Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Insecure P.1

Midoriya Izuku

"So beautiful that I was afraid to come up"

Koridor yang sepi. Angin yang membelai daun lembut. Mentari yang memaparkan sinar lembutnya. Semua berpadu sempurna dan menampilkan pemandangan indah nan tentram. Aku benar-benar tak bisa berhenti mengaguminya.

Tanpa pikir panjang aku segera membuka kamera di ponsel dan berusaha mengambil satu atau dua jepretan sampai akhirnya sosok yang kukenal muncul di dalam layar.

Sosoknya yang bermandikan cahaya mentari terlihat begitu berkilau. Layaknya berlian, tidak hanya indah dan menawan tapi juga begitu kuat, penggambaran yang sangat pas untuk Midoriya-san.

Jika dipikir-pikir lagi, aku dan dirinya benar-benar berbeda. Tak apakah jika aku berteman dengannya? Dari status saja sudah terlihat perbedaan antara Hero dan beban. Masih pantaskah? Perlahan aku menurunkan ponselku dan menatap lantai yang entah mengapa begitu menarik kali ini.

“(Y/n)-san?” aku tersentak, kaget akan panggilannya yang tiba-tiba ditambah suaranya yang baru aku sadari begitu merdu. Anggap saja aku melebih-lebihkan tapi, aku tak berniat menarik kata-kataku.

Perlahan aku menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya melepaskanya. Aku tentu saja pantas berteman dengannya, yang sebelumnya hanya pemikiran bodohku saja, bukan?

Dengan senyum cerah, kembali aku mengangkat kepala. “Aku kira hanya aku yang datang terlalu pagi,” kataku setelah dia sampai didepanku.

Dia yang mendengarnya segera terkekeh pelan. “Aku kira juga begitu,” katanya sebelum menatap jauh kedepan. “hari ini sangat cerah, ya.”

Aku mengikuti arah pandangannya dan kembali menemukan spot indah sebelumnya. Tanganku yang masih menggenggam ponsel segera mengangkatnya. “Benar-benar indah,” kataku sebelum mengambil satu jepretan sempurna. “lihat, Mido-”

“Uraraka-san!” Midoriya-san segera bergegas melewatiku dan menghampiri Uraraka-san di belakang. Dapat aku lihat dari sudut mataku dia yang menampakkan raut cerah saat berjalan melewatiku. Lebih cerah daripada saat bersamaku.

Tanpa sadar aku berbalik. Tepat didepan mataku aku melihat berlian yang kuat dan menawan tengah tersenyum pada emas yang indah. Mereka benar-benar cocok saat disandingkan. Benar-benar tak ada celah untukku bisa menyelinap.

Jika sudah begini bagaimana aku bisa terus berani bersamanya? Bahkan untuk mendekat saja aku sudah takut akan membuat mereka tidak lagi indah. Aku sadar, sangat sadar jika aku berada dalam jurang yang dalam dan tak mungkin untuknya membawaku naik.

“(y/n)?” tepukan di pundak sontak membuatku kembali terasadar dengan Midoriya dan Uraraka-san yang menatapku bingung. “ayo ke kelas.”

Aku masih menatap mereka dalam diam, masih terngiang-pemikiran sebelumnya. Terlalu indah sampai-sampai aku tak sanggup hanya untuk berdekatan. Ingin aku menolak tapi, aku terlalu takut untuk mengatakannya. Namun, akupun merasa tak boleh mengiyakannya.

“Aku...” dengan gugup aku menatap sekitar secara acak, alasan bagus sama sekali tak terlintas. Sial! “kalian bisa duluan. Aku akan ke perpus dulu!”

“Tapi perpus-”

“Sampai nanti!” kataku memotong ucapan Midoriya-san dan segera meninggalkan mereka menuju ke arah sebaliknya.

_____

Bakugo Katsuki

"the scent of books, sunshine and you are so perfect when combined"

Sinar mentari yang menyelinap dari balik jendela. Rak-rak buku yang berjejer dengan rapi ditambah dengan suasana yang hening dan damai. Aku bahkan dapat mendengar deru napasku sendiri karenanya.

Satu persatu aku membalik buku di depan, membaca kata demi kata yang nyaris membuatku lupa di mana dunia nyata yang sebenarnya. Sekilas aku melirik jam dinding samping jendela. Masih ada dua puluh menit sebelum bel masuk berbunyi, masih ada banyak waktu.

Baru saja aku akan kembali beralih pada buku di depanku, sosok yang tak asing memasuki penglihatan. Entah sejak kapan Bakugo ada di sana, aku sama sekali tak menyadarinya.

Dengan sinar yang seakan menjadikannya tokoh utama dunia. Satu tangan yang menumpu dagu sedang yang lain bermain dengan kertas. Mata tajam yang menatap jauh kedepan dengan tatapan kagum, seakan menemukan sosok yang lebih indah darinya.

Perlahan mataku mengikuti jalur penglihatannya. Perpustakaan yang sepi memudahkanku menemukan fokusnya yang berada didepan, tepat mengarah pada seorang gadis manis dengan rambut coklat pendek.

Sekali lagi aku memastikan arah pandangannya dan tetap saja mengarah pada gadis itu. Ada rasa sesak saat mataku kembali menatapnya. Dia mungkin sangat serasi bersama dengan Bakugo.

Matanya yang bulat menatap fokus pada buku didepannya. Rambut yang terlihat halus tergerai di samping. Senyum yang sering kali singgah di wajah manisnya. Aku bahkan tak berani membandingkan diriku dengannya.

Dari sudut mataku, sebuah senyum yang Bakugo tampilkan terlihat jelas dimataku. Aku tak pernah melihatnya tersenyum selembut itu di depanku. Benar-benar menyakitkan, aku benar-benar merasakan kalah bahkan sebelum perang dimulai.

Dengan paksa aku menarik pandanganku dari mereka dan kembali menatap buku didepanku dengan senyum getir. Sudah waktunya untuk berhenti.

Tak lama, aku kembali mengecek jam. Lima menit lagi sebelum bel masuk berbunyi. Dengan perlahan aku menutup buku didepanku sebelum mengembalikannya ketempat semula.

“Senpai...” samar-samar suara rendah yang kukenal terdengar, membawa mataku mengikuti naluriku dan menemukan Bakugo di tempatnya.

Kembali dadaku sesak. Tanpa menoleh sedikitpun aku segera beranjak dari perpustakaan. Entah raut apa yang mungkin ia tampilkan tapi, itu sudah tak berarti lagi.

_____

Todoroki Shouto

"The prince on the white horse, unfortunately he is not for me"

Sinar hangat yang menerobos melewati kaca. Angin yang berhembus perlahan. Koridor yang sepi, menggambarkan kesunyian dan kedamaian dengan tembok didepan sebagai penghalang dari dunia lain yang sangat berbeda, penuh kebisingan dan kebahagiaan abadi.

Perlahan aku mendekat dan menatap jauh ke dalam. Senyum segera terkembang saat mataku menangkap keberadaan sosok yang kukenal tengah tersenyum dengan anggunnya tepat ditengah kelas.

Rambut yang bergoyang mengikuti gerakan kecilnya. Senyum tipis yang menggambarkan kurva sempurna. Matanya yang menampakkan kilau keindahan. Ditambah dengan sinar mentari yang menjadikannya pusat perhatian bak pangeran dari negeri sebrang nan jauh di sana.

Tanpa sadar senyum terlukis di wajahku. Tidak selalu aku bisa melihat wajahnya yang tersenyum setulus itu tapi, sebenarnya apa yang membuat senyum itu bisa terkembang?

Perlahan mataku mengikuti arah matanya yang terlihat begitu berbinar. Layaknya pangeran yang menemukan puteri impian. Saat aku menemukan fokus tatapannya, semua tebakanku terbukti benar. Tatapan mata seseorang tak pernah berbohong.

Entah mengapa saat melihat YaoMomo menjadi hal yang membuat Todoroki-san tersenyum aku merasa kosong. Seperti sesuatu yang telah direbut paksa dariku.

Tapi, lihat sisi baiknya. Todoroki-san tersenyum. Lagipula jika dipikir-pikir mereka cocok. Todoroki-san seorang pangeran dan YaoMomo menjadi puteri idaman, dia pintar, kaya dan juga baik. Tidak ada yang akan mendebatkan hubungan itu jika benar.

Lupakan saja perasaanku, itu hanya sebuah rasa kehilangan kecil. Beberapa hari lagi pasti akan menghilang, kan? Bandingkan dengan mereka berdua, pangeran dan puteri.

Jika dipikir pikir lagi, aku hanya rakyat biasa. Mana boleh aku berharap bisa berteman tidak, bahkan bercengkrama dengan pangeran pun pasti akan menjadi sebuah kesalahan.

Yang namanya Cinderella di dunia nyata itu tidak ada. Jadi jangan pernah berharap akan ada pengeran yang akan datang kepada seorang rakyat biasa. Akhirnya sekarang aku tahu tempatku.

Perlahan mataku kembali menangkap Todoroki-san yang masih menampakkan senyum tipisnya. Kembali, rasa sesak mencengkramku, memaksaku meringis pedih sebelum akhirnya mundur perlahan dan menjauh.

_____

Kirishima Eijirou

"You are the sunshine itself"

Angin yang berhembus perlahan. Sinar mentari yang menyelinap diantara dedaunan serta keheningan yang seakan berpadu hanya untuk menghantarkan rasa nyaman dan damai bagi yang lain.

Perlahan mataku menyisir sekeliling, menikmati kedamaian yang disuguhkan. Langkah demi langkahpun seakan sangat berharga hingga berpalingpun mataku menolak. Samar dikejauhan mataku menangkap seseorang yang kukenal.

Dibawah bayangan pohon rindang, dia berdiri dengan sinar mentari yang malu-malu menerobos melewati celah dedaunan bersamaan dengan angin nakal yang bermain dengan anak rambutnya. Seakan dunia sepakat menjadikannya yang paling sempurna dan yang paling bersinar.

Tanpa sadar kakiku berjalan mendekat, layaknya anai-anai yang menyukai sesuatu yang bersinar. Sedikit demi sedikit detil-detil yang kukenali terlihat jelas. Tak diragukan lagi itu orang yang sangat kukenal, Kirishima Eijiro. Orang yang sangat baik dan membuatku nyaman hanya dengan berada di sekitarnya.

Kuenyahkan semua keraguan dan segera mempercepat langkah, berusaha mengikis jarakku dengannya. Namun seketika mataku terbelalak saat menangkap kehadiran Ashido-san yang dalam sekejap berada di sampingnya.

Entah apa yang tengah mereka bicarakan tapi, Kirishima terlihat sangat bahagia, terlihat dari senyumnya yang sangat berbeda dengan yang sering ia berikan padaku.

Angin lembut yang berhembus menerpakupun seakan menghantarkan rasa bahagianya padaku, membuatku tanpa sadar tersenyum tipis dengan mataku yang masih terpaku pada mereka.
Sedari awal memang sudah aku sadari ketidakpantasanku yang ingin berdiri di samping dia yang sempurna itu. Memang begini seharusnya, bukan aku yang menghampirinya, bukan aku yang berdiri di sampingnya dan bukan aku yang tertawa bersamanya.

Bersamaan dengan senyum yang makin merekah, akupun mulai berbalik. Memang seharusnya begini bukan? Aku akan berpura-pura tak melihat apapun dan semua akan kembali seperti semula dengan aku yang sudah paham tempatku dan sesuatu yang seharusnya tak ku rasakan.

Ya, itu saja sudah cukup, walau aku tahu samar lirikan matanya tersentuh ekor mata, tidak, tempatku masih jauh dari sampingnya.

______

Kaminari Denki

"The lullaby that bring me to you"

Mentari yang mulai tergelincir ke peraduan menampakkan sinar jingga keperakannya, menyelinap di sela-sela dedaunan yang sesekali tergelitik lembutnya deru angin.

Samar-samar suara alunan gitar memasuki ruang pendengaran. Langkah yang sebelumnya telah terarah menuju asrama kini beralih mengikuti irama indah itu.

Langkah demi langkah telah terlewati, dengan langit perak yang jatuh diatasku dan dunia yang seakan membisu, membiarkan irama gitar itu makin terdengar jelas di telingaku. Semakin jelas hingga akhirnya suara nyanyian manis ikut terdengar menjadi satu lagu indah di tengah bisunya dunia. Mataku mencari asal suara dan berakhir jatuh tepat padanya.

Surai pirang yang terpapar sinar langit perak bergerak seiring dengan alunan gitar di tangannya. Mata yang menampakkan kilat kebahagiaan serta senyum tulus yang hampir tak pernah kulihat.

Alunan nada gitar di tangannya sekejap terasa seperti lagu pengantar tidur. Sesaat mataku tertutup, dapat kubayangkan mimpi indah yang melintas sekilas, hingga akhirnya suara manis seorang gadis membangunkanku.

Di sana, tepat berada di sampingnya, Jirou-san berdiri dengan senyum di wajahnya. Dia dan Kaminari-san terlihat saling melengkapi dan sempurna di mataku. Tanpa sadar senyum pahit tersemat di wajahku.

Kurasa aku berada di tempat dan waktu yang salah. Dia terlihat bahagia, aku pasti sudah salah jika berpikir bisa berada di sampingnya.

Sedikit demi sedikit aku mengambil langkah mundur, hingga tanpa sadar aku menginjak ranting kecil yang dengannya cukup mengambil alih perhatian mereka.

Sekejap dunia membisu. Tak ada lagi irama dan nada indah, yang terdengar hanya detak jantung milikku yang tak beraturan.

“(Y/N)?” terdengar nada tanya dari kaminari-san. Kepala yang sedikit terangkat membuatku mudah melihat raut terkejut di wajah mereka.

Rasa sakit sekejap menyeruak saat pandangan yang seakan menyalahkan keberadaanku di waktu bersama mereka.

“Maaf,” kataku sembari berbalik memunggungi mereka, tak berani melihat reaksi mereka lebih lanjut. “sudah berada di waktu dan tempat yang salah.”

“(Y/N),” panggil Kaminari. “tunggu, ada apa?”

Ada apa? akupun tak tahu ada apa denganku. Kenapa hanya dengan melihatnya bisa membuatku bahagia dan sekejap merasa tak pantas lalu, sekarang dadaku terasa sesak. Jika kau bertanya padaku, lantas aku harus bertanya pada siapa?

Tanpa pikir panjang, aku segera berlari meninggalkan Kaminari jauh di belakang. Terlalu banyak perasaan yang kudapat hanya dalam beberapa saat. Aku rasa aku tak bisa menahan lebih dari ini.

Semakin lama disana, mungkin perasaanku makin abu-abu, dan mungkin, aku tak ingin merasakan hal itu.

***
4 Oktober 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro