Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[53] MUSUH GYEONGHUI

Wow..... makasih yang setia dan bertahan. Kayaknya sulit deh naikin follower 😥.

Dahlah, karena aku sayang kalian, posting suka-suka aja. Bodoh amatlah sama webmirror, bikin kreativitasku macet. Ramaikan kembali, biar hatiku lekas pulih ditinggal ibu tercinta untuk selamanya. Cuma nulis satu-satunya cara healing paling ampuh.

Kayak biasa. Votenya jangan lupa. ⭐⭐⭐⭐⭐⭐

Apakah ini deja vu? Rasanya aku sudah bolak-balik jatuh pingsan dan aku tidak pernah ingat kenapa aku jatuh. Saat bangun dari busa tipis dan berlapis selimut, hal pertama yang kulihat adalah Sarang duduk di sampingku dengan raut cemas.

Ekspresinya kontan memulihkan ingatanku tentang Park Sunghoon. Pemuda yang kusukai sejak awal sekolah SMA itu disandera. Aku memegang bekas luka di pergelangan tanganku. Rantai yang mengikat sangatlah menyakitkan. Sunghoon pasti menghadapi siksaan yang lebih karena dituduh sebagai pembunuh Jung-A. Entah itu benar atau tidak, Sunghoon mustahil gelap mata minum darah manusia.

Sunghoon sudah menahan rasa hausnya dengan amat sangat baik. Dia menolak untuk beli darah di kantor PMI. Semua klan vampir tahu siapa Sunghoon.

"Sunghoon bagaimana?" tanyaku langsung.

Kepalaku mau pecah akibat hantaman pusing yang luar biasa. Bukannya duduk sebentar, aku langsung berdiri. Kakiku hilang keseimbangan. Sarang sigap menangkap tanganku sebelum tubuhku menindihnya.

"Masih dilacak," jawab Sarang.

"Bagaimana kalau dia terluka?" Hantaman sesal itu membuatku kembali menangis. Aku segera menghempaskan selimut yang melilit kakiku, tetapi Seokjin menahan lenganku.

"Chensu, diam." Seokjin mengingatkan.

"Aku bukan Chensu."

"Bagiku kau tetap Chensu." Vampir itu keras kepala. Hatinya seperti baja. Dia takkan goyah menghadapi kenyataan bahwa aku bukan adiknya.

"Chensu tersayangmu sudah tidak ada. Berhenti memanggilku dengan nama adikmu, Seokjin Oppa."

"Kau adikku, meskipun adik kandungku mati," kegetiran itu membuat suara Seokjin gemetar, tetapi dia melanjutkan, "diam di sini sementara kita bertahan. Ada situasi yang jauh lebih mengkhawatirkan, terutama dirimu, Chensu."

"Berhenti memanggilku Chensu. Namaku Yoo Yuri." Aku menegaskan.

"Iya, kami tahu. Tapi kita harus pergi dari tempat ini. Kau tidak boleh mati."

"Aku harus mati karena sudah membunuh orang lain."

"Begitu pula kami yang pernah membunuh siapapun, Chensu. Kau sudah memilih cara minum yang lebih baik. Baik Gyeonghyui yang minum darah donor atau kita yang memilih hewan. Yang terpenting masa kini, kau sudah berhenti membunuh manusia."

"Tapi kejahatanku... tidak, Park Sunghoon disandera. Aku harus pergi."

"Klan Gyeonghui mengurus masalah internal mereka, Yuri-ya. Tapi tidak dengan kita, peminum binatang." Seokjin benci harus mengucap nama asliku. Namun, secara perlahan aku lega dia bisa menerima perubahan nama panggilan itu.

"Ini urusanku juga. Sunghoon menggigitku. Aturannya jelas. Jika aku melanggar, Sunghoon dihukum."

"Lalu kenapa kau mengakui kejahatanmu jika akhirnya Sunghoon tertangkap," tanya Sarang sambil menggelengkan kepala. Reaksinya sangat jelas untuk mengataiku sebagai sosok paling gegabah.

"Aku mencari pengampunan untuknya."

"Kau bodoh. Harusnya kau marah karena hidupmu dirampas vampir." Sarang menyilangkan tangan. Raut wajah skeptisnya membuatku sadar bahwa aku telah melakukan hal yang paling tolol di dunia.

Aku sudah tahu apa yang harus kulakukan. Aku tidak mau menjadi pecundang dengan mengakui bahwa aku aku baik-baik saja atau bertingkah suci. Kuhadapi saja aturan Gyeonghyui yang ketat itu. Namun, pertanyaannya adalah bagaimana bisa Sunghoon tiba-tiba menghilang dan disekap manusia pemburu kepala vampir? Padahal jarak antara kamarku dan gedung utama tempat Ketua Park bersemayam hanya sejengkal.

"Chensu," panggil Seokjin, kembali meruntuhkan rasa lega sesaat.

Memangnya Seokjin itu plin-plan apa? Baru tadi memanggilku Yuri, sekarang kembali lagi ke Chensu!

"Ayo kita pergi dari sini."

"Sunghoon?"

"Tidak ada waktu untuk memikirkan yang lain. Kau peminum darah hewan, sudah sepatutnya masuk klan kami," tegas Sarang semakin tidak sabaran.

"Sayangnya aku peminum keduanya. Aku tidak akan terlibat di mana-mana!" Aku menggelengkan kepala. Sikap kepala batuku membuat Sarang meradang.

"Tetapkan pilihanmu, Bodoh!"

"Aku tidak mau memilih!"

"Diam kalian!"

Seokjin semakin pusing menghadapi pertikaian di antara aku dan Sarang. Iris mata yang merah membara menunjukkan betapa marahnya Seokjin dalam situasi ini, terutama karena aku tidak bisa menuruti perkataannya. Otakku sudah penuh dengan Sunghoon.

"Kita pikirkan masalah Sunghoon di luar. Masalahnya, kau harus selamat dulu. Peranmu sangat penting dan tidak boleh mati di sini!" Seokjin menambahkan hati-hati.

"Hah? Peran apa? Drama mana?

Arghhhhh.....

Sudah lama aku tidak mendengar kata itu. Aku telah terjun ke dalam klub drama, ketika terpaksa ditunjuk sebagai pemeran drama. Lebih mengerikan karena aku tahu siapa pemeran utama pria. Kata 'peran' mengundang kenangan paling horor di sana, terutama setelah mendapat naskah di akhir ada bagian ciuman. Ah, apakah ada ciumannya? Tidak. Aku tidak ingat, dan aku tidak mau kembali ke masa itu. "Aku tidak mau. Aku tidak selamat. Aku ini pendosa!" Racauan dari mulutku semakin tidak jelas.

Sarang sudah habis kesabaran. Dia menjegalku dengan kuncian leher. Lipatan tangannya mencekikku. Seluruh mataku berputar akibat tekanan luar biasa Sarang. Dia sengaja melakukannya agar aku patuh. Peringatannya tidak main-main. Aku kesulitan membela diri. Kedua kakiku menjuntai ke segala arah, ingin mendapatkan pijakan. Namun, otakku sudah tidak ada oksigen untuk bernapas.

Ayolah! Aku baru saja pingsan dan masih syok, masa mau dibunuh Sarang begitu saja? Tidak adil!

"Cukup, Sarang!" Seokjin menarik lengan Sarang, tidak suka akan konfrontasi yang dilakukan pasangannya.

Aku terkapar menatap langit-langit rumah hanok. Kehangatan di bawah lantai yang terhubung dengan ondol mengingatkan aku ke masa sekolah. Hangat sekali seperti jaket putih yang menudungi kepalaku saat bertengkar dengan ketua perundung dari kelas 12. Air mataku mengalir pelan. Sunghoon memang sudah memperhatikan aku sejak saat itu, tetapi aku yang selalu jual mahal.

"Aku janji kita akan membantu menyelamatkan Sunghoon. Namun, kau harus keluar dari sini, terutama karena kau harus bertemu ayahmu."

"Mwo?"

"Ikuti dan percayai saja kami, Bodoh!"

Aku menggeram marah pada Sarang. Wanita itu balas menggeram padaku. Senang hati menyambut perkelahian baru.

Ucapan cerobohku tadi seharusnya membuatku terpenjara. Namun, Gyeonghui lebih mementingkan keselamatan Park Sunghoon. Seluruh pasukan dikerahkan untuk melacak pacarku.

Glek....

Kenapa aku belum terbiasa menyebutnya pacar? Entahlah.

Rencana tidak pernah berjalan dengan benar. Aku sulit mengendalikan oramg lain agar mengikuti semua keinginanku.

Seharusnya aku mati. Namun, Jung-A yang mati mendadak jelas mengejutkan.

Sunghoon membunuhnya? Omong kosong.

Akan tetapi, ya ampun! Ayahku sekaligus musuhku .... tidak! Ayahku tetap ayahku. Aku tidak bisa mengatakan bahwa dia musuhku.

Ayahku, kan, pemimpin gereja. Masa harus membunuh pacarku.

Argh.....

Sarang harus memukul kepalaku agar bisa berpikir dengan benar. Kenapa pula aku harus gelagapan?

Tarik napas, Yoo Yuri.

Aku mengembuskan napas berat selagi menyadari Yoo Youngjae-ayahku, barangkali menyalakan api pertempuran. Membayangkan kami saling membunuh terasa sangat menyakitkan.

Kutatap Seokjin, semakin sulit menerima ajakannya kabur ke ayahku.

Apa-apaan ini?

"Hei, kenapa aku harus berjumpa dengan ayahku? Bukankah pertemuan itu akan memperburuk keadaan." Aku jelas sedang membuang waktu dengan pertanyaan.

Aku tidak akan bergerak ke mana pun sampai dapat penjelasan.

"Aku akan dicap musuh Gyeonghui kalau menemui pendeta Gereja."

"Apa gunanya cap itu kalau kau sudah mengaku tadi, hah?" Sarang kembali membentak.

Benar juga. Aku tetap akan dibunuh setelah pengakuan tadi. Baik Appa maupun Ketua Park, aku tetap akan mati. Entah dipenggal di leher atau tusuk jantung. Keduanya sama-sama memiliki proses kematian yang menyakitkan.

"Lalu apa keuntungan kabur ke anggota Gereja Sowon?"

"Kau akan tahu nanti!"

Apakah vampir pernah pingsan? Entahlah. Aku tidak pernah lihat. Akan tetapi, kalau vampir lemas, iya. Sunghoon pernah lemas akibat kehausan saat kami pergi ke Gapyeong sepulang sekolah.

Hanya saja, aku jatuh dalam ketidaksadaran selagi Seokjin menghantam wajahku dengan sentakan kuat.


Aku merasa berada di titik minus. Setelah setengah tahun menggantungkan cerita ini demi kesibukan RL + selingkuh dua naskah non FF yang sukses tamat (Asa Mekar di Gwp.id dan Fade di work sebelahnya), sekarang aku kesulitan mengembalikan jiwa Yoo Yuri yang bebas.

Aku mau nanya nih, buat yang setia baca.

Apa sih alasan kalian stay sampai di bab ini dengan baca work Choose or Chosen?

Biar semangat kelarin cerita ini, komentar kalian adalah doping paling ampuh buat aku.

Dan aku galau berat plus seneng karena Sunghoon sama Woonyoung jadi MC dong. Padahal beneran, dulu nggak kepikiran mereka bakal satu proyek.

Tadinya mau kapelin Woonyoung sama Jake, tapi oleng gara² ini. Help me, juseyoooo!!!

Terima kasih sebelumnya.
11 Oktober 2021

Revisi, 23 September 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro