ɴᴏᴇʟ ꜱᴠᴀɴᴛᴇ
Langit malam ini tampak retak-retak besar mirip seperti pecahan kaca. Noel tidak ingat berapa lama ia melangkah jauh ke dalam hutan. Ranting-ranting di atas kepalanya menyerupai retakan di langit cerah terhalau tipisnya awan. Bulan di singgasana malam belum menunjukkan sosok penuh.
Lengan dan kakinya tergores oleh ranting, ia tidak memakai alas kaki. Kemeja hitam miliknya berantakan, dua kancing teratas tidak terpasang. Setiap dia melangkah, Noel meninggalkan jejak merah di permukaan dedaunan cokelat, membuat dedaunan gugur sekelam tanah di bawah kakinya. Iris emas milik Noel terus mengarah kepada langit, seakan meminta penjelasan.
Kenapa ia tidak dilahirkan kembali dengan cerita yang berbeda?
Mengapa dia harus hidup dengan cerita seperti ini?
"Hidupku... untuk apa?" Noel bergumam, menghentikan langkahnya. "Memangnya apa yang menarik?"
"Kamu tahu jawabannya, Noel Svante."
Sepenggal kalimat membuat Noel menghentikan langkah, ia tahu suara siapa itu, namun tidak menggerakkan kepalanya sama sekali hanya untuk menoleh ke belakang.
"Bagaimana kau tahu aku di sini," Noel menoleh sedikit ke belakang, memperlihatkan sedikit sudut bibirnya, "Auguste?"
Pria berambut hitam eboni menyingkirkan ranting dan semak berduri yang menghalangi langkahnya, Auguste Rayson tersenyum tipis kepada Noel, melihat kaki lelaki berambut hitam itu berdarah karena berjalan tanpa alas kaki. Auguste mengambil sehelai daun dari pundak, membuangnya sembarang arah.
"Kau meninggalkan jejak untukku." Auguste memiringkan kepala, menaikkan sedikit kedua bahunya. Kedua tangan dimasukkan ke dalam saku, "Punggungmu meneteskan darah, bau darahmu tidak asing."
Lelaki yang membelakanginya tidak menjawab. Auguste menurunkan kedua bahu, menghela napas pelan. Luka besar yang langsung terlihat tergambar jelas di punggung Noel, seperti bekas sayat dan cap tangan merosotkan hingga pinggul. Sekali melihat, Auguste sudah mendapatkan jawaban
"Kau tidak ingin kembali dan merawat lukamu?" tanya Auguste, menaikkan sedikit salah satu alisnya. Nada menuntut jawaban.
"Auguste."
Lelaki yang dipanggil Auguste tersebut menegakkan kepalanya, keheranan akan sikap Noel, "Hm?"
Jeda tiga titik di antara percakapan mereka berdua, lelaki berambut hitam menoleh perlahan ke belakang, mengangkat dagu disertai senyum miring, bertolak belakang dengan kedua netra Noel menekankan rasa terror yang selama ini dia rasakan. Jejak air mata di pipinya telah menggelap, Auguste tidak mengetahui sejak kapan Noel menangis.
"Apakah aku hanyalah objek seni bagi orang lain karena statusku sebagai fallen angel? Apakah kau salah satu orangnya, Auguste Rayson?" Suara Noel melirih, jauh di dasar hatinya ia ingin hidup nyaman, tidak perlu dikelilingi kemewahan, ia hanya ingin lepas dari kepungan orang yang mengagumi mukjizat seorang malaikat jatuh.
Lelaki bermarga Rayson itu tidak langsung menjawab. Dia kenal Noel Svante, kalimat yang dikeluarkan, jika tidak benar-benar dipahami motifnya, Auguste hanya akan terjebak. Skeptisisme ini tidak hanya ia berikan kepada Noel Svante seorang, tetapi kepada semua orang di sekitarnya, walau ia tidak menunjukkan itu secara verbal.
"Kau lebih dari itu."
Netra keemasan Noel membola, terpaku sejenak, bibir bergerak meminta penjelasan. Diaa telat selangkah.
Auguste hilang dari pandangan.
Noel tertegun, ia menggulirkan pandangan ke kiri hingga kanan, ia tidak menemukan Auguste. Tidak menyadari Auguste telah sekejap berpindah ke belakang Noel, mengucapkan selamat tidur bisu, memukul tengkuk Noel hingga pingsan.
➽─────────────────❥
"Nona Erica, putramu telah kembali."
Sosok wanita bermahkotakan putih keperakan itu berhenti membaca bukunya ketika mendengar suara Auguste memanggilnya. Ketika dia berbalik, wajahnya berubah menjadi terkejut melihat putranya di dalam pelukan pelayan alias tangan kanannya.
Noel dalam keadaan tidak sadarkan diri di dalam gendongan Auguste. Pakaiannya compang-camping akibat pertarungan sengit yang dialaminya sebelum bertemu dengan Auguste. Tidak ada yang tahu sudah berapa lama terjadi, tetapi wajah pucatnya karena kelelahan dapat mengatakannya.
"Dia benar-benar merepotkan, kalau bukan karena dia adalah partner kerjaku, dia tidak akan hidup setelah aku jemput," lanjut Auguste.
"Aku tahu niatnya adalah memberontak, tapi..." Erica menggantung kalimatnya.
Auguste menggelengkan kepalanya pelan, "Nanti saja, lebih baik kita sembuhkan Noel. Lukanya tidak bisa disembuhkan dengan kemampuan penyembuh biasa. Mungkin kita bisa panggil Miranda."
Erica menatap Auguste beberapa saat. Kondisi antara ANC dan Dikaiosyni belum begitu padam. Keduanya lagi-lagi terkena konflik, dan ada provokator di dalamnya. Belum ada yang menyadari siapa pelakunya, karena tertutup oleh prestasi masing-masing dan memang di antara mereka pandai berbicara.
Tidak semua anggota ANC dan Dikaiosyni saling membenci. Anggota-anggota tetua yang membawa rasa benci para nenek moyang turun mendarah daging memengaruhi para generasi muda. Sepertinya karena sakit hati yang tidak dapat disembuhkan, makanya tidak ada yang namanya 'damai' dalam kamus mereka.
Sekarangpun untuk bertemu Miranda, penyembuh terbaik dan jembatan ANC dan Dikaiosyni, adalah suatu tantangan tersendiri. Dia tidak ada lagi dalam hutan perbatasan tempat tinggalnya. Miranda sekarang pergi melarikan diri karena kasus yang dihadapi, tapi tidak ada yang tahu menahu kemana kepergiannya. Tidak biasanya putri itu pergi di saat situasi genting.
"Mustahil, Auguste. Anak itu tidak dapat ditemui sekarang," jawab Erica.
"Tanpa Miranda, kita tidak bisa tahu apa yang terjadi dengan Noel, bukan? Dengan membaca luka, dia tahu kejadiannya. Aku berpikir bahwa Noel bukan memberontak, dan dia tahu sesuatu yang tidak kita sadari," sanggah Auguste.
Keduanya terdiam, menciptakan keheningan. Tidak ada yang ingin berkata-kata lagi.
Keheningan mereka berakhir ketika mendengarkan suara ketukan di pintu. Erica segera membukakan pintunya dan melihat dua figur yang berdiri di balik sana. Terdapat seorang perempuan berambut perak mengenakan kacamata kuning berpakaian militer, dan seorang pria jangkung mengenakan mantel tebal.
"Kudengar di sini ada keributan, jadi aku datang untuk memeriksa, Nona Erica," ucap dari perempuan berambut perak itu, sebelum membungkuk penuh hormat.
"Hanya permasalahan tentang keberadaan Miranda, Marisa. Maaf telah merepotkanmu," jawab Erica.
"Nona Miranda telah diamankan, dia akan aman selama kasus berjalan. Kami sedang menyelidiki pelakunya," perempuan bernama Marisa itu menanggapi.
Sang figur lelaki bermantel berjalan masuk ke dalam ruangan, mendapati Auguste yang membawa tubuh terluka Noel. Dia menyibakan poni rambut Noel, lalu meletakan telapak tangannya di atas dahi pemuda itu, membuat luka-luka di tubuhnya perlahan hilang satu persatu.
"Seharusnya sudah, mungkin tubuhnya akan merasa kesakitan ketika bangun nanti. Aku tidak bisa semahir Miranda, tapi aku berusaha semampuku," ucapnya tenang.
"Terima kasih, Simon. Aku tidak tahu kamu bisa menyembuhkan orang," Auguste melemparkan atensinya kepada sosok bernama Simon tadi.
"Aku merasakan ada sosok pria yang tidak pernah kulihat sebelumnya di dalam ingatan Noel. Jujur saja, aku tidak ingin memfitnah, tapi aku melihat ada pakaian-pakaian opera China sekilas di dalam suatu ruangan gelap dengan penerangan minimal. Apakah ada anggota Dikaiosyni atau ANC yang adalah pemain opera China?" tanya Simon.
Marisa mengernyitkan dahinya, berpikir sejenak sebelum menjawab. Auguste menaikkan kedua alisnya, sementara itu Erica tidak mengatakan apapun.
"Sepertinya ada, tapi aku tidak yakin. Tunggu Noel bangun saja untuk kejelasannya, bukankah dia yang lebih paham situasinya? Lagipula, kita belum mendapatkan laporan dari pemerintah China mengenai keberadaan ANC dan Dikaiosyni," jawab Marisa, menatap Simon serius.
➽─────────────────❥
Nama : Marisa Veronica
Gender : Perempuan
Umur : 23 Tahun
Golongan Darah : A
About Her :
Putri dari Jendral Angkatan Laut, masuk ke Dikaiosyni lewat jalur dalam. Anggota yang paling ditakuti oleh sesama Para Arcana karena ketegasannya. Dia tidak segan untuk menghukum siapapun yang membantah perintahnya dan atasannya. Sulit untuk didekati juga, dan jangan harap bisa mengambil soft spotnya.
Nama : Simon Blois
Gender : Laki-laki
Umur : 26 Tahun
Golongan Darah : B
About Him :
Simon adalah satu-satunya keturunan darah iblis yang dapat membuat makhluk lain menjadi keturunan iblis, tetapi ia adalah tipe seseorang yang pemilih dan memerlukan alasan dan perjanjian jelas sebagai bayarannya. Dia memiliki beberapa pelayan Iblis yang dipekerjakan untuk mewakili pertarungannya dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro