Make it Clear P.3
Shinso Hitoshi
"I would like to apologize for my behavior yesterday"
Aku keluar dari ruang Recovery Girl dengan tangan yang terasa lebih baik dari sebelumnya. Aku menatap tangan kananku sebelum melangkah perlahan saat itu juga aku kembali teringat wajah Shinso-san beberapa waktu lalu, membuatku menjadi sedikit bersalah dan malu pada diriku sediri. Dia terlihat seperti penjahat karena aku, bagaimana aku bisa tenang.
Aku menutupi wajahku dengan telapak tangan, berharap setelah membukanya semua ini hanya mimpi di siang bolong tapi, sayangnya setelah aku menurunkan tanganku semua tetap sama tanpa ada perbedaan sedikitpun.
Aku harus meminta maaf padanya! Tapi aku tak berani berhadapan dengannya. Apa yang harus aku lakukan?! Saat aku sadar, langkahku sudah membawaku berada tepat di depan kelasku dengan tatapan cemas semua orang.
Mataku menyisir seluruh ruangan tapi tak menemukan siapa yang aku cari sebaliknya, menemukan Rio-san yang menghampiriku dengan tatapan cemasnya.
"Kau tak apa (y/n)-san?" tanyanya yang hanya aku jawab anggukan singkat sebelum meninggalkannya untuk duduk di bangkuku. Semua tatapanpun segera meninggalkanku dan kembali pada aktivitasnya masing-masing.
Dengan kasar aku menghembuskan napas sebelum menjadikan tanganku sebagai bantalan dan menyandarkan kepalaku di sana. Shinso-san tidak ada di kelas. Tidak heran, dia pasti sangat kesal denganku sampai pada taraf tidak ingin lagi menatapku. Memikirkan itu membuatku kembali menghembuskan napas kasar.
Tuk!
Hawa dingin datang dari atas kepalaku sebelum disusul suara plastik tak jauh dariku. Dengan cepat aku mendongak dan menemukan Shinso-san yang berdiri di sana dengan menatapku dengan tatapan tak perdulinya.
"Apa tanganmu sudah baikan?" aku segera meluruskan punggungku sebelum mengangguk dengan senyum cerahku. Ternyata aku salah!
Aku mengangkat tanganku tepat di depan wajahku dan melambai padanya. "Semua baik-baik saja," sebelum memberikan senyum lega. Aku harus mengatakannya! "Shinso-san-"
Belum selesai aku menyelesaikan ucapanku, tangannya sudah terlebih dulu meraih tanganku dan membawanya mendekatinya, membuatku mau tak mau berdiri dan berhadapan dengannya.
Ap- apa ini?! jantungku berdetak dengan keras dan dapat aku rasakan wajahku memanas. Dapat dipastikan saat ini wajahku sudah semerah kepiting rebus, membuatku tanpa sadar menunduk menyembunyikan wajah merahku.
"Maaf," ucapannya seketika membuatku sedikit tersentak dan kembali mengangkat wajahku yang langsung di sambut raut wajah bersalahnya. "aku jadi melukaimu."
Dengan cepat aku menggeleng. "A-aku yang harusnya minta maaf," kataku dengan nada kecil. "karena kejadian sebelumya, kau..." aku tak sanggung melanjutkan ucapanku dan hanya menggantungnya.
"Semua orang sudah memandangku seperti itu," katanya sebelum melepas tanganku kemudian menggaruk tengkuknya. "jadi tak akan masalah jika mereka berpikir seperti apapun, tapi, aku-" dia menghentikan ucapanya dan beralih pada kotak jus dan roti diatas meja. "lupakan. Ini untukmu." dan mendorongnya ke arahku
Apa yang ingin dia katakan? Ingin aku menanyakan hal itu tapi, segera aku urungkan niat itu, tak ingin merusak moodnya dan mengangguk. "Terimakasih."
"Jangan sungkan," katanya dengan mengacak rambutku sebelum meninggalkanku yang membeku karena perlakuannya.
_____
Tamaki Amajiki
"I just want to tell you that I didn't mean to do that, sorry for my foolishness"
Dengan langkah lambat aku berjalan menuju kelasku, setelah dua hari absen sekolah aku merasa seakan kembali menjadi murid baru yang tak tahu apa-apa, membuatku sedikit gugup tapi, gugup itu segera hilang saat aku merasa ada sepasang mata yang menatapku entah dari mana, membuatku mau tak mau bersiaga.
Perlahan aku menyisir sekitar sebelum akhirnya aku menemukan Tamaki-san yang tengah menatapku dari kejauhan. Duh! Dengan segera aku menggunakan quirkku dan segera pergi dari sana sembari berharap dia tak akan bisa mengejarku.
Dia tak mengejarku, kan? Perlahan aku menoleh dan tak menemukan keberadaannya di sana. Maaf, Tamaki-san, bukannya aku membencimu karena kejadian lusa kemarin. Hanya saja aku masih merasa kesal. Aku menghembuskan napas lega. Kurasa ini akan memakan waktu cukup lama.
"(y/n)-san!" sebuah panggilan segera membuatku tersentak dan kembali dari lamunanku sebelum akhirnya menoleh dan menemukan Tamaki-san yang berdiri tak jauh dariku dengan tatapan berkacanya, membuatku merasa sedikit bersalah karena menghindarinya.
Saat melihatnya mendekat ada sedikit rasa untuk kembali menggunakan quirkku dan menghindarinya tapi, kakiku tak mau mengikuti perintah dan tetap terpaku di tempat.
Aku sedikit menunduk, menghindari tatapannya sebelum dia sampai di depanku. Mataku dengan liar menatap sekeliling, berusaha mencari seseorang yang ku kenal dari beberapa orang yang ada di sekitar tapi, sayangnya aku tak menemukan satupun yang kukenal. Hilang sudah kesempatanku untuk menghindar.
Aku menghembuskan napas kasar sebelum mengangkat wajahku untuk menatapnya dan menemukannya yang terlihat sedih, membuatku merasa telah melakukan hal yang sangat jahat sebelum akhirnya kembali menunduk.
"(y/n)-san," panggilnya pelan tapi, aku yang tak ada niatan untuk menjawabnya, aku hanya terdiam dan menunggu apa yang akan dia katakan selanjutnya. "aku minta maaf. Aku tak bermaksud melukaimu." Aku sedikit menghela napas maklum. Walau sebenarnya aku tak memikirkan bagian itu tapi, aku tetap mengapresiasikan dirinya yang meminta maaf padaku. "dan juga, aku minta maaf karena tanpa sadar mengatakan kata yang tak seharusnya aku ucapkan."
Dengan cepat aku mengangkat wajahku dan menemukannya yang tengah menatapku penuh harap dengan mata berkaca-kacanya. Entah kenapa dia terlihat sangat manis.
Perlahan aku terkekeh sebelum akhirnya memberikan senyum hangat padanya yang terlihat sangat manis saat setengah menunduk layaknya bocah kecil yang merasa bersalah. "Maaf diterima," kataku terdengar seperti menasehati bocah kecil, membuatku tanpa sadar mengulurkan tangan untuk membelai puncak kepalanya. "mari kita lupa-"
Aku segera tersentak dengan tanganku yang masih mengambang diudara saat aku rasakan sepasang lengan memelukku lembut.
Segera aku tersadar jika saat ini aku tengah berada dalam dekapan Tamaki-san, membuat jantungku mau tak mau berdetak dua kali lebih kencang.
Bukankah ini terlalu dekat?! Dapat aku rasakan wajahku yang makin memanas saat aku merasakan hembusan napas tepat di samping telingaku.
"Terimakasih, (y/n)-san..." suara lembutnya terdengar sangat dekat, memberikan sensasi aneh didadaku, membuatnya seakan penuh akan sesuatu yang bahkan aku sendiri aku tak tahu apa itu.
Aku yang berada di dekapannya segera menunduk sebelum akhirnya hanya mengangguk sebagai jawaban, tak berani mengatakan sepatah katapun, takut jika nantinya hanya akan terdengar suara bergetarku.
_____
Mirio Togata
"I'm not perfect, I make mistake, but I hope you can forgive me."
Hari ini perpustakaan cukup sepi dari pengunjung dan membuatnya menjadi tempat yang cocok untukku menyendiri. Aku tidak biasa datang ke perpustakaan jika tidak ada tugas yang memaksaku kemari tapi, karena sudah beberapa hari ini aku merasa tidak nyaman setelah kejadian beberapa hari lalu dengan Togata-san membuatku memikirkan tempat yang damai.
Kejadian saat itu benar-benar membuatku tak bisa berpikir dengan jernih, semalaman aku tak bisa tidur dengan benar dan bahkan sering jatuh dalam lamunan dan membuat orang disekitarku terlihat cemas.
Ini baru beberapa hari dan hal itu sudah membuatku begini, bayangkan jika ini berlanjut lebih lama. Dengan cepat aku menggeleng dan kembali dari lamunan sebelum kembali terfokus pada buku di depanku.
Tak lama terdengar seseorang duduk di sampingku, membuatku tanpa sadar menoleh dan menemukan Togata-san yang menatapku dengan senyum canggungnya.
Aku harus segera minta maaf untuk kejadian kemarin!
"Togata-san"
"(y/n)-san."
Eh? Seketika aku membelalakkan mata saat kami saling memanggil bersamaan dan dia juga terlihat sedikit terkejut sebelum akhirnya menggaruk tengkuknya.
Dapat aku rasakan jantungku yang berdetak dengan cepat memompa darah dari seluruh tubuh menuju wajah, membuat wajahku terasa panas. Kumohon, jantung, berdetaklah seperti biasa!
"Kau duluan." Kata kami lagi-lagi dengan bersamaan, membuat kekehan kecil dariku sementara dia hanya tersenyum canggung dan menatap kearah lain.
"Kau duluan, Togata-san," kataku dengan pelan sebelum menunduk, menyembunyikan wajah yang dapat dipastikan sudah semerah kepiting rebus. Dari sudut mataku dapat kulihat dia yang kembali menatapku.
Aku menghembuskan napas pelan, berusaha menetralkan napas yang tak teratur. Ini terlalu mendadak dan membuatku gugup. "Aku ingin minta maaf," ucapannya membuatku mengangkat wajah dan langsung menemukan dia yang tengah menatapku dengan tatapan bersalah, membuatku terdiam.
Dia sedikit menunduk dengan matanya yang menampakkan tatapan bersalahnya. "aku tak seharusnya mengatakan itu padamu. Emosiku tak bisa kukendalikan dengan baik saat itu, aku sangat menyesal." Sebelum kembali mengangkat wajahnya dan membuatku kembali tersadar.
"Aku juga minta maaf, Togata-san." Kataku pelan dengan sesekali menatap matanya. "aku terlalu berlebihan dan membuatmu tidak nyaman saat itu. Maaf." Dia segera tersenyum lebar, khas miliknya yang membuatku tanpa sadar ikut tersenyum tipis.
"Terimakasih." Ucapku bersamaan dengannya, membuatku mau tak mau terkekeh, diikutinya yang juga terkekeh.
Namun tak lama kekehan itu terganti dengan cengiran gugup setelah penjaga perpustakaan berdiri tepat di depan kami dan memberikan ceramah panjang tentang etika berada di perpustakaan sebelum akhirnya mengusir kami.
"Maaf, lagi." katanya dengan menggaruk setelah aku menutup pintu tengkuknya dan menoleh kearah lain.
"Ini bukan hanya salahmu, Togata-san." Kataku terdengar membanggakan diri, membuatnya tersenyum sebelum akhirnya melangkah menjauh.
"Kalau begitu aku kembali ke kelas, ya." dan melambai sembari berjalan menjauh dengan aku yang balas melambai, tanpa sadar dengan senyum yang tercetak di wajahku.
_____
Aizawa Shota
"Sorry for making you lose your temper"
"Aku pesan latte." sebuah suara didepanku segera menyadaranku sebelum dengan gugup menatap pelanggan yang duduk tepat di depanku.
"Oh, iya, baik." Kataku dengan senyum gugup sebelum akhirnya meracik kopi untuk pelanggan sebelumnya.
Aku harus menemuinya! Seharian ini pemikiranku penuh dengan kejadian kemarin yang tentunya membuatku tak fokus dan bahkan tak dapat tidur dengan baik semalaman. Aku selalu terbayang tatapannya yang terlihat kecewa dan kata-kata yang membuatku merasa menjadi orang terbodoh didunia.
***
"Silahkan datang lagi," kataku ramah sembari membukakan pintu untuk pelanggan terakhirku sebelum akhirnya melambai.
"(y/n)-san." Jantungku seakan terhenti saat mendengar panggilan itu, membuatku segera menoleh kearah suara dan menemukan Aizawa-san yang duduk di salah satu kursi tak jauh dariku.
Dia... Ada di sini? Sejak kapan? Aku yang masih terkejut tak dapat melakukan apapun selain menatapnya yang mulai mendekat dengan tatapan biasanya yang tepat menatapku, membuatku mau tak mau menunduk, kembali teringat kejadian kemarin yang membuatku merasa sangat bersalah.
"Aku sudah menunggumu sejak tadi," katanya dengan suara bariton miliknya yang terdengar sangat dekat, membuatku semakin menunduk, tak berani menatapnya. Sejak kapan dia menungguku? Kenapa aku tidak melihatnya?
"A-aizawa-san," suaraku terdengar bergetar seiring dengan jantungku yang berdetak kencang. "Aku-"
"Aku minta maaf," seketika aku mengangkat kepalaku dan segera menemukannya yang menatap kearah lain dengan tangannya yang menggaruk tengkuknya, terlihat gugup. "kurasa aku terlalu berlebihan menanggapi ucapanmu."
Aku segera menyeka air mata yang menghalangi penglihatanku saat ini sebelum akhirnya menggeleng. Kenapa malah dia yang meminta maaf? Semua itu salahku, semua itu karena ucapanku yang menyinggungnya.
"Aku yang harus minta maaf," kataku dengan pelan dan berusaha menahan air mata yang sudah siap jatuh kapan saja. "aku hanya merasa itu akan menjadi pembicaraan yang baik, aku hanya ingin bisa berbincang denganmu lebih lama," lanjutku dengan suara yang nyaris tak terdengar. "tapi, tapi aku malah membuatmu kesal. Aku minta maaf, Aizawa-san."
Aku kembali menunduk saat merasa air mata yang mulai menyeruak keluar sebelum akhirnya aku tersentak saat merasakan tangan besar yang menepuk kepalaku, membuatku kembali mendongak dengan air mata yang meluncur di pipiku.
"Maaf dan terimakasih, (y/n)-san." Katanya dengan senyum tipis di wajahnya, sementara tangannya mengacak-acak rambutku.
Dengan cepat aku menyeka air mata di sudut mataku sebelum akhirnya tersenyum manis. Syukurlah...
"Apa masih lama?" katanya segera mengalihkan pembicaraan, membuatku sedikit bingung sebelum akhirnya aku kembali teringat jika aku harus menutup toko. Dia yang sadar langsung menarik tangannya. "aku akan menunggumu."
Eh? Aku kembali bingung dengan ucapannya dan sedikit memiringkan kepala. Sebenarnya dia ingin mengatakan apa? Aku sama sekali tidak mengerti.
"Aku akan menunggumu," katanya dan kembali berjalan menuju bangku sebelumnya dia duduk. "aku akan mengantarmu pulang." Aku terdiam beberapa detik sebelum mengangguk dan kembali bersiap menutup toko dengan senyum.
_____
Dabi
"Sorry for my behavior"
Sore itu lagi-lagi membuatku kembali merasa panik, bukan karena ada preman yang menghadang jalanku tapi, aku takut jika lagi-lagi Dabi tengah dalam perkelahian tepat di jalan yang akan aku lalui.
Bukannya aku panik berlebih, hanya saja ini sudah terjadi tiga kali berturut turut dan sialnya mata birunya selalu dapat menangkap keberadaanku walau dia tengah dalam perkelahian.
Seminggu yang lalu, Semenjak hari dimana aku mengatakan kata-kata yang tak seharusnya aku katakan, aku nyaris tiap hari melihatnya berkelahi dengan preman tepat dijalan yang akan aku lalui untuk pulang, seakan dia memang sengaja menungguku dan membalas dendam akan hari itu. Apa yang harus aku lakukan sekarang?!
Klank!
Seketika lamunanku pecah dan membuatku kembali tersadar dimana aku berada, tepat dijalan yang membuatku ketakutan selama ini.
Entah aku harus menangis atau tertawa saat ini karena dugaanku benar, Dabi tengah berada cukup jauh di depan dengan beberapa preman yang siap menghajarnya.
Sial! Dengan panik aku menatap sekeliling sebelum akhirnya kembali menatap Dabi yang nampaknya tak menyadari keberadanku. Tanpa menunggu lagi aku segera berbalik arah, mencari jalan yang lebih aman untuk sampai ke rumah walau memang akan sangat memakan waktu.
Langkahku yang dihantui kepanikan terasa seakan berat, seakan ada sesuatu yang membelenggunya dan tidak membiarkanku pergi dengan mudah. Namun, syukurlah semua sudah berlalu dan aku kini berada di jalan lain yang akan mengantarku ke rumah dengan lebih aman.
Dengan berat aku menghembuskan napas, menghempaskan semua kepanikan yang sempat membelengguku. Ini sudah aman dan semua akan baik-baik saja.
Dengan langkah pasti aku berjalan, tanpa perlu lagi memikirkan hal-hal mengerikan itu. Aku sudah sangat yakin dengan jalan yang kuambil ini tapi, kurasa kan dewi keberuntungan tengah berjalan menjauhiku karena tiba-tiba saja api biru membakar tong sampah tak jauh dariku, membuatku tersentak dan berlari menjauh.
Tak lama seseorang terjun dari atas gedung dan berdiri tegak tepat di depanku, membuat kakiku nyaris berubah menjadi jeli.
"Lama tak berjumpa." Dapat aku dengar suara beratnya memasuki pendengaranku, membuatku meneguk saliva dengan paksa.
Tamat sudah riwayatku! Dengan tatapan horor aku menatapnya yang saat ini terlihat seperti singa yang menatap mangsanya. Apa aku bisa meminta kebaikannya untuk kelangsungan hidupku?!
Mataku perlahan mulai memerah sebelum akhirnya pandanganku mulai memburam tapi, dia yang melihatnya sama sekali tidak menghiraukannya.
"Da-Dabi," kataku dengan suara bergetar sebelum menunduk dalam, sangat-sangat menyesal akan apa yang sudah aku katakan dan membangunkan singa yang tidur. "de-dengar, untuk yang waktu itu, aku minta maaf." Kataku dengan nada pelan tapi, aku yakin dia dapat mendengarnya. "aku tak bermaksud menyinggungmu."
"Setelah mengatakan itu apa aku harus memaafkanmu dan menghentikanku dari balas dendam padamu?" nadanya terdengar menindas dan makin membuatku takut.
"Aku tahu aku terlalu bodoh karena mengatakan hal itu, maaf menyinggung privasimu, aku tahu itu salahku." Aku tak tahu lagi tatapan macam apa yang akan dia berikan padaku saat ini tapi, yang terpenting sekarang adalah meluruskan kesalahpahaman karena mulutku yang selalu asal mengatakan sesuatu. "dan juga, aku harus berterima kasih karena kau telah menolongku."
Hening.
Oh Tuhan! Dia pasti siap membakarku saat ini! Air mata sudah deras membasahi pipiku dan pundakkupun sudah bergetar karena tangisan tapi, aku tak mendengar dia mengatakan apapun.
Tak lama aku mendengarnya terkekeh, membuatku segera menutup mataku dengar erat, takut sesuatu yang buruk akan mengikuti setelahnya. Namun apa yang aku pikirkan segera lenyap setelah sebuah tangan besar terasa lembut mengacak kepalaku.
Dengan cepat aku mendongakkan kepala bersama air mata yang jatuh saat itu juga dan menemukan Dabi yang menatapku lembut dengan senyum tipis nyaris seperti seringaian.
"Aku hanya bercanda, dasar cengeng." Katanya sebelum meninggalkanku menangis di tengah jalan seperti orang bodoh. Itu tadi, dia tersenyum? Dan kenapa reaksi tubuhku lambat sekali, bagai slowmotion pipiku memanas karena ulahnya.
_____
Shigaraki Tomura
"Stab the body and it heals, but injure the heart and the wound lasts a lifetime."
Oh ya! Ini akan menjadi hari yang sangat sangat sangaat buruk! Setelah sebelumnya aku dan Shigaraki bertarung, kini Kurogiri yang sebelumnya melerai kami mengumpulkan kami di bar. Benar-benar ibu yang baik, bukan?!
Dengan kesal aku menatap Kurogiri yang masih berkutat dengan gelasnya sebelum aku menatap sekilas Shigaraki dari sudut mataku dengan jijik.
"Apa yang sebenarnya kau inginkan dengan membuatku berada di bar dengan orang gila ini?!" kataku sembari menunjuk orang yang tak jauh di sampingku.
"Tenang, (y/n)," Kata Kurogiri dengan nada tenang miliknya, mau tak mau aku kembali menutup mulutku dan mengaduk-aduk minuman didepanku dengan kasar.
"Kita selesaikan saja disini," suara rendah di sampingku segera mengisi bar dengan ketegangan. "aku tidak lagi membutuhkannya."
"Tomura, tenang." Kurogiri segera meletakkan gelas di tangannya dengan perlahan sebelum mengalihkan perhatiannya pada Shigaraki yang terlihat sangat kesal.
Bukan salahku dia menjadi marah, dia sendiri yang memulai. Dan sekarang dia terlihat seakan menjadi korban disini?! Sangat gila! Dengan kasar aku memutar mataku, mulai jengah dengan semua.
"Jika memang itu yang dia inginkan, maka itu yang akan dia dapatkan." Kataku tanpa basa-basi sebelum mulai berdiri dari bangku. "lagipula aku tidak terlalu suka dengan orang yang membenci kelinci kesayanganku!"
"(y/n), tenang." Lagi-lagi ucapannya membuatku mau tak mau mengikutinya. Jika ada pilihan mana yang akan aku hargai, ibu atau Kurogiri maka jawabannya adalah Kurogiri, dia sangat sesuai dengan ekspektasiku akan seorang ibu.
Setelah aku kembali ketempatku, dia beralih menatap Shigaraki yang masih terlihat kesal. "Kita membutuhkannya," kata Kurogiri langsung kejantung permasalahan. "kau tak bisa selalu mengganti orang yang masuk ke league of Villain.
Dia sudah menjadi bagian dari kita dan kita harus mengerti. Dia juga sangat berguna dalam misi, kau sendiri juga paham apa yang aku maksud, bukan?"
"Kurogiri," kataku setelah dia menyelesaikan kata-katanya. "kau tak perlu membantuku. Aku juga sudah terlalu muak dengannya dan sangat terbantu jika dia ingin aku keluar dari league of villain."
"(y/n)," katanya setelah menghela napas berat. "kami membutuhkanmu, League of Villain membutuhkanmu." Dan menatap Shigaraki setelahnya.
Shigaraki terlihat kesal dan terlihat akan menggila sekarang juga. "Baiklah, baiklah!" akhirnya dengan menggebrak meja sebelum akhirnya menatapku dengan tatapan permusuhannya. "kau tetap disini!"
Aku hanya memutar mataku sebelum menatapnya tak kalah kesal. "Apa jika aku tolak kau akan membunuhku?!"
Dapat kau lihat amarahnya makin meningkat saat itu juga, membuatku mengembangkan seringaiku dan kemudian dia keluar dengan membanting pintu setelah sebelumnya memberikan tatapan mengancam padaku.
"Maafkan dia (y/n)." Aku segera beralih pada Kurogiri. "dia memang sulit ditebak."
"Bukan masalah besar, ibu."
"Ibu?" dan membuatku terkekeh karenanya.
***
23 Juni 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro