[56] BAJU BARU
Bintangnya ya kawan, biar work ini makin tersorot. Yuhuuu~~~~~
Eh, ada trio cogan kesayanganku loh di zaman 2018. Siapa mereka, nikmatin aja yaaaa.
⚠️BEBERAPA BAB KE DEPAN, AKAN MENGANDUNG ADEGAN 18+. YANG DI BAWAH UMUR, JIKA NEKAT BACA, SEGALA KONSEKUENSI DITANGGUNG SENDIRI⚠️
Kalau kau melacak seseorang dalam rentang tiga hari, mustahil sekali! Terutama karena aku tidak tahu wajahnya. Kedua, tidak ada akun pelacak seperti drama sci-fict yang pernah kutonton. Kekuatan superku tidak mencukupi untuk mengekori jejak seseorang. Bayangkan saja. Kejadian kaki yang menghilang itu terjadi tiga tahun lalu, saat aku baru kena gigit Sunghoon.
Lantas kejadian mayat wanita di sebuah rumah juga terjadi beberapa minggu kemudian dalam keadaan paling mengenaskan. Aku sudah kena tuduh Woonyoung yang sengaja bermain-main agar Sunghoon menjauh dariku.
Namun, sekali lagi, memangnya siapa yang punya bau tekstil begitu kentalnya?
Kepalaku mau pecah memikirkan petunjuk baru. Semakin banyak berpikir, semakin panas tenggorokanku.
Dalam misi solo itu, aku kembali ke Seoul untuk tapak tilas area yang pernah kulewati. Anehnya, aku tidak ingat di mana persisnya lingkungan yang membuatku tersesat. Aku pergi tanpa tujuan pada malam perundungan yang dipimpin Minji.
Masa sekolah yang penuh neraka karena mereka iri aku dekat dengan Sunghoon. Namun, aku merasa bersyukur karena satu-satunya orang yang membuatku bernapas dengan mudah adalah Jay. Setidaknya aku tidak perlu memikirkan omongan miring tentang siapa diriku setiap bersama Jay.
Kami jalan-jalan ke mal, membeli beberapa barang dan baju.
Wajah Jay sangat pucat saat itu.
Perasaanku semakin tidak enak. Terutama di Pocheon. Apa yang ada di dalam kantong hitam yang Jay bawa waktu itu?
Kutepis gagasan paling konyol.
Aku kembali melangkah. Namun, langkah-langkah yang mengikuti dari belakang membuatku bergidik. Yah, seperti saat malam tanpa tujuan. Bedanya yang mengikutiku sekarang adalah tiga pemburu dari gereja. Mereka mengikutiku atas perintah Appa.
Kabur dari mereka?
Tidak. Aku tidak sepengecut itu dengan asal menyerang mereka. Waktuku masih sisa lima jam dari tenggat waktu. Setelah itu, mari dengarkan genderang ditabuh. Gyeonghyui atau Sowon, terserah siapa pemenangnya. Yang jelas, aku akan mati diburu.
"Hei, kalau ada yang lelah jalan kaki, naik taksi saja." Aku berbalik, menatap tiga pria muda.
Ketiga orang itu beberapa tahun di atasku. Mungkin sudah lulus kuliah. Kuping tajamku berhasil menangkap nama-nama mereka dan dari mana asalnya. Dua dari Busan, satunya lagi, entah aku lupa, tapi namanya sangat otentik.
Ong Seongwoo, Hwang Minhyun dan Kang Daniel.
Ketiganya tetap akan mengikutiku sampai berhasil kudapatkan si Tukang Onar.
Salah satu dari mereka, yang berbadan paling bongsor mengejek. Sementara Seongwoo meringis mendengar sindiran halusku.
"Kau pasti akan kabur." Minhyun bicara dengan pelan. Dialah yang paling bertahan mengikutiku.
"Gara-gara kalian, orang yang kucari tidak akan pernah muncul, tahu!" Aku mengomel.
"Rencana apa yang kau susun jika kami pergi?" Minhyun mana percaya dengan ucapanku. Mata tajamnya menyimpan mara bahaya. Salah satu tangan Minhyun tersimpan di balik mantel panjang, siap menembakkan berondongan peluru dari pistol buatan Rusia.
"Tidak ada rencana." Aku cengengesan tidak jelas. Aku pasti vampir paling bodoh mengajak tiga pemburu berkeliaran tidak jelas.
Ketiga orang itu sangat bersemangat untuk menghabisi vampir-vampir lain, terutama acara empat jam nanti. Namun, tugas mengawalku adalah pekerjaan paling berat sekaligus buang-buang waktu. Aku belum mendapatkan apapun.
"Kau!" Daniel, si bongsor mendelik, lengkap dengan dialek Busan yang kental.
"Pastikan saja tidak membiarkan Sunghoon menghampiriku. Aku hanya perlu tahu siapa Tukang Onar itu. Aku yakin, dia akan datang."
Tenggorokanku semakin gatal. Tekanan yang terus mengimpit membuatku semakin haus. Aku banyak berjalan mengelilingi Seoul, pegunungan Jiri dan sekarang semakin tersesat.
"Siapa yang datang?" tanya Seongwoo, lebih tepatnya bicara sendiri. Dia yang paling tidak suka mengikutiku. Lebih baik menjadi pahlawan heroik membabat vampir dengan pedang andalannya.
Semakin kuingat, aku pernah berkelahi dengan tiga orang pengikut itu. Kekuatannya lumayan, tapi tetap saja vampir lebih andal dalam menghindari panah maupun pedang manusia.
"Tentu saja vampir yang kucari. Jelas bukan dari Gyeonghui!" timpalku.
Aku kembali berjalan. Lantas aroma yang tidak asing itu datang.
Baju baru.
Aku berlari mengikuti jejak. Namun, aroma itu cepat memudar bila tidak kukejar. Aku menyusuri setiap gang-gang, di mana aroma itu masih terlacak. Ketiga pengawas di belakang sudah tertinggal, tetapi aku tidak peduli dengan mereka.
Tukang Onar yang sudah lama diburu Sunghoon, telah membunuh banyak manusia untuk diisap darahnya sampai habis. Dia harus tertangkap bagaimana pun caranya.
Jika orang lain tidak tahu jejaknya. Aku harus tahu.
Langkahku berhenti di sebuah jalan buntu. Aku berbalik menatap gerbang-gerbang rumah kumuh. Tidak asing, tetapi sangat menyedihkan bahwa aku pernah ke sini bertahun-tahun yang lalu. Rumah Jeongsong sebelum dia pindah ke luar negeri berada tepat di sisi jalan buntu. Di gang sempit yang bisa dilewati satu orang itu, Jay pernah tinggal.
"Jay?" panggilku penuh harap dan agak tidak yakin. Seingatku Jay ada di Pocheon sambil membawa kantong belanjaan aneh.
"Park Jeongsong!" Aku memanggil nama aslinya keras-keras.
Angin yang berembus, diikuti oleh jumlah air liurku yang tanpa batas. Aku menyeringai seakan menemukan jutaan liter darah kambing.
Masuk ke rumah yang kosong itu membuatku semakin tidak terkendali. Amis di mana-mana. Aku membuka setiap pintu yang tidak terkunci. Rumah itu sangat aneh. Sudah bertahun-tahun tidak dihuni, tetapi tidak benar-benar ditinggalkan penghuninya. Barang-barangnya masih ada di meja, lemari dan di sudut-sudut lain. Dinding-dindingnya penuh bingkai foto keluarga, salah satunya Jay yang masih SD. Namun, tidak ada fotonya saat SMA.
Di ruang tengah, terdapat pisau dan beberapa tangkai kering. Aku mendekat, ternyata tangkai itu adalah apel yang menciut termakan usia. Aku mengintip salah satu kamar. Alas tidur lengkap dengan selimut dan bantal masih digelar di sana, dengan salah satu buku komik yang jatuh terbalik di dekat alas itu.
Hanya ada debu tebal di mana-mana.
Hal paling menarik perhatian bagiku adalah sumber baunya sangat lekat, terutama di area dapur. Tidak ada yang spesial di rumah tua dan suram itu. Di lantai dapur berlapis vinyl, bercak kering nan tebal mengusikku. Warnanya hitam sekali. Bercak itu menyebar ke mana-mana dan berasal dari sebuah lemari pendingin.
Entah makanan apa yang tersimpan di dalam sampai membusuk. Aku membuka pintu freezer.
Sebagai vampir, tentu saja aku bisa ketakutan. Di dalam lemari itu, terdapat mumi perempuan yang jatuh terguling ke arahku.
Aku berteriak, terutama ada kepala kecil yang jatuh. Jasad itu adalah seorang bayi.
"Ige mwoya!"
Aku tersentak.
Tragis sekali jasad itu.
Siapapun yang menyimpan jasad wanita saat hamil di dalam rumah merupakan psikopat. Ini benar-benar keji.
Suara gaduh dari luar rumah membuatku tersentak. Orang lain pasti mendengar apa yang terjadi. Aku bergegas keluar dari pintu lain, dengan maksud untuk mencari tahu siapa yang masuk.
Mantel hujan itu menutupi siluetnya. Dia sudah masuk ke dalam ruang basement. Aku membeliak ngeri, terutama melihat dia menyeret seseorang yang salah satu sepatunya lepas. Namun, baik tangan dan kakinya sudah biru total kehabisan darah.
Jelas bahwa yang menyeret bukan hanya psikopat. Namun, dia memang vampir.
Akhirnya aku menemukan Tukang Onar!
Woaaaaaa siapa dia????
Kepo kan? Kepo kaaa?
Aku hold beberapa waktu, biar klean makin penasaraaaaaaaan abis.
13 Oktober 2021
Revisi, 23 September 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro