Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

𝕿𝖜𝖔

𝕿𝖜𝖔

Roda mobil berputar mengantarkan pengunjung ke tempat berjuluk Tokyo Skytree. Terkadang orang meminta menepi di toilet pinggir stasiun bensin sehingga perjalanan terhambat. Ditambah bocah cilik merengek dibelikan camilan karena bosan menunggu.

Keadaan perlahan tenang di waktu speaker menyiarkan nyanyian merdu Reon. Sebagai asisten pemandu, ia sangat gigih bekerja di luar bidangnya. Menghibur anak kecil entah mengapa terdaftar di list.

Beruntung pula Reon mengetahui lagu soundtrack kartun, jadi balita senang mendengarnya bersenandung ceria. Memang tidak salah sejak kecil ia gemar menonton Sailor Moon. Akhirnya kemampuan menghafal lirik ost itu berguna kini.

Semuanya berbincang, bertukar candaan seolah tiada masalah. Terkecuali tamu di ujung kursi. Sendirian, kesepian, masa bodoh.

Arkeen.

Kepala Arkeen mengangguk asal, mencoba berbaur di antara sosialisasi walau tidak setitik rasa penasaran terpancar. Hal ini membuat Reon mendorongkan microphone ke rekan sesama kerja. "Hei, aku akan menemaninya," ucapnya menyelinap ke kursi kosong sebelah.

Di sana Reon membuka topik. "Hei, kau terlihat bosan," terangnya penasaran, "tidak sabar melihat Skytree, ya?"

Tanpa menatap balik, Arkeen terkekeh remeh. "Menara tertinggi di dunia yang memerlihatkan keindahan Gunung Fuji melalui kaca jendela." Penjelasan barusan memicu senyum Reon melebar. "Benar, bukan?"

"Betul sekali."

Masalahnya, Arkeen tidak peduli. Ratusan informasi Skytree dapat diolah di internet maupun google jadi mengapa perlu senang.

Sekali Reon menyenggol penuh kesengajaan. "Eits... kau tidak berekspresi!" omelnya menjulurkan lidah, "Tetapi selama bersamaku, kuyakin kau akan tertawa!" Wanita serampangan itu tertawa bangga.

Perlahan Arkeen terkekeh. "Aneh."

Pun Reon menunjuk diri sendiri. "Siapa?"

"Tentu saja kamu. Siapa yang kuajak bicara selain kamu? Dasar aneh."

Pipi tirus Reon menggembung layaknya balon. "Tidak! Darimana buktinya?"

Semakin Arkeen ingin menggoda. "Baru saja kenal, tetapi berani bertaruh. 'Selama bersamaku, kuyakin kau akan tertawa'?" gemasnya menahan hasrat tidak mencubit wajah Reon. "Ayolah... jika berani, buktikkan padaku."

Surai Reon bergoyang mengikuti pergerakan. "Curang! Kau curang..." Netra menyipit menyisakan bulumata lentik, dan senyuman bahagia teramat manis.

Kebetulan mobil mengeram mengakibatkannya oleng ke samping. Tidak dipungkiri guncangan terbilang keras sampai Reon hampir jatuh. Kejadiannya sangat cepat. Yang pasti, Arkeen sekilas mendapati raut Reon yang terkejut.

Sigap Arkeen menahan tubuh Reon. "Awas!" Pergelangan ditarik dicepat sehingga keduanya berakhir berpelukan.

Awalnya mereka tidak sadar. Bahkan asyik mengeluh kala kepala Arkeen malah terbentur jendela belakang. Begitu sepasang netra mereka terbuka, tidak sengaja paras elok Reon hanya berjarak beberapa CM dari miliknya.

Napas keduanya beradu. Bibir yang nyaris menempel satu sama lain. Ditambah detak jantung kian berdebar menggila.

Semburat merah mengecat Reon. Langsung ia mundur seraya membungkuk. "Ma... maafkan aku!" Pandangannya beralih ke sekitar. "Sepertinya kita sudah tiba!" teriaknya malu, mencoba merubah topik.

Semalasnya Arkeen menuruni bus. "Oh?" Terlontar gumaman pelan saat menyaksikan Skytree. Lokasi wisatanya tidak terlalu buruk, malah cocok dijadikan spot foto. "Benar apa kata dia."

Sehendak pergi mencari latar, tiba-tiba pakaian belakang ditarik kuat dari belakang. Muncullah Reon yang masih dipenuhi semu merah. "Ayuk, kuajak kau berkeliling."

Menggeleng, Arkeen menyahut, "Tidak--"

"Shtt... ini rahasia kita. Anggaplah jalan biasa, atau kencan?" potong Reon mengayunkan telunjuknya ke kanan kiri.

"Apa kau menghindari pekerjaanmu?"

Menggebu-gebu Reon menolak. "Bukan! Aku memang ditugaskan memandu tamu yang kebingungan, contohnya kamu!"

Dipandu langsung olehnya terasa menyenangkan sekaligus menenangkan. Arkeen sendiri lega tidak perlu berkeliling, dan tersesat antara keramaian. Namun perut berpendapat lain.

Jelas indra pendengaran Reon menangkap bunyi lambung seseorang. "Kau lapar?" Sempat ia tertawakan. "Ayo kuberi separuh bekalku," tawarnya baik hati.

Ditunjukkanlah ransel Reon. Tidak, entah mengapa ada kesalahan teknis. Sebab isinya kosong melompong.

Seketika senyum gadis navy menurun drastis. Cemberut ia mengomel seperti bebek. Padahal ia ingin makan siang bersama Arkeen.

"Nee-san."

Suara lembut mengalun.

Alangkah terkejutnya Arkeen melihat sosok jangkung begitu membalikkan tubuh. Sedongaknya pula menaikkan dagu, figur tampan berkacamata bak pangeran mencuat di hadapan. Patut diacungi jempol paras manusia yang baru ditemuinya. Jika disandingkan dekat Reon, maka keduanya serasi macam lukisan.

Lamunan Arkeen terpecahlan kala teringat. "Lho... 'Nee-san'?" ulang Arkeen bingung.

Lelaki berjaket barusan Reon dekap erat. "Perkenalkan, adikku! Munakata--" Di penghujung perkenalan, yang dimaksud menyodorkan sekantung kotak. "Oh, bekal yang tertinggal?"

Singkat, padat, jelas, keturunan Adam mengangguk.

Akhirnya Arkeen menyahut, "Kau makan saja duluan. Aku akan menunggumu, pemandu."

Tertawa Reon membalas, "Ingat namaku, aku Munakata Reon." Kemudian pergi menikmati masakan Ibunya sementara Arkeen bersama adik misterius duduk di pinggiran taman.

Berdua terdiam meratapi Reon yang asyik melahap. Kaku. Setengah jam di sana tiada bicara, Arkeen sadar membutuhkan sesuatu ampuh menumbang kecanggungan.

"Omong-omong aku belum mengenalmu," ujar Arkeen pelan.

Lelaki yang duduk di sebelah kiri menoleh. "Ah, namaku Munakata Ronin." Ekstra senyuman manis menguarkan aura berbunga.

"Aku Arkeen. Salam kenal, ya!" ceria Arkeen mengulurkan tangan bermaksud bersalaman.

Lirikan Ronin menilik tajam ke tangan Arkeen. Ditatap sejenak tanpa disalam balik, membuat Arkeen mengira rakyat Jepang tidak melalukan etika ala Indonesia. Namun siapa sangka?

Bibir Ronin mengecup punggung tangan Arkeen.

"Pleasure to meet you, Lady."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro