[ii-10] AROMA
Kayak biasanya, yes. Awali dengan tarik napas dan klik BINTANG.
Selamat membaca dan menikmati kejutan di ending buat Park Sunghoon.
Tidak ada yang berkomentar sepanjang perjalanan di terowongan bawah. Pasukan yang terluka dipapah oleh vampir lain yang kuat. Kelelahan menyebabkan langkah semakin melambat.
Kaki ketua Saturnus terluka parah. Dia terpaksa kupapah, dengan Jake memapah di sisi lainnya. Kesembronoan Woonyoung menyebabkan dirinya kena panah tajam. Darah kental biru terus mengalir dari betisnya yang koyak. Jika seperti ini, Woonyoung harus rehat berbulan-bulan, tetapi tidak perlu selagi balas dendam menggelora di hatinya.
Woonyoung ingin menghabisi semua manusia yang mempermalukan dirinya.
Namun, saat ini kami butuh istirahat sebelum pertempuran yang intens. Satu-satunya yang bisa kulakukan sebagai bagian vampir 'baik' adalah menemukan Tukang Onar. Aku harus kembali menuju Pocheon setelah mengantar pasukan yang babak belur.
Ujung cahaya di depan membuktikan bahwa kami tiba di pinggiran sebuah desa di kaki Gunung Gumo, masih bagian dari Pegunungan Jirisan. Garis melintang panjang wahana zipline menunjukkan kami berada di daerah yang tepat. Beberapa kilometer dari terowongan kecil terdapat pusat vampir yang baru. Kami terpaksa memilih jalur yang sedikit jauh, karena blokade ketat di sekitar gudang pertanian tradisonal yang dibeli Ketua Park beberapa tahun yang lalu.
Aku menghubungi pusat bantuan dengan jaringan radio. Kulihat luka Woonyoung sangat serius. Kami tidak bisa mengobati gara-gara tas peralatan ikut terbakar. Jake memekik ngeri melihat tulang pucat yang koyak.
Woonyoung terus menahan perih. Sesekali dia mengumpat. Dia bahkan tidak mengusir Jake menyentuh tubuhnya. Dua mobil Chevrolet datang menjemput kami sepuluh menit kemudian. Vampir yang terluka diutamakan masuk pusat rehablitasi lebih dahulu. Hanya tersisa anggota Polaris yang tidak ikut serta dalam dua kendaraan itu. Sebagai gantinya, pakaian bersih, darah dan senjata baru diberikan kepada anggota Polaris.
"Kalian istirahat dulu," perintahku. Aku mengeluarkan sapu tangan dan mengelap bercak darah yang masih basah di pedang.
Jake menggelengkan kepala, sementara para vampir lain pura-pura tidak mendengar ucapanku.
"Bubar!" ucapku, kembali menggosok bilah pedang.
"Ketua kami tidak mau istirahat juga," kilah Jake.
"Kau serius, Jake? Kusuruh patroli mengelilingi Gunung Jiri tiga kali, mau?" Aku mengomel.
"BUBAR!" Seketika Jake berteriak, antara panik dan semangat.
Pasukan Polaris bubar dan mengeluarkan tabung masing-masing. Mereka meminum darah dengan cepat dan tersenyum. Aku agak kaget dengan kesetiaan anak buah yang baru terbentuk beberapa hari. Ketua Park memang pandai memilih anggota untuk mendampingiku. Seandainya aku mendapat rekan seperti Woonyoung, bakal merepotkan. Akan ada banyak perselisihan dalam menghadapi situasi-situasi rumit ke depannya. Beomgyu menawarkan darah miliknya yang masih tersegel padaku, tetapi pemuda itu jauh lebih membutuhkan.
"Dengar, misi Polaris belum selesai. Kita harus melanjutkan pencarian vampir nomaden. Setengah jam lagi, pindai seluruh Gangneung. Sesudahnya kita akan pindah ke wilayah lain, sampai Ketua Park memanggil kita kembali," ucapku.
"Untuk apa bubar jika kita masih keliling hutan, Park Sunghoon?" sindir Jake, bibirnya mengerucut seperti paruh bebek liar di salah satu sungai sekitar Jirisan.
"Kau yang tak layak istirahat, Jake. Kau baru bangun!" balasku tidak terima.
"Aigo, padahal aku ingin merasakan jadi junior lagi di SMA Hanlim. Entah apakah aku bakal hidup tiga bulan besok," kata Jake.
"Jangan mati," gumamku. "Tak satu pun anggota Polaris boleh mati," lanjutku.
Semua anggota bersemangat, tetapi aku tersentak menyadari bahwa kemungkinan besar aku selamat dari pertempuran dengan para pelaku exorcism, tetapi nasibku di ujung tanduk kalau gagal membuktikan nama bersih Yuri. Akulah yang akan mati.
Aku ingin langsung menyisir Gunung Jiri sendirian, tetapi mengingat loyalitas tim Polaris, terpaksa kuurungkan. Bukannya duduk bersandar di pepohonan sambil melamun atau mengagumi perubahan langit, semua anggota duduk melingkar, menyusun penyergapan di gua-gua para nomaden yang tersisa.
Setengah jam berlalu dengan cepat. Aku merenggangkan badan. Tidak lupa memuntir tangan sampai terdengar suara patah, lalu badan semakin ringan. Pedang kuputar tiga kali, merasakan aliran beratnya yang menyikat habis jejak seseorang.
Tak satu pun anggota Polaris bersuara. Mereka sudah tahu posisi masing-masing sewaktu berhadapan dengan tiga jalur pendakian, lalu berpencar menjadi dua kelompok kecil. Aku mengambil jalan di depan. Anehnya perasaanku berdebar. Bahkan hewan berhenti bersuara. Hanya detak jantungku yang terpompa gila-gilaan. Aku tidak tahu mengapa segugup ini. Empat anak buahku tidak terlalu jauh di sekitarku, mereka tersambung lewat jaringan radio. Masih bisa berkomunikasi satu sama lain.
Aku merasa takut. Aneh sekali. Dahan pohon yang menjuntai berhasil menarik atensiku. Aku naik di atasnya untuk memantau gerakan sekecil apapun di bawahku.
Seekor hewan berkaki empat berlari dari arah berlawanan. Wajah hitamnya mengandung kepanikan yang luar biasa. Derap kakinya kelelahan, tetapi tidak punya waktu untuk mengambil napas sejenak. Di belakangnya, sosok ramping bermata merah menyeringai ganas. Dia mengejar kambing, sangat kehausan. Lantas vampir itu meloncat dengan pijakan di atas batu dan berhasil menyergap leher kambing.
"Chen Su! Tunggu!" Suara di belakangnya mengejar, seolah menahan vampir itu untuk tidak membunuh kambing.
Aku menganga menyaksikan pilihan mangsa vampir nomaden tersebut. Kambing hitam itu menjulurkan lidah, tidak bernyawa dan hitam kebiruan. Hewan malang. Vampir bernam Chen Su menghisap darahnya dalam lima detik. Dia menyeka penuh kelegaan dengan punggung tangan, lalu menepuk perutnya bangga.
Pundaknya yang terbuka mengenakan tank top hitam. Kulitnya putih pucat dan atletis. Aku tidak nyaman melihat pakaiannya yang terbuka di tengah hutan. Dua vampir di belakangnya berhasil menyusul Chen Su. Vampir perempuan berhasil memukul tempurung Chen Su dengan kasar. Agaknya hubungan mereka tidak terlalu bagus jika reaksi Chen Su adalah menggeram brutal.
"Mwohae?" bentak Chen Su kasar.
"Kau ini gegabah! Bisa tidak jangan berburu saat ini? Tetangga kita ditangkap dan kau malah membuat keributan!" semprot wanita berambut pendek.
"Chen Su hanya haus, Dia sudah lima pekan belum minum. Susah menemukan kambing hutan," lerai vampir pria. Bosan menghadapi pertengkaran yang tak pernah usai.
"Kau terlalu memanjakan dia!" amuk si rambut pendek tidak terima. "Pokoknya jangan berkeliaran saat ini. Kita harus sembunyi, atau Gyeonghyui membawa kita ke suatu tempat untuk dibantai," lanjutnya penuh waspada.
Chen Su mencebikkan bibir, sementara satu-satunya pria di kelompok tersenyum samar.
"KAU-DENGAR-SUARAKU-CHEN SU?" Sadar tidak diperhatikan, wanita itu kembali mengamuk.
"Bukankah suaramu yang membuat keributan? Tutup mulutmu, Sarang Eonni (Kakak Perempuan)," timpal Chen Su santai.
"YA!"
Mereka siap berkelahi. Sudah adu hidung. Aku menarik napas menyadari gesekan yang lebih tajam dibandingkan pedangku. Ya Tuhan. Wajah gadis bernama Chen Su sangat kukenal. Begitu pula dengan intonasi suaranya.
Aku memejamkan mata, sibuk menyangkal. Kukeluarkan kaos Yuri, untuk memastikan satu hal, tetapi benda itu menghilang di Pocheon, ikut terbakar bersama mayat-mayat manusia yang tewas.
Masalahnya, bau Chen Su sangat berbeda.
"Cukup, Chen Su, Lee Sarang!" bentak ketua mereka. "Ayo kawal Sarang berburu, setelah itu kita kembali ke gua. Bahaya di luar terlalu lama."
Sarang, si vampir rambut pendek menatap kesal ke laki-laki itu. Tampak terlalu muak disepelekan terus.
"Aku bisa sendiri!" tandasnya.
"Tolong, jangan begitu." Suara si pria melembut. Aku bisa tahu dari pancarannya pada Sarang. Mereka pasangan. "Sarang-ah, jangan keras kepala," bujuknya memohon.
Sarang melirik pedas ke Chen Su, "Kau, jangan main gigit buruanku!" ucapnya pedas.
Chen Su mengedikkan bahu tidak acuh. Pasangan itu melesat ke arah lain demi mengejar hewan buruan. Chen Su melompat kecil. Dia merenggangkan badan, siap untuk mencuri buruan Sarang lagi. Seringai liciknya—sifat yang paling tidak dimiliki Yuri—sangat menyebalkan. Kepalaku berputar. Untuk alasan lain, keras kepalanya sangat mirip.
Aku mendarat di belakangnya. Chen Su berteriak kaget. Dia mundur dua langkah dengan pandangan waspada.
"Siapa kau?" bentaknya, kaget luar biasa.
"Kau harum sekali, Chen Su."
ARGHHHHH....!
Kenapa juga aku harus berkomentar seperti itu? Padahal yang kuinginkan adalah mengajukan pertanyaan seperti Chen Su. Siapa sebenarnya vampir nomaden itu?
"Apa maksudmu?" tanyanya lagi.
Tatapan matanya, bibir mengerutnya, dan gestur tubuhnya yang tegang, seolah aku memang mengoloknya. Namun, pikiranku tenggelam ke kenangan kala aku jatuh cinta padanya di malam Hallowen.
"Aku suka, karena itu mengingatkan betapa...." Perasaanku tercabik. Aku menelan ludah. Masih bisa kuingat bagaimana kata-kataku di masa lampau. Bagaimana aku memutuskan untuk menggigit Yuri secara naluriah. Namun, yang kulakukan hanyalah bersikap hati-hati. Tidak mungkin aku bercanda saat ini. "mirip kambing."
BERENGSEK. KENAPA JUGA AKU MENEBAR LELUCON BODOH!
Chen Su membaui ketiaknya, lantas dia berjalan santai ke arahku, "Oh, ya?" tanyanya.
Bau gadis itu terlalu kuat, tetapi bukan itu yang kucari. Dia hanya terlalu mirip dari wajah, mustahil Yuri. Senyuman itu menyihirku sewaktu Chen Su semakin mendekat.
Sekonyong-konyong, Chen Su menghantamkan wajahnya ke dahiku.
Tengkorakku mau pecah rasanya mendapat serangan tidak terduga.
Dia sangat kuat!
"Aku kan baru minum darah kambing, Bodoh!"
Nah, menurutmu Sunghoon pantes nggak digebuk? See you next part. And always thank you for all reader who give any star. 🤗🤗🤗
Banyuwangi, 14 Januari 2021
Revisi, 19 September 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro