grup HiQu yang terkuat?"
"Karna kami memang kuat."
"Pfft."Atsumu menahan tawa, Suna memalingkan muka tersenyum ngakak dibalik maskernya. Osamu hanya berdecak pelan.
Aku mendengus, melotot kesal. Pasti pikiran mereka sekarang 'terkuat? Lu make senjata aja belum khatam'
"Oh ya? Bagaimana dengan grup kami? Kenapa 'Yang Terkuat' ingin mengadakan perjanjian ulang dengan grup Ultra?"
Kemampuan debatenya bagus, kalau orang biasa pasti sudah terpancing.
Aku menarik napas, "Karna potensi dari revolusi kalian. Kami memperhitungkan semua pengaruh timbal balik yang akan berkesempatan terjadi di masa mendatang. Sebagai 'Terkuat' maka kami jelas harus 'Terpintar' bukan?"
"Apa yang kau lihat dari revolusi kami?"
"Memberikan keuntungan."
"Memberikan keuntungan? Itu adalah representasi dari kalimat 'kami hanya memanfaatkan kalian', kurang lebih begitu."
Aku menggeleng santai, "Sejak kapan ada hubungan yang tidak saling 'memanfaatkan dan memberikan keuntungan'? Kami memanfaatkan kalian dan tentu saja kalian mengambil keuntungan dari hubungan ini. Teori nilai kerja memiliki prinsip win-win solution termasuk pada hubungan antara dua grup besar seperti ini."
"Daripada mutualisme, bukannya ini lebih ke arah parasitisme? Kalian mengambil keuntungan tanpa mempedulikan relasi. Seorang Sanna terkenal sekali dengan manipulasi fakta di kalangan grup-grup besar sekelas Jujutsu ataupun Rakuzan."Yang perempuan-siapa namanya tadi? Kendo, angkat bicara.
"Jika anda sekalian pintar maka pastilah bisa mencari celah keuntungan dari sebuah relasi. Berlatihlah untuk menjadi seorang kancil yang bahkan bisa menipu raja hutan."
Atsumu bersiul, Suna ber-owh pelan. Benar-benar cocok untuk memanaskan suasana.
"Ahaha, gelar sang penipu memang tak pernah salah. Senang bisa mengobrol denganmu Sanna, aku menahan diri tidak menarik pelatuk senjata ke kepalamu dari tadi."Monoma tertawa sarkas.
"Terimakasih atas pujiannya, Monoma. Anggap saja ini tes kesabaran untuk anda."
≪•◦ ❈ ◦•≫
"Aku tak tahu apa yang Samu pikirkan tapi penglihatan Pak Washijou benar-benar menyebalkan, dia mengawasi kami tanpa henti dari tadi pagi."Atsumu
Aku melirik sekilas ke arah Atsumu yang merebahkan diri di sofa seenaknya. Kami diminta menunggu sebentar di ruang khusus. Disini cukup nyaman. Bahkan Suna yang biasanya sedikit pemilih soal ruangan pun duduk seenaknya.
"Jangan pedulikan itu bego, jam dua ayo makan onigiri di dekat perempatan."Osamu
Maksud dari kata-kata si kembar kurang lebih seperti ini.
-ada CCTV tersembunyi di dekat sini yang memantau pergerakan kami.-
-CCTV nya arah jam dua dari posisi Osamu.-
"Sepertinya sebelum itu kalian harus bersiap, kurasa cegatan polisi akan sedikit menyusahkan."Aku mengangkat bahu, abaikan saja.
"Oh ya?"Suna menoleh, "Tidak jadi makan?"
"Sepertinya tidak."
-Persiapan, setelah ini akan terjadi sesuatu yang menyusahkan.-
-Negosiasi ini tidak akan berhasil?-
-sepertinya tidak-
"Kenapa? Apa mau ganti tempat?"Osamu
"Coba kita ke Onigirinya dulu, nanti kalau tak bisa, langsung cari yang lain."Aku
-Mau kabur sekarang?-
-Coba kita negosiasikan dulu, kalau situasi tak mendukung, mari kabur.-
"Nee, Osamu kau yang menyupir ya?"
"Hah? Aku?"
"Iya, nanti aku, Sanna, Suna yang numpang. Jangan lupa perhatikan polisinya.-
"Cih numpang-numpang."
"Anak pungut gaboleh protes."
-Osamu yang berjaga di luar, sisanya masuk, kalau terjadi apa-apa lumpuhkan penjaga di luar.-
"Bagaimana dengan Noya? Dia jadi diajak?"Suna menoleh ke arah kembar yang sibuk bergelut.
-Nishinoya tadi memberi kode. Apa yang harus aku lakukan?-
"Jika tokonya tutup, ajak aja dia."
-Jika suasana tidak mengenakkan, suruh dia untuk bersiap-
Negosiasi ini bukan hanya untuk setuju/tidak setuju. Ada tiga opsi dalam penempatan keputusan ketua Ultra nanti.
Jika yes, maka seluruh rencana dinyatakan berhasil dan kami pulang tanpa perlu angkat senjata.
Jika netral, maka kemungkinan besar kami bisa keluar hidup-hidup karna keputusan 'netral' artinya tak ingin memicu perkelahian dua grup.
Jika no, yaudah pasrah, lari. Ini kandang orang, mending kabur daripada ngelawan. Seberapapun berkuasanya HiQu tetap saja takkan mengubah apapun jika aku memasuki arena lawan. Bendera permusuhan resmi berkibar jika utusan mati di tangan lawan. Artinya jika Ultra berhasil membunuh kami semua, maka mungkin selanjutnya akan ada perang besar-besaran.
Kata Atsumu, kepalaku dihargai sepuluh batang emas murni di pasar gelap. Hebat kan?
Masalahnya disini aku yang gamau mati kampret.
"Hawks-sama sudah datang,"
"Haik."
≪•◦ ❈ ◦•≫
Ruangan ini biasa saja, menurutku. Tapi desain interiornya dibuat dengan tema 'kebebasan' apalagi jika melihat dinding yang berbatasan langsung dengan luar ruangan dibuat full kaca. Interior merah gelap diiringi putih tulang membuat kesan tegas sekaligus mengintimidasi.
Sepertinya ini adalah ruangan khusus untuk pertemuan eksekutif karna hanya terdapat dua sofa yang saling berhadapan dengan meja bundar membatasi keduanya.
Aku berusaha tak memperhatikan detail interior agar tak terlalu terlihat udik, tapi sebagai anak arsitektur, ruangan ini terlalu unik jika tidak diamati lamat-lamat.
"Silahkan duduk, nona-tuan-tuan sekalian."
Suara ramah itu, aku mengangguk sekilas, menatap ke depan.
Just imagine, bahwa lelaki ini bahkan belum berusia tiga puluh tahun saat mengambil alih kekuasaan grup sebesar Ultra, aku berdecak pelan. Mata gold brownnya terlihat cemerlang indah, menukik membuat sebuah kesan tajam dan menambah aura leader. Rambut blondenya berantakan tertata ke belakang membuat model spiky tapi helainya terlihat lebih panjang. Yang mencolok menurutku adalah mark segitiga hitam di bawah matanya yang menambah kesan mengintimidasi. Tapi tetap saja, dibalik itu semua, Hawks tengah tersenyum cerah seakan menyambut teman lamanya.
"Merasa terhormat sekali bisa dikunjungi oleh perwakilan Ukkai Ikkei sendiri."
"Merasa terhormat bisa diizinkan bertemu seorang yang hebat seperti Hawks."
Ada tiga orang di belakangnya, lebih sedikit dari apa yang pernah aku perkirakan. Satu orang bermuka keriput dengan rambut silver, si penuh jahitan dengan surai hitam legamnya dan cewek mungil berambut pirang yang tengah memainkan pisaunya.
Tidak. Ada lima orang.
Dua lagi berdiri di balik lemari, satu lagi di balik dinding.
"Silahkan duduk."
"Ah- sankyu."Aku mengangguk sekilas. Duduk dengan cepat. Atsumu dan Suna hanya diam. Tak berniat menyela apa-apa karna tugas mereka ya gitu. hanya jadi guard saja awokwokok.
"Jadi bisa kita mulai langsung ke intinya?"Senyuman laki-laki ini menandakan maut. Seakan berkata, 'cepatlah selesai agar aku bisa memenggal kepalamu'
"Saya paham bahwa Hawks-sa-"
"Hawks, saja."
"Oke,"Aku meralatnya cepat, "Saya paham Hawks tidak memiliki banyak waktu yang bisa disisihkan jadi ini adalah proposal yang sudah disusun ulang karna menurut informasi yang kami dapat, anda membakar semua proposal perjanjian lama."Tersenyum.
"Oh iya kah? Kukira itu sampah."
"Saya ingat pepatah yang mengatakan sampah terasa bernilai di mata orang dewasa."
Hawks menyindir proposal perjanjian kami adalah sampah yang layak dibakar sementara aku membalas bahwa perilakunya tersebut merupakan perilaku yang cukup kekanakan dan hanya didasari dengan emosi sesaat.
Ribet banget emang.
Lelaki itu mengeluarkan smirknya begitu mendengar balasanku. Membuka-buka sekilas proposal, bahkan kurasa dia sama sekali tak membaca proposal yang dibuat Shimizu dan Yachi semalaman. Lantas meletakkannya cepat.
"Kau tahu insiden penaklukan pelabuhan kota Penyair dua puluh satu tahun silam?"
Aku memicingkan mata, kenapa dia menanyakan hal tersebut? Itu kan masalah internal- ah sudahlah. Toh untungnya aku lebih paham insiden ini daripada siapapun.
"Insiden melibatkan kerjasama Grup Ultra, Grup HiQu, pengambil alihan pelabuhan dari tangan tuan Akashi generasi pertama."
"Nah singkatnya, karna kalian terkait dengan insiden itu, aku takkan mengambil kata yes dalam perjanjian ini."Ujarnya santai sembari berdiri, meregangkan tangan.
Anjg, ini belum ada lima belas menit. Aku merasakan gerak-gerik Atsumu hendak menyela tak terima.
"Ultra dan HiQu sama-sama dirugikan dalam insiden tersebut. Apa yang menyebabkan anda berpikiran sedemikian rupa?"
"Hmm.., apa ya?"Lelaki tersebut mengerutkan keningnya-terlihat sekali sedang berakting kebingungan. "Karna itulah tujuanku, menghancurkan grup kalian, lantas kemudian grup-grup lainnya."
"Wah, Ikkei-san pasti akan tertawa kau membatalkan hubungan yang sudah terjalin sekian lamanya hanya karna satu insiden."
"Oh ya?"Hawks terkekeh. Berjalan mendekat.
CTANG!
"Awasi lehermu, jangan coba-coba melangkah lebih dari ini."
Bilah tajam katana Suna Rintarou lebih dulu bergerak. Menghalangi langkah Hawks. Ujungnya berkilat memantulkan cahaya lampu. Si empunya memicingkan mata, terlihat awas dengan pergerakan Hawks. Yang diancam hanya menyeringai tajam, sayangnya tindakan Suna memancing ketiga penjaga Hawks itu turut menodongkan senjata.
"Hold on, Sun."Aku mengangkat tangan. Tidak bagus memicu perkelahian disaat seperti ini.
Suna berdecih, menarik kembali katananya. Meski tangannya tak lepas, bersiap siaga jika terjadi sesuatu.
"Sanna Avicenna, kudengar, kau sudah tak mempunyai keluarga lagi bukan?"
Aku tak berniat membalas, lelaki ini tengah berusaha memanfaatkan sifat manipulatifnya dengan mengungkit masalah keluarga yang kebanyakan sensitif bagi beberapa orang.
"Menurutmu, apakah keluarga itu penting? Aku juga tak memiliki keluarga lagi, semuanya lenyap di insiden itu."
"Lantas apakah aku harus mengingatkanmu bahwa itu tak ada sangkut pautnya dengan negosiasi kali ini?"
"Itu ada sangkut pautnya!"Hawks berseru dengan nada sumringah, "Aku sampai ke titik ini untuk menggerakkan semuanya. Untuk membalaskan semuanya! Keluarga merupakan motivasi utamaku untuk bergerak sampai sejauh ini! Tidakkah kau berpikir sedemikian rupa?"
Instingku buruk, aku menahan napas, berusaha tenang, "Yang sudah di tanah takkan meminta apapun. Logika menyuruhku untuk tidak terus menerus dibayangi orang-orang yang bahkan tak kusayang sama sekali."
"Aku paham kalimat sarkasmu, tuan logika juga menyuruhku untuk tetap mengingat apa tujuanku untuk sampai disini."
Hawks menyeringai, membisikkan kalimat terakhir tepat di depan telingaku persis. Tidak peduli katana Suna maupun pistol Atsumu tengah menahan diri untuk tidak membunuh lelaki tersebut.
"Bagaimana jika aku menyerahkan kepala indah ini ke Keluarga Rakuzan? Sepertinya tuan muda Akashi bersedia menukar beberapa tambang minyaknya demi kepala orang yang telah membuat penurunan drastis pada grafik investasi pembongkaran ladang di Amazon sana."
"Ibumu pasti sedih saat tahu kau tega berpikir hendak memenggal seorang wanita lemah."
"Seperti apa yang kau bilang, Ibuku sudah didalam tanah, ia takkan protes apapun tentang hak asasi wanita sepertimu."
Hawks menyeringai, lantas memundurkan kepalanya. Membuatku sejenak menghembuskan napas lega.
"Beritahu Ukkai, Hawks takkan menerima hubungan relasi dalam bentuk apapun kecuali lelaki tua itu mengembalikan keluarganya. Itu mustahil sih, keluargaku sudah mati terbakar dalam apartemen tua itu."Mengangkat bahu santuy, melenggang seraya mengambil dokumen di atas meja, merobeknya menjadi dua bagian.
"Oh, sepertinya Ukai akan senang sekali mendapatkan kiriman kepala anak buah tersayangnya ini."
Mataku membuka lebar. Pergerakan tangan Hawks benar-benar cepat, sampai Atsumu yang terkenal dengan refleknya yang hebat saja tak sempat melakukan apa-apa saat ketua Ultra itu menarik senjata laras pendeknya dan melepaskan tembakan.
Sasaran tepat ke samping kepalaku.
Timah peluru berputar dengan kecepatan tinggi itu menyentuh telingaku, membuat sebuah luka robek sedikit parah, darah mengalir cepat membasahi pipi. Membuat telingaku sejenak berdenging tinggi akibat suara letusan tersebut.
Tapi targetnya bukan kepalaku.
Melainkan tali topeng kitsune ini. Topeng kebanggaan divisi Inarizaki terjatuh di tanah cepat.
"SANNA!"
Aih sialan.
Atsumu dan Suna serentak melompati sofa begitu sadar dengan keadaan apalagi melihat lawan menarik senjata dan mengambil ancang-ancang menembak. Tangan Suna terjulur dengan cepat menarik paksa meja bundar itu agar berdiri tegak. Sementara Atsumu memelukku untuk ikut merunduk.
Rentetan suara senjata terdengar, ruangan estetik itu berubah menjadi arena pertempuran. Suara letusan kembali terdengar, rentetan senjata menyerang meja tersebut.
"Lucu, ini dalamnya terbuat dari besi."Suna bergumam pelan, lantas menoleh,"Daijobu?"
"Perih, tapi tidak apa-apa."Aku mengangguk pelan, mengambil sapu tangan di saku jas, lantas menekannya di telingaku yang sedikit robek untuk mencegah darah keluar terlalu banyak "Topengku,"
"Didepan sana, tidak bisa diambil."Atsumu melirik sekilas, "Lelaki sialan itu harus membayarnya."
"Jangan, kabur saja, aku khawatir dengan Osamu."Aku menahan lengan Atsumu.
"Si bego itu sedang baik-baik saja, kujamin."
"Kau harus menutupi wajahmu,"Suna menarik katananya, bersiap untuk segala situasi.
"Aku tahu,"Aku mengangguk sekilas, "Tapi untuk sekarang, yang terpenting adalah bisa keluar hidup-hidup."
"Ada waktu dimana mereka harus mengisi ulang selongsong peluru, ambil kesempatan itu."Atsumu mode serius itu damagenya anjayyy.
"Kenapa mereka tidak mendekat? Bukannya itu bagus untuk mengabisi langsung,"Aku menoleh, meringis kesakitan. Luka gesek telingaku makin terasa perih. Belum lagi mendengar tembakan bertubi-tubi membuat telingaku terasa benar-benar sakit.
"Suna user katana. Sama aja menyerahkan nyawa mereka sendiri jika berani mendekat,"Atsumu memberikan kapas untuk dipakai di telinga, membantu mengurangi efek suara muntahan peluru.
"Menyerah saja, mungkin aku bisa mengurungkan eksekusi jika kalian hendak bekerjasama."Suara tawa itu menggema lagi.
"Sekarang?"Suna menoleh. Atsumu mengambil alih kepemimpinan, skill nya cocok disaat-saat genting seperti ini. Terlihat serius sekali.
"Kau buka jalannya, aku yang mengurusi belaka-"
"AWAS, TOGA-SAN!"
Suara pecahan kaca terdengar nyaring, diikuti bau bubuk mesiu yang teramat khas. Diiringi suara rintihan tertahan. Bau darah menyengat ke seluruh ruangan.
"SEKARANG!"
Suna cepat menarikku, sementara Atsumu melepas tembakan ke belakang. Atmosfer pertarungan benar-benar terasa. Untung saja aku bisa cepat mengikuti pergerakan Suna yang gesit. Terbiasa dengan situasi seperti ini membuatku tak terlalu kaget untuk kesekian kalinya.
"Tidak semudah itu."Hawks meringis kesal, tangan kanannya terangkat. Laras senjata pendek itu mengarah ke langit-langit diiringi petikan dari jari yang menarik pelatuknya. Menembakkan amunisi disertai bunyi ledakan ke arah atas.
Sprinkler langit-langit ruangan berdenging tinggi sebelum kemudian mengeluarkan debit air yang cukup banyak, membuat sebuah hujan dadakan.
Aku membeku, helai cat rambut yang memang didesain luntur terkena air itu, warna cokelatnya luruh, menampilkan warna ocean,warna asli rambutku secara perlahan seiring air membasahi. Reflek aku mengangkat tangan, melindungi rambut dari air yang terus membasahi.
"Atsumu rambu-"
"Kau bawa jajan dari Tendou kan?"
Aku merogoh saku, menarik dua kelereng kecil dan dengan cepat melemparkannya ke belakang. Suna menendang pintu di depannya dengan keras, sebelumnya ia sudah merusak handle pintu dengan katananya hingga rusak parah.
"Pakai ini dulu,"Suna melepas jasnya, melemparkan ke mukaku.
"Ih kampret, bau keringat."
"Lu mau gua tebas?"
"SAMU!"Atsumu berteriak kencang, mencari keberadaan kembarannya. Kami bertiga berlari meninggalkan ruang yang penuh dengan kebul asap akibat jajan Tendou.
Osamu muncul dari balik dinding belokan, sedikit berlari menyeka darah di pelipisnya, terlihat sekali bahwa ia baru saja selesai bertarung, paham dengan situasi, reflek Osamu melepas maskernya dan melemparnya kepadaku, membuat wajah cakepnya terekspos, "Suna lurus, Sann, kau ke kanan, Atsumu dan aku akan menahan yang ini!"
Aku mengangguk cepat. Apalagi melihat sosok lelaki muda dengan rambut merah berdiri, dan perempuan dengan rambut pink, berlari cepat keluar mengeluarkan senjata mereka. Osamu melompat menarik Atsumu, menghindar dari tembakan tersebut, sementara Suna dengan cepat menarikku, menyeret sih sebenarnya.
"Cukup lari, kalau ada apa-apa, kau punya jajan dari Tendou dan Kuro. Ada Yuki-san juga yang memback up dari jauh sana."
"Kau tahu, aku bukan anak kecil."
Aku menggerutu, melempar jas Suna ke pemiliknya, lantas memakai topeng Osamu. Berpisah menyusuri lorong bagian kanan.
Suara derap kaki terdengar, sepertinya gedung ini memiliki sistem peringatan yang membuat penghuninya tau bila ada hal yang gawat. Membuatku mempercepat langkah sambil terus memegangi kain yang menghalangi pendarahan telinga, bahaya sekali bila ada darah yang menetes.
"DISANA, ADA YANG LARI KESANA!"
Kesso, aku menggerutu, memilih mempercepat lari dibandingkan menoleh kebelakang lantas panik. Belum sempat berpikir jernih mendengar suara letusan tembakan dan teriakan 'berhenti' di belakang, aku sudah menghadapi dinding putih. Anu, tadi kayaknya belokannya kelewatan hehe.
"OSAMU SIALAN!"Aku berteriak meluapkan rasa kesal melihat tembok putih tanpa ada jalan keluar.
Ugh gimana ini, aku menoleh kesana-sini, berusaha untuk tenang meski dadaku berdegup sangat kencang dipicu adrenaline pertempuran ini.
"Dia disana!"
"Tembak!"
Bismilah masuk surga. Belum sempat aku berucap kata wasiat, entah apa yang terjadi, layaknya sebuah bayangan, bergerak begitu cepat, menarik lenganku dan kami bak menembus dinding. Menghilang disertai teriakan-teriakan tak percaya.
Aku meringis, menoleh ke sosok berbaju serba hitam yang baru saja menarikku, "Sankyu, Kageyama."
"Kau salah belokan."
"Maaf!"
*
"Mereka berhasil kabur."
"Semuanya?"
"Yeah, sepertinya. Sulit mengatakannya tapi sepertinya ada seorang ninja di antara mereka."Surai dua warna itu mengusap rambutnya, "Perlu kita mengejarnya, kurasa belum terlalu jauh."
"Untuk apa?"Hawks terkekeh, membuka kemejanya yang basah akibat hujan dadakan tadi. "Tidak seru juga langsung dibunuh bukan?"
"Tadi lumayan sebenarnya aku ingin mencincangnya abis di tempat ini."Dabi mengangkat bahu. "Mengesalkan sekali suaranya."
"Yukie Shirofuku lah yang membuatnya berantakan."Perempuan tinggi dengan rambut hitam terkuncir yang sedang membalut luka Toga Himiko menoleh, "Aku mengira ia akan menembak kepala kalian sehingga aku sudah mengubah partikel kaca agar menyebabkan persentase keberhasilan tembakannya kurang dari 50%. Tapi ternyata ia malah mengincar lengan Toga-san."
"Lumayan juga, seharusnya memang dari awal kita menyingkirkannya."
"Hawks-san,"Kirishima Eijiro membuka pintu. Menjulurkan tangan, "Aku menemukan ini."
"Simpan itu nanti. Panggil semuanya, kita adakan rapat dadakan untuk membahas ini."
Seringai tercipta diiringi bunyi decakan licik, lelaki tersebut membersihkan darah di tangannya sebelum kembali berjalan ringan ke arah pintu keluar.
"Balas dendam terhadap HiQu akan dimulai dari puncak tombak utamanya."
*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro