✎៚┆O.1
Cengkrama pipit kini menyambut anak mentari yang mengusik kelabu pada cakrawala biru. Yang menyisa tilas tatkala singgah pada embun. Lantas mengepak anggun begitu semburat fajar melebur bersama bentang langit biru.
Atensi di samping jendela tengah terpaku menatap lembayung cerah tak berkabut. Selagi menopang dagu, berangan tentang kudapan yang tak sempat di icip nya barang seujung lidah. Teronggok sepi begitu saja di atas meja. Sebab ulah bodohnya yang terbangun pukul enam lebih empat puluh lima.
Sekian lama berteman senyap, sang gadis kini dapati sosok pemuda menarik kasar bangku di hadapan. Menyodorkan sebuah buku matematika yang mencerca angka angka. Menyambut paginya dengan jengah yang luar biasa menyiksa.
"Tugas kemaren." Baji berujar selagi jemari sibuk merapihkan anak rambut yang terselip pada daun telinga. Mengikatnya. Dengan tali rambut hitam yang mengikuti legam surainya.
Manik sayu menatap sejenak buku paket yang teronggok sepi di atas bangku. Untuk setelahnya diri menyadari satu hal, berujar selagi mengumpat kepada pemuda bernama Baji tersebut, "Ini mah tugas bulan lalu, jingan."
"Ya maab."
[Name] kini mengerucut sebal sebagai tanggapan. Badmood. Lantas dengan iseng sang gadis menarik sudut bibir ke bawah. Menyesuaikan sejenak pita suara, dan mulai mengocehkan kata yang baru saja Baji lontarkan.
"Yi miib"
Sang pemuda mengadah, "Heh! Lou mauw ue pukul?"
Kerongkongan kini tersedak gelak, oleh kenyataan bagaimana bisa berandalan seperti Baji Keisuke menjadi lebih termotivasi untuk belajar. Menutupi segala kebengisan nya dengan kacamata kotak. Lantas bertingkah layaknya pemuda cupu di sekolah.
Ralat.
Anak cupu mana yang berani bakar buku lks milik teman sekelasnya.
"Akar dua puluh lima ini di kerjain dulu coba."
Baji mengangguk patuh. Mengambil penghapus, lantas kembali menoreh angka. "Begini?" ujarnya selagi menyodorkan buku kotak bergaris miliknya.
"Nah itu bisa." sebuah pulpen kini dirampas kasar oleh sang gadis, merampas pula buku matematika nya, lantas berkutat sejenak sembari menggigit ujung lidah.
"Heh! Asu! Kamu ngapain." Baji kalap berdiri dari bangku. Ingin merampas, namun sedetik sebelum jemari berhasil menyentuh sampul, sang gadis dengan sigap menyincing buku itu di udara.
"Ga bisaa wleek. Eh eh!!"
Kursi kayu kini kehilangan keseimbangan. Entah tenaga sebesar apa yang ia keluarkan, nyatanya, sang gadis dengan buku matematika di tangannya hampir merebah bebas pada lantai pualam.
Sebelum lengan bertindak melingkar pada pinggang, menahan jatuhnya, pula mencipta kontak fisik yang lebih dekat dari sebelumnya.
Iris sebening embun pagi bertemu dengan lensa anak mentari. Begitu dekat. Hingga siapa saja yang melintas beranggapan, mereka tengah menyalur rasa lewat ciuman yang dalam.
-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-
"Ba-Baji."
"Kamu tolol sumpah asli ga ngotak."
"Ya-- ya maaf."
"Yi miib."
24 Juli 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro