Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

O.7

Cengkrama pipit kini menyambut anak mentari yang mengusik payoda pada cakrawala. Yang menyisa tilas tatkala singgah pada embun. Lantas mengepak anggun begitu semburat arunika melebur bersama bentang nabastala. Memaku daksa. Akan ambu petrikor yang menyeruak dalam dada. Itu ulah semalam, yang agaknya alam pun jengah dengan segala hiruk pikuk kota. Menahan kepergian tiap raga. Lantas menghanyutkan kembali tanya bersama rinainya.

Apa maksud dari ucapannya?

Pula.

Kenapa harus ia berikan seluruh nyawanya kepada gadis yang baginya bukan siapa-siapa?

Segala hipotesa kembali penuhi ruang senandika. Menarik minat akan buku yang tengah dibaca. Membawa kantuk, mungkin akibat lelah selepas tak kunjung meluap segala tanya. Pula rasa. Yang memicu pair jantungnya kian menjadi ria.

"Aku tau kamu lagi mikirin siapa." indera mendapati kata, selepas kepala tergeletak penuh di atas meja.

"Jangan mulai deh, aku lagi males."

Kano bersaudara--- bertindak menggeret paksa kursi di hadapan. Menggoda (si perawakan lebih pendek) sedang satunya sibuk menaik-turunkan alis. Sama menggoda. Mengundang curiga, akan siasat licik apalagi yang di sembunyikan keduanya.

"Inui kan?" Saga terus terang, tepat pada poinnya. Membuat gemuruh dalam kalbu kian menjadi seiring waktu. Mengundang semu. Kendati sang puan sembunyikan di balik lipatan lengan.

Sebab bahaya bukan main jika ketahuan.

"Lihat dia! Salah tingkah!!" Hara berteriak senang. Melempar pandang, mengisyaratkan untuk Saga ikut serta dalam pem-bullyan.

"Aduhh!! Ada yang berbunga tapi bukan kembang!"

"Hahaha!!"

Kini Hara melompat riang, lantas putuskan duduk bertopang sebelah kaki di hadapan Saga.

"Oh [Name]! Taukah engkau? Semenjak kita bertemu, aku ingin sekali belajar tekhnik pertanian."

Saga terkulai dan jatuh, membalas."Mengapa kakanda?"

"Agar aku tau, pupuk apa yang cocok biar cinta kita tumbuh subur."

Kano bersaudara memekik histeris. Tak menyangka. Akan [Name] yang bertindak menyiram mereka dengan air di samping jendela. Geram tak tertahan. Pula menggurat semu merah muda. Putuskan melenggang selepas Hara merengek di tempat, sedang Saga kini keras mengumpat.

"BRENGSEK KAMU [NAME]!!"

:✧˖°࿐

Netra samudera menengadah, terbuai akan baswara cerah mentari yang merengkuh mega pada jumantara. Menyenangkan. Sejenak alihkan angan dari segala tanya. Memutus senandika. Sebab puan kini terlampau lelah. Akan pinta asmara yang tanpa izin singgah.

Meski sukar dipungkiri.

Ini memabukkan.

Daksa putuskan merebah, pada hamparan ilalang yang rimbun disapu semilir. Memicu keping memori kian menari. Bersama manik yang mendapati ukiran di sisi pepohonan. Tidak ada kata. Apalagi nama. Hanya coretan asal yang dibuatnya selama jengah dengan keadaan. Pula kala ia menyelinap pergi, selagi menenteng buku perpustakaan tuk dibawa nya kemari. Lantas berakhir dengan, ya, bisa kalian tebak sendiri.

Tak disangka, rengkuhan senyap malah membawa kembali labuhan khayal.

Bagaimana lembut tatapan nayanika jamrud. Selagi ikhlaskan mabuk asmaraloka kian menjejal dalam raga. Tiada angkara atas cinta yang bersemu. Tiada dusta atas rindu yang lara namun candu. Berdampingan, meniti swastamita yang tergurat anggun di atas kanvas. Berteman desir rimbun dedaunan, tatkala dersik membawa pula petrikor bersama.

Semua terjadi begitu saja.

Entah sejak kapan.

[Name] putuskan beranjak dari tempat. Percuma. Tenteram suasana malah membawa labuhan angan nya semakin menjadi ria. Apanya yang meniti swastamita. Pula apa apaan khayal yang menyanding diri dengan sosoknya. Siapa tau, dalam hati sang pemuda tak hadir rasa selayaknya ia. Karena siapa yang tau, siasat serta citta insan lain selain tuhan.

Sebab apa yang didapati kini agaknya cukup menghancurkan sebuah dama. Menyakitkan. Andam karam rasa harsa. Meluap. Bersama linang jejal lara, lantas untuk kesekian kali angan bertanya. Perihal ketaksaan cinta. Perihal mudita. Perihal mengapa.

"Itu Hajime, kah?"

Kian pair jantungnya. Tak terkira rasa kecewa. Sebab, siapa yang tau citta manusia? Lantas daksa putuskan melenggang begitu saja. Menahan tindak meski ingin. Apatis. Akan dua insan yang, siapa tau---- jua terlibat asmaraloka.

Kokonoi terisak.

Pilu.

Selagi lirih nada memanggil nama nya. "Akane san."

Mala yang terasa penuh butakan indera. Mungkin ia tak bisa kembali. Selepas diri dengan gelap hati mencium Inui. Di samping jendela. Tanpa sadar atas hadir seorang puan yang kini sama terisak. Merasa sendiri lara hati. Yang tercipta oleh rasa. Mana yang katanya asmara itu indah? Sebab nyatanya, asmara adalah seni paling indah menghancurkan diri.

Biarlah.

Sebab semua kini terjadi begitu saja.

:✧˖°࿐

12 Agustus 2021
Lemo_Ra

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro