Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[ii-11] MIRIP

Always, thank you so much buat para pemberi bintang. Masih bertahan baca sampai bab satu ini.

Btw ini klean mampir baca sebanyak ini, tetapi sedikit yang vote. Keasyikan baca apa ya :( sampe lupa ngasih bintang.

(Abaikan jumlah 59 part. Isinya random, draft naskah lain masuk kesitu pula. Masih kebut cantik demi ending epic, sejauh ini ada 37 bab + 12 bab ii, hayo ada berapa tuh babnya)

Kadang suka heran, view selalu naik berkat kalian yang baca ghaib menikmati ceritanya. Entah mandeg di tengah jalan buat baca rapel atau emang ceritanya kurang receh romantis dari awal. Enggak papa. Tujuanku emang pengen ngasih getaran penasaran buat pembaca yang baca sampai akhir.

So, terima kasih yang ngevote, meskipun cuma dihitung belasan per bab tiap pantau bab terakhir.

Doakan semoga tukang ngarang CoC ini konsisten menulis sampai ending, setelah mentok semingguan gak bisa lanjut. Beneran dikejar utang ke diri sendiri kalo nggak segera kelarin naskah. Sekarang mulai balik nemu benang merahnya dari CoC. Sedihnya lagi, kesibukan RL nggak tertolong. Buat nyolong nulis aja mana sempat. Begadang buat lemburan, menulis aja enggak ada, padahal lagi asik²nya laga Sunghoon main pedang.

Pokoknya bab-bab mendatang seru banget kok, apalagi setelah Sunghoon kejedot vampir pengisap darah kambing kemarin. Wkwkwk.

Omong-omong, kok cerita ini panjang banget? Always, aku suka cerita slow motion dengan detail sebaik mungkin, meskipun—yah—plot hole bertebaran di mana-mana. Ntar-ntaran kalo ending, kuedit lagi.

Happy saturday night. Nih kulempar bab terbaru.

16 Januari 2020

***********

Kepalaku pusing sekali. Pertempuran dengan penganut Gereja Sowon, tak satu pun berhasil memukulku. Aku menangkis semuanya dengan pedang. Namun, Chensu membenturkan kepalanya begitu saja.

Dia memang penyihir. Membiusku dengan kemiripan tentang Yuri. Mustahil mereka kembar, lebih mustahil lagi mereka orang yang sama.

Salah satu sudut bibirku miring seraya tidak percaya pada kenyataan apapun yang ada dalam kepala. Aku menghela napas panjang, menghentikan sesaat kecamuk puluhan pertanyaan tentang Chensu. Telapak tanganku menggosok lembut dahi yang terbentur.

Chensu masih berdiri dengan tangan terlipat di dada. Postur kakinya kasual, kaki kiri lurus sebagai tumpuan, sementara kaki satunya tertekuk. Dia melotot kesal padaku.

Lupakan bahwa Sarang baru memperingatkan penangkapan vampir nomaden pada Chensu. Gadis di depanku sama sekali tidak takut dengan vampir asing. Bahkan dia tidak takut melihat penampilanku yang kacau. Lewat pantulan matanya, aku bisa tahu wajahku penuh bercak darah korban yang tertebas pedang.

"Siapa kau?" ulang Chensu penuh intimidasi.

"Aku...."

Bukan momen yang tepat untuk menjawab. Suaraku tertelan kembali kala anggota Polaris datang tepat waktu, mengepung Chensu dari dua sisi dengan senjata teracung.

"Ah, pengecut sekali. Menyerang perempuan tidak berdaya di tengah hutan secara berkelompok." Wajah sinisnya tertuju padaku.

Aku menolak pendapatnya. Chensu bukan sosok lemah yang mudah diperdaya. Dia tidak akan membenturkan kepalanya di keningku sebagai bentuk penyerangan.

"Kudengar Gyeonghui adalah sekelompok vampir baik, menghargai perbedaan minum, tapi apa-apaan ini? Kalian preman, ya?" lanjut Chensu, terus mencemooh.

"Mari bekerja sama. Kami tidak punya tenaga untuk berkelahi dengan Anda, Nona. Ikut kami sekarang," kata Jake, masih waspada dengan salah satu tangan memegang belati.

Chensu hendak kabur, tetapi dia sudah tidak punya celah. Lima vampir bersenjata di sekelilingnya, mengepung tanpa pilih-pilih.

Gadis itu malah merebahkan diri di atas dedaunan kering dengan kaki dan tangan terentang. Dia memang punya pesona aneh jika kelakuannya seperti itu.

"Aku tidak mau meninggalkan tanah Gyeongsang ini," katanya.

"Jangan khawatir, tempat kami lebih baik daripada di sini," jawab Jake.

"Tidak mau. Aku lebih suka di sini," tepis Chensu. "Banyak kambing. Tempatmu mana ada."

Dua anggota Polaris bertukar pandangan denganku minta persetujuan. Sikap diamku dianggap persetujuan. Byeomgyu dan satu anggota menarik lengan Chensu untuk diseret, tetapi gadis itu berputar dengan cepat, berhasil memuntir tangan para anggota di belakang. Pertahanan yang tidak terduga selagi dia melewati rintangan untuk kabur. Chensu mendorong bahu lawannya, lantas kabur secepat mungkin. Tidak sulit mengejar jika aroma kambingnya terlalu kuat. Anehnya aku membenci bau itu, tetapi keingintahuan besar meliputi seluruh wajahku mengenai Chensu.

Aku harus mendapat konfirmasi dua anggota kelompoknya mengenai jati diri Chensu.

"Ada dua vampir lain. Kejar mereka," aku memberi instruksi.

Byeomgyu mengangguk paham. Bersama dua orang lainnya, mereka pisah jalan. Aku dan Jake mengejar Chensu. Efek berburu membuatnya lebih kuat dan berenergi. Gadis itu mencapai sisi jurang yang agak dalam. Dia ragu-ragu melompat karena jarak dengan tebing lain di seberang jauh dari jangkauan lompatnya. Chensu terpojok. Dia menggeram, siap menyerang.

"Tenang, Nona." Jake berupaya menghalau serangan tidak perlu.

Chensu tidak percaya, apalagi Jake sejak tadi terus mengacungkan belati.

"Apa mau kalian?" hardik Chensu.

"Kami cuma mau kau mendaftarkan diri di Dinas Kevampiran Gyeonghyui. Sebatas perlindungan kalian dari serangan. Kau belum punya KTP, kan?" tanya Jake.

Sorot mata gadis itu terkesiap sesaat. Alisnya yang berkerut sepersekian detik disusul rotasi matanya yang bingung. Dia nyaris hilang keseimbangan berdiri di atas batuan yang goyah.

"Mworago?" Gadis itu menyipitkan mata, "Dinas apa?"

"Dinas Kevampiran." Jake menyebutkan sejelas mungkin

Chensu tertawa terbahak-bahak. Kembali waspada dengan posisi kuda-kuda. Untuk ukuran vampir nomaden, gadis itu cukup kuat menghadapi kami. Teknisnya dari segi kekuatan atau kecepatan, vampir yang minum darah manusia lebih tangguh dibandingkan peminum darah hewan. Mustahil bahwa Chensu bisa mengalahkan dua anggota Polaris sekaligus. Dia jelas bukan vampir biasa. Entah antidot apa yang terkandung dari hewan buruannya, termasuk kambing.

Sangat jarang vampir menyentuh kambing karena bau yang terlalu kuat. Kebanyakan memilih rusa ataupun beruang. Jika sangat beruntung, menemukan macan sangatlah menyenangkan. Menurut kebanyakan vampir nomaden, komposisi darah hewan bertaring itu lebih banyak dan pekat, menyerupai darah manusia.

"Untuk apa KTP kalau hidup bebas seperti ini lebih menyenangkan. Kita bukan manusia yang diatur semaunya. Bukankah vampir adalah mayat hidup? Seharusnya kuburan tempat kita bersemayam. Bukan lantang-lantung membawa KTP palsu," ucap Chensu.

"Kami tidak punya waktu. Mari ikut kami," desak Jake. Dia maju selangkah.

Chensu mundur dua langkah, lalu kepalanya mendongak, tidak terpengaruh dengan tekanan yang dihadapinya.

"Aku tidak mau," balas Chensu. Dia menyeringai penuh bahaya.

"Nona," panggil Jake. "Kami bisa menggunakan kekerasan jika Anda menolak."

"Coba saja," cibir Chensu menirukan cara bicara Jake.

"Cukup, Jake. Kita lihat apa yang gadis itu lakukan. Siapa tahu dia bisa menjadi pasukan cadangan," sahutku, sengaja menyudahi tekanan yang terus memberondong Chensu.

"Tapi...." Jake membalas.

Semua Polaris tidak punya waktu, bahkan sekadar istirahat lama sesudah ini. Kami harus memburu semua vampir nomaden untuk didaftarkan ke bawah gudang-sebelum mereka terpaksa menyerang kawanan para exorcism karena membela diri. Memang kuakui, cara kami akhirnya licik. Memberi perlindungan sesaat lalu dilepaskan begitu saja selagi vampir darah donor menyembunyikan diri dengan baik. Aku tak perlu menanyakan apa yang terlintas dalam pikiran Ketua Park, tetapi semakin dekat dengan kematian, semakin aku paham bahwa tidak ada yang gratis. Di balik selubung kebaikan, selalu ada kejahatan luar biasa.

"Duel satu lawan satu, bagaimana?" Aku menantang. Kulepaskan sabuk pedang, lantas menitipkan di tangan Jake. "Akan kulepas kalau kau menang."

"Oke!" Chensu berteriak.

"Jangan bantu aku, apapun yang terjadi, Jake." Aku mengingatkan.

"Tapi kalau kau kalah, bagaimana?" tanya Jake.

"Tidak akan," balasku.

Aku menelengkan kepala penuh minat. Kakiku perlahan maju ke depan. Dari gerak tubuh Chensu, dia cukup gesit menggunakan kakinya.

Mata merah darah, seringai buas, kernyitan di dahi dan cakar yang siap mencabik itu membuatku paham. Chensu takkan segan menyakiti siapapun yang mengganggunya.

Gadis itu cepat menerjang ke arahku. Dia melayangkan tinjunya, tetapi aku menangkis dengan cepat. Irama kaki silih ganti maju mundur. Tangan melayang demi menyerang atau menangkis. Chensu menerjang ketika perhatianku lengah. Dia duduk di atas perutku, lantas mencengkeram leherku.

Wajah di atasku sangat kaku. Dia benar-benar akan membunuh selagi otot di seluruh tubuhnya menonjol. Hasrat menghancurkan lawan sangat menggelora, tak ada ampunan demi kebebasan pribadinya berkeliaran di hutan.

Aku mendorong semua kekuatan bergeser ke samping, melepaskan tekanan di tangan gadis itu dengan menusuk ketiaknya. Dia berjengit geli, lantas melepaskan cekikan tersebut. Kutahan tangan ramping itu. Chensu menendang titik vitalku. Aku terpental beberapa meter, lantas kami saling membungkuk, siap menerkam.

Tidak ada wujud Yuri di baliknya. Dia cuma vampir maniak kambing gila yang harus dijejalkan ke camp pengungsian. Sia-sia mengerahkan energi duel dengan Chensu.

Seharusnya aku berkepala dingin, menangkap semua vampir nomaden dan mencari petunjuk Tukang Onar. Ketertarikan pada Yuri sebatas hormon manusiaku bekerja. Tidak lebih.

Yuri-ya, jangan lari. Aku akan menjemputmu.

Tubrukan tidak dapat dihindari. Chensu kembali mendudukiku. Dia mengernyit penuh konsentrasi. Tangannya mencengkeram leherku kuat-kuat. Aku bisa melihat gemeretak giginya kala seluruh tubuh vampir bau kambing itu berkonsentrasi membunuhku.

Samar-samar, aroma stroberi menyeruak dari balik rambutnya yang jatuh di wajahku. Tanganku melemas, jatuh ke bumi. Pandanganku kosong. Bersama itu pula aku kembali ke pentas kecil, menjadi Kang Hoojoo dan Shin Jaebum, parodi modifikasi pentas drama klub sekolah. Malam hallowen kala aku jatuh cinta pertama kali padanya.

Yoo Yuri, kau ketemu juga akhirnya.

Aku tersenyum memandangi wajah gadis itu. Aku tahu, sebesar itulah kebenciannya untuk membunuhku, lewat tangannya. Yuri selalu kesal karena aku berperan andil menghancurkan kepercayaan dirinya, dalang di balik pelaku perundungan secara tidak langsung.

Dia mencekikku.

"SIAPA KAU SEBENARNYA?" pertanyaan lantang itu bergema keras, mengudara di tempat terbuka.

Pepohonan bergoyang. Semilir angin menerabas kencang. Kicau burung yang terbang menjauh. Dunia sedang menari, tidak peduli pada gejolak yang kurasakan. Apakah dia tidak mengenaliku? Kenapa nafsu membunuhnya besar?

Yoo Yuri, apa kau tidak mengenaliku?

Hatiku tercabik. Agak kehilangan. Semesta membuatku hilang tertelan dalam ketersesatan tanpa makna dan tanpa ujung bernama akhirat. Aku tidak keberatan selama bertemu Yuri di akhir hidupku. Tapi kenapa dia sangat asing?

"HENTIKAN, CHENSU!" teriak pria, suaranya bak guntur membelah gunung.

Bersamaan itu pula, tangan Chensu mengendur. Dia menatap langit dengan pandangan kosong, tampak linglung, lalu mengamatiku. Ekspresinya kembali sedih. Aku tersedak karena Chensu mencekikku lagi.




Revisi, 19 September 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro