Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[57] RUMAH TERBENGKALAI

Aku tahu, otakku sangat payah dalam hal berpikir. Namun, aku aku cukup tahu bahwa situasi di depanku tidak bisa kuatasi sendiri. Aku menyelinap diam-diam dari rumah kumuh. Dia belum tahu keberadaanku selagi masih fokus menyeruput sisa darah manusia. Suara seruputannya masih keras dan menggelitikku.

Langkahku semakin cepat meninggalkan ujung gang yang buntu. Aku harus memberi tahu salah satu pasukan Sowon untuk meminta bantuan. Sayangnya ketiga orang itu tidak kunjung muncul. Mengandalkan indra penciuman, aku melacak bau yang paling kuingat. Bau itu milik Hwang Minhyun yang maniak dengan aroma sabun.

Di depanku, ya, membuat sakit kepala saja. Baik kelompok vampir dan manusia berdiri dengan tatapan saling membunuh satu sama lain.

"Apa lagi masalah kalian?"

Aku berdiri di tengah dengan tangan terangkat agar bisa mengulur waktu. Pertengkaran di depanku sangat tidak perlu, selagi musuh yang mereka cari sedang menikmati santapan malam ke sekian kalinya.

Ketiga anak buah Appa tidak bergerak sama sekali. Mereka sangat waspada dengan pistol siap membidik kepala para makhluk berdarah dingin. Di sisi lain, sisa Polaris menggeram penuh ancaman. Namun, jelas itu bukan Jake, Sunghoon atau Byeomgyu. Aku sama sekali tidak ingat nama mereka. Oh, ya ampun. Ini salahku karena tidak tertarik buat berkenalan dengan siapapun.

"Ayolah! Jangan begini!" Aku meracau. Sudah stres bukan main.

"Kami akan bawa Yuri untuk diadili," salah satu di antara mereka berkata.

"Yuri ada di bawah pengawasan Bapa kami," jawab Minhyun.

"Minggir, Manusia. Gyeonghyui akan menghukumnya."

Kepalaku mau meledak. Seandainya itu Jake, Byeomgyu atau Sunghoon, akan sangat mudah bagiku untuk memberitahu bahwa Tukang Onar ada di depan kami. Sangat aneh bahwa Gyeonghyui tidak tahu ada jejak vampir di pusat Seoul.

"Hei, hei, hei. Cukup! Jangan saling bunuh. Tolong dengarkan aku!" Aku berdiri di tengah.

"Hei, Vampir Pirang. Kau punya radio? Ponsel, atau telepati? Atau komunikasi tembus langsung ke Sunghoon?" Pertanyaanku pasti acak sekali. Namun, aku tidak punya pilihan lain selain bergegas untuk menghubungi pacarku. Kali ini aku butuh bantuan orang lain.

Namun, kedua pihak tidak terpengaruh dengan upayaku menengahi pertengkaran. Justru Daniel membetulkan letak senjatanya.

Aku berharap sekali ini saja sebagai vampir, punya kekuatan super untuk komunikasi langsung seperti film-film sci-fict yang kutonton. Memang aku bodoh berharap seperti itu. Aku hanya ingin penangkapan vampir tidak kukenal selama ini bisa teratasi, lalu aku bisa mati dengan tenang sebagai vampir yang bersih, yah, tidak bersih-bersih amat kalau aku membunuh rentenir itu, ya, kan?

Arghhhh.... lagi-lagi aku melantur. Situasi di depanku benar-benar tidak bisa diselamatkan. Siapa sih anggota Polaris tersisa ini? Kenapa mereka tidak menurut padaku? Atau memang mereka harus berhenti begitu saja begitu ketua pemimpinnya muncul.

Namun, siapa? Sunghoon, Byeomggyu, apa si konyol Jake?

"Hei, aku tahu ini sulit bagi kita semua. Jangan saling membunuh. Kita saling gencatan senjata, ingat?"

"Tidak."

Hebat. Dua suara dari masing-masing perwakilan musuh menjawab bersamaan.

Mereka ditakdirkan untuk berjodoh, ya kan?

Arrrgggghhhhh....

Hei, lintah dalam kepalaku! Tolong diam!

Aku mencengkeram kepalan tinjuku satunya, lalu kulihat bayang-bayang kemerahan dari segala sisi. Penglihatanku pasti semakin tajam sebagai vampir yang mengamuk. Aku tidak pernah didengarkan siapapun. Wajar kalau aku tersinggung.

Aku adalah putri Pendeta Agung dari Gereja Sowon. Aku juga pasangan dari Ksatria Gyeonghui. Darahku mengalirkan garis ningrat di antara dua pihak.

Seharusnya mereka tidak macam-macam denganku!

Bibirku melengkung sebagai bulan sabit yang haus darah. Dalam artian, aku ingin membunuh enam sosok di depanku, karena tidak bebal. Kemudian kusadari bahwa aku memang belum cerita tentang apa yang kusaksikan baru saja.

"Hwang Minhyun! Kau ikuti instruksi ayahku untuk membututiku. Jadi jangan terpengaruh kehadiran vampir lain!" Aku membentaknya. Suaraku tipis penuh kemarahan. Aku beralih menatap si vampir paling depan.

"Dan kau, sisa Polaris. Hubungi ketuamu, Tukang Onar baru saja kulihat. Tak jauh dari sini, mengerti?"

Aku menatap enam orang itu bergantian, saling tukar kode satu sama lain. Lalu seperti gelembung balon yang ditiupkan oleh helium sampai bengkak dan kulitnya nyaris meletus, ya ampun! Aku memang mau meletus sekarang. Angin, bulan, batu, tolong berputarlah sebagai puting beliung untuk kulemparkan ke mereka. Masa masih saling diam begitu!

Sedih rasanya, aku tidak punya pengaruh apapun. Darah ningrat tadi, persetan!

Aku memang bukan siapa-siapa.

Ahaaaaa! Aku merasakan sihir.

Desingan angin, meluncur jauh menembus dari balik telingaku. Nyaris saja daun telingaku robek. Yang meluncur adalah proyektil kecil seukuran atom. Tiga vampir lain bisa melihat gerakan benda itu, tetapi tidak dengan Hwang Minhyun dan lainnya. Daya jangkau penglihatan mata manusia sangat terbatas.

Ledakan abu pekat terdengar dahsyat. Aku terbatuk-batuk menghadapi dinamit yang baru meledak. Namun, sensasi lain muncul. Sesuatu yang bertenaga, menarikku menjauhi kelebatan abu. Mataku merah dan pedih. Sulit bagiku untuk melihat di mana aku berada.

Seseorang membawaku pergi.

Namun, demi kolor cosplay, Appa. Apa-apaan ini?

Aku bergidik ngeri, terutama karena melihat ruang dapur yang tidak asing. Berikut kulkas yang menjeblak terbuka.

Eh, kenapa aku ada di tempat mengerikan ini dalam sekejap mata? Asumsi terbaikku adalah aku pingsan dalam perjalanan dibawa seseorang, tapi kenapa aku selalu mudah pingsan setiap diculik seseorang? Mungkinkah ini dari pihak Sowon yang mengkhianati kepercayaanku? Seingatku, aku pingsan kena suntik bius di hutan. Sekarang ada lagi cara lain, yaitu melempar dinamit sekecil atom dengan hulu ledak tinggi. Abunya saja sangat pekat sehingga membuat napas sesak bagi vampir.

Seiring mataku yang mulai beradaptasi dengan cahaya gelap ruangan, aku ternyata kembali berada di rumah terbengkalai berbau bangkai.

Di depanku, predator berbahaya sedang tersenyum menatapku.

"Annyeong, Yuri-ya, oerinmaniya."

Aku mengerjapkan mata. Tadinya aku mau kabur, ternyata tertangkap juga oleh pemilik rumah. Hebat sekali dia.

"Eoh, Jay." Aku menjawab kikuk.

Canggung sekali, ya ampun!

Dia teman baikku, cinta pertamaku, dan masih saja keren. Namun, pertanyaanku hanya satu.

BAGAIMANA DIA BISA MENJADI VAMPIR SINTING YANG TIGA TAHUN TIDAK TERTANGKAP SIAPAPUN DAN AKU YANG KENA TUDUH SEBAGAI TUKANG ONAR?

Yah, tentu saja aku histeris setelah pertanyaan itu memantul di dalam kepalaku tanpa sempat terucap lewat mulut. Aku cuma menghela napas, bersikap secara alami sebagaimana biasanya seorang teman lama yang tidak bertemu. Aku hanya tidak mau menampakkan diri sebagai vampir juga, ataupun tahu rahasia terkelamnya.

"Hei, kenapa aku diikat begini?" Itu yang kutanyakan dan diam-diam, sebagian diriku yang lain mengamuk. Lintah dalam kepalaku terang-terangan menertawakan kekonyolanku.

"Kau kejang, jadi kuikat saja biar tidak semakin parah."

Jawaban macam apa itu? Tidak masuk akal sama sekali dan sekarang dia sedang mengelabuiku. O .... tidak bisa! Aku Yoo Yuri, tahu segalanya meski ingatanku payah.

"Memangnya aku sakit parah, ya? Kenapa aku tidak merasa kejang? Tadi aku berada di tengah orang bertengkar. Seram sekali." Aku mengoceh demi mengulur waktu sekaligus gali informasi.

Yang menyeramkan justru kau, Jay!

"Entah apa yang terjadi. Tiba-tiba aku pingsan."

"Ya. Kau pingsan."

"Hm.... tapi sekarang aku baik-baik saja. Bisa kau lepaskan ikatannya? Pegal sekali kaki dan tanganku."

Raut wajahnya tidak senang. Dia datang mendekat untuk mengamati raut wajahku yang biasa saja. Aku senang sekali pernah main drama, sehingga aktingku selalu terjaga. Reaksiku selalu tidak tertebak bagi orang lain, termasuk Jay. Aku balas menatap wajahnya. Mata vampirku yang sempurna bisa melihat perbedaan warna dan tekstur semua obyek. Meski gelap, aku bisa melihat mata merah, cekung dalam pada kelopak bawah mata.

Entah kapan aku akan mati, tapi aku tidak akan terima mati di tangan predator macam Jay.

Sungguh, tidak kusangka bahwa orang yang menemaniku beberapa bulan terakhir sebelum aku amnesia adalah Jay, si vampir pembawa keonaran yang menyedot darah manusia secara sembarangan.

Masa Sunghoon yang peka tidak bisa mengenali sesama vampir, terutama karena aku melihat pola kaki mangsa vampir sebelum Jay sekolah di SMA kami?

Ah, sudahlah. Pikirkan Sunghoon nanti saja. Sekarang bagaimana nasibku untuk meloloskan diri? Yeah, aku tidak takut mati. Aku pernah dirantai besi sampai berdarah-darah. Namun, hebat sekali Jay membuat rantai simpul mati. Omong-omong dia dapat rantai itu dari mana?

Jay mendekat ke arahku. Tatapannya penuh minat seakan ingin melahapku hidup-hidup. Jemari rampingnya mengelus pipiku dan akhirnya menarik helai poni panjangku ke belakang daun telinga. Sentuhan dingin tangannya menggelitikku. Aku tidak bergeming selagi dia terus menatapku tanpa henti. Jika risih, jelas, iya. Namun, aku tidak boleh termakan oleh situasi tidak menguntungkan ini.

Paling tidak, aku harus bertahan hidup selama mungkin dengan tidak memancing kekesalannya.

"Jangan dulu." Aku kecewa Jay berbalik sambil bicara seperti itu. Dia menuangkan cairan merah pekat ke dalam gelas transparan. Aroma yang menggiurkan meninju hidungku, tetapi aku tahu bahwa itu bukan darah yang kuinginkan untuk diminum.

Aku memejamkan mata. Sekelebat kenangan, eh, apakah ini deja vu? Seseorang sedang duduk di depanku dengan segelas minuman. Hanya saja, tidak ada rak-rak berisi ratusan botol dan cahaya magenta dari obor-obor di sepanjang dinding. Seseorang di depanku memang laki-laki, tetapi bukan sosok berambut gondrong dan pirang. Aku jadi ingat, bahwa itu cuma mimpi menakutkan yang terlupakan, terutama dalam mimpi itu aku memohon diberikan darah.

Sekarang tidak lagi. Aku tidak tertarik minum darah secara sembarangan, terutama karena asal usul darahnya tidak jelas.

"Kau minum apa, Jay? Kelihatannya enak. Selai stroberi, ya?" tanyaku lagi, benar-benar menampilkan kepolosan seseorang yang tidak tahu apa-apa sebagai akting.

Namun, dia tidak bisa dikelabui semudah itu. Vampir akan mengenali vampir lain.

Yeah, tapi kenapa Gyeonghui tidak bisa mengenali Jay? Itu yang harus kugali lebih dulu.

"Mau minum? Kau haus, ya. Bibirmu kering juga."

"Tidak usah. Aku tidak apa-apa."

Sial. Aku malah gugup. Mataku terus terkunci pada cairan merah yang menggoda itu. Jay mengisi ulang gelasnya. Suara air jatuh, berikut buih yang melimpah, membuat liurku basah. Adrenalin berpacu di seluruh pembuluh darah yang berdesir. Insting buasku muncul, tetapi aku ingin menahan diri lebih lama lagi.

Minum. Enak sekali. Lezat. Darah yang sangat enak, kental, hangat dan wangi sekali. Kau akan kenyang dalam sekali teguk.

ENAK SAJA LINTAH SIALAN! KAU TIDAK BISA MEMPENGARUHI AKU SELEMAH ITU. AKU TIDAK AKAN MINUM DARAH TERLARANG, TERUTAMA KARENA JIKA ITU SAMPAI MEMBUNUH MANUSIA!

Tapi kau memang pernah membunuh si rentenir itu, kan?

Si lintah balas bertanya penuh kemenangan. Tenggorokanku kembali terbakar akibat haus darah yang menyiksa. Namun, aku masih punya otak. Aku bersyukur menjadi vampir yang doyan kambing. Setidaknya, latihan puasa minum darahku membuatku terbiasa.

Semua penglihatan di sekelilingku menjadi merah membara. Aku hanya menyeringai di depan Jay, sambil bilang, "Aku tidak butuh apapun sekarang, Jay. Bebaskan aku sekarang."

"Benarkah itu?"

Tatapan buas itu menyipit, penuh bahaya.

Vampir tetap akan mengenali vampir lainnya. Dia mengenaliku dan membawaku ke dalam rumah berbau bangkai ini karena satu alasan dan aku tidak tahu alasan itu.

Sekarang aku harus bagaimana?

Dia musuh atau sekutu, siapa Jay bagiku sekarang?

Yang sudah menebak Jay dari awal, dari belasan minggu lalu dari bab ini diposting, pinterrrrr! Hebat banget nebaknya. Tapi sengaja aku diam, sambil mematangkan konsep alur ini. Wkwkwk. Emang, nggak ada tokoh yang nggak  berperan. Semuanya  ada andilnya, meski gak banyak.

Sebetulnya aku ingin sosok Jay yang lemah lembut karena dia biasku bareng Ni-Ki sejak kejungkel di Ground dan balik ke Iland. Tapiiii.... entah kenapa dia kudu jadi bad boy di sini, hiyaaaaak.

Maaf ya, Nak. Takdirmu di sini adalah.....

Mari menunggu bab super menegangkan, berdarah-darah di bab berikutnya, Kawaaan.

TIGA BAB LAGIIIIIII....

TAMAT DONG.

Bwi _ 22 Oktober 2021
14:05 WIB

Nananana like hot summer. Ini kenapa ending MV-nya Tamed-Dashed bikin halu mulu buat si Ni-Ki T_T

Revisi, 23 September 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro