Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

THRIVE + KiLLER KiNG: Classmate Crush

Bagaimana kalau mereka menjadi teman sekelasmu?

Check it out!

Warning: au! setting, minor typo.

Plot © agashii-san

B-project © MAGES

- THRIVE -
--------------------
××Ashuu Yuuta××
His profile as student in one sentence:

Sering bawa handycam, sosialita, easy-going, dan puding pelangi selalu tersedia dalam tas.

Secret talk with him: sweet button!

Ada pertemuan berarti ada perpisahan. Tahun terakhir studi terjadi. Alunan musik kelulusan memunculkan rasa haru dan linangan air mata.  [Name] mendesah. Beberapa temannya akan berpisah dan melanjutkan studi masing-masing.

Begitu pula Yuuta, teman sekelasnya.

"Yuuta-kun, minta kancing gakuran keduamu, dooong!" pinta kerumunan kaum hawa mengerubungi lelaki berambut ikal merah muda itu.

Dari seberang, [Name] menyadari Yuuta berada di sana. Namun, ia tidak berani menerobos kerumunan itu. Apalagi menanyakan hal yang sama. Yuuta sudah jelas cowok populer. Tidak sepertinya yang hanya diingat segelintir orang.

Yuuta mengerjap bingung. "Aku ...."

Berdasarkan mitos, kancing kedua dari atas dianggap memiliki letak yang terdekat karena sejajar dengan posisi jantung--- yakni perasaan hati. Jadi, meminta kancing itu terselubung seperti pernyataan cinta.

Yuuta memandang sekitar. Kerumunan di sisinya terasa cukup menyesakkan. Selain menagih kancing, ia juga diajak foto. Kemudian sosok [Name] yang tengah melangkah menuju gerbang kini menyita perhatiannya. Teman sekelasnya. Satu-satunya gadis yang dicarinya sejak tadi.

"Maaf, aku ada urusan lain!" Yuuta memisahkan rombongan agar bisa dilaluinya, lalu secepat mungkin mengejar [Name].

Napas Yuuta terengah-engah seraya berhasil memegang pergelangan tangan [Name].

"[N-Name]-chan."

Iris [Name] melebar saat menoleh ke arah lelaki itu. "Yuuta?"

Tanpa keraguan, Yuuta melepas paksa kancing kedua dari atas. Kemudian menaruhnya di atas telapak tangan [Name]. Kedua sudut bibirnya terangkat manis disertai kekehan manis yang menunjukkan taring.

"Aku mau kau mengingatku, [Name]. Kau mau menerima kancingku, kan?"

Pipi gadis itu merona, lalu menyanggupi jawaban dengan anggukan.

"Mana mungkin aku bisa menolak?"

Sebuah kancing keemasan yang selalu membawa nostalgia penuh kenangan; setidaknya Yuuta tulus memberikannya.

"Kalau begitu, kau menerima perasaanku, kan?"

××Aizome Kento××
His profile as student in one sentence

Mulut manis, rambut klimis berkat pomade; menata poni setiap 5 menit sekali, punya agenda yang isinya kontak cewek satu sekolah.

Secret talk with him: sweet flirts!

Demi apapun, [Name] merasa nasibnya sangat tidak beruntung. Memang asyik bisa bersantai karena duduk di bangku belakang, plus sejuk karena jendela di sisi. Namun, tidak dengan teman bangku barunya. Tidak masalah punya teman bangku yang pendiam, tidak masalah pula punya teman bangku yang hobinya berdandan. Sangat bermasalah bahwa ia harus ditemani rekan bangku yang terkenal genit; Aizome Kento.

"Wah, wah. Sepertinya ini takdir," kata Kento menoleh disertai senyuman manis. "Baru kali ini berkesempatan bisa bicara se-intens ini dengan [Name]-chan."

[Name] mendengus. "Maaf, tapi aku tidak senang mendapatkan kesempatan itu."

"Sedihnya karena perasaan kita tidak sama. Tenang saja, perasaanmu akan segera berubah begitu kau mengenalku lebih dekat. Mohon bantuannya," tutur Kento memberi wink. [Name] seketika merinding.

"Percaya diri sekali. Jangan menggangguku," kata [Name] mendelik tajam.

Kento menghela napas. "Sebenarnya kau akan lebih cantik kalau sering tersenyum."

Ucapan penuh kebohongan – [Name] yakini itu. Sengaja tidak menyahut, ia sengaja membiarkan Kento kesal dan tidak mengusik kehidupannya. Dalam diam, ia sudah tertawa dalam hati karena sukses mengabaikan ucapan tidak berfaedah barusan. Kini, seisi kelas disuruh mengerjakan tugas mandiri – guru kelasnya sedang cuti melahirkan, sehingga dijaga oleh guru pengganti untuk sementara.

"Sensei." Kento berdiri. "Aku lupa bawa buku materi. Jadi, aku boleh merapatkan bangkuku ke sisi [Name], kan?"

[Name] mengernyitkan dahi. "Jangan pinjam denganku!"

"Sensei, dia pelit. Padahal dia yang duduk paling dekat denganku," tutur Kento meminta pembelaan, membuat kekesalan [Name] semakin menjadi-jadi.

Ternyata omongan Kento lebih disetujui seisi kelas (karena mereka butuh ketenangan). Jadi [Name] hanya bisa berpasrah kalau tidak mau dilempari alat tulis. Bangku mereka pun jadi tidak ada spasi. [Name] sengaja menggeserkan posisi kursinya, tetapi Kento lantas menarik pergelangan tangannya. Kemudian sengaja menjatuhkan penghapus [Name]. Mau tidak mau, [Name] memungutnya, tetapi mendapati wajah Kento begitu dekat dengannya.

"Biasanya momen seperti ini paling cocok untuk berciuman."

Wajah [Name] seketika tersipu; antara malu dan kesal, jadi ia malah menggosok pipi Kento dengan penghapus yang baru dipungutnya – layaknya sedang menghilangkan tulisan. Ajakan kesempatan dalam kesempitan seperti apa itu, [Name] seratus persen yakin laki-laki ini sengaja mengusik ketenangannya. Menggoyahkan pertahanannya.

Meski sempat meringis, Kento menyahut, "Tenang, aku akan terus menempel denganmu sangaaat erat bagaikan lem. Mulai sekarang."

××Kaneshiro Goushi××
His profile as student in one sentence :

Selalu bawa gitar setiap hari, kemampuan speaking (Bahasa Inggris) ala native speaker, dianggap preman oleh teman sekelas, sulit diajak berteman karena judes.

Secret talk with him: sweet request!

"Um ... boleh aku memohon sesuatu?"

Kelas hari itu sudah dibubarkan. Kini, hanya [Name] sendirian mengisi daftar absensi kelas. Lelaki yang ditanyai itu, Kaneshiro Goushi, segera mengernyitkan dahi.

"Hah? Kau bicara kepadaku?"

[Name] terkekeh. "Masa aku berbicara dengan tembok?"

"Kau tidak mengenalku?" Goushi bertanya lagi.

Siapa siswa yang tidak mengetahuinya? Berandal kelas kakap, bolos, dan menakutkan. Siswa yang ingin hidup baik-baik saja condong memilih menjauh agar selalu tenang, damai, dan sejahtera.

"Tidak, tapi aku tahu kau sering memetik senar gitar saat sekolah sudah sepi. Di sini." [Name] menepuk pelan meja yang paling dekat dengan jendela.

"Pa-pasti hanya perasaanmu saja. Siapa tahu bukan aku yang memainkan gitar itu!" elak Goushi langsung membuang muka. Ia tidak menyangka kesendirian yang selalu dialaminya berakhir disadari.

Gadis itu terkikik. "Tidak bisa berbohong, ya. Imut sekali. Onegai."

"Aku tidak imut!" Goushi membantah. Namun, sebenarnya ia senang ketika ada sosok yang menyenangi musiknya.

[Name] memerosotkan bahu, lalu bangkit dari meja yang didudukinya. "Ya sudah."

Ada perasaan aneh yang terselip di batin Goushi. Seperti keinginan untuk menahan gadis itu bersamanya, tetapi tergelitik untuk mengakuinya. Tahu-tahu, Goushi sudah meraih pergelangan tangan [Name].

"Hanya satu lagu saja ... bagaimana?" tanya Goushi menggaruk tengkuk.

Iris [Name] seketika bersinar. "Benarkah?"

"Tapi jangan membeberkan permohonanmu kepada siapapun. Nanti aku dikira pengamen."

Sejak awal, citra Goushi tidak pernah bisa dibilang baik di mata seisi sekolah, tetapi ditambah labelling baru sama sekali tidak menyenangkan.

[Name] terkikik lagi lalu mengulurkan jari kelingking. "Tentu. Berjanjilah kepadaku."

Goushi berdecak. "Really. Did you just ask me to promise something (Sungguh. Apa kau baru saja memintaku untuk berjanji sesuatu)?"

Setelahnya, gadis itu langsung menautkan alis. "Aku tidak paham maksudmu, tapi aku ingin kita berteman."

Iris merah Goushi melebar; takjub. Siapa sangka [Name] akan mengajukan janji sesederhana itu? Untuk pertama kalinya, [Name] melihatnya tersenyum. Hanya kepadanya, saat senja sore yang memikat hati.

Ia mengaitkan jari kelingking [Name].

"Kau ini ... polos atau bodoh? Baiklah, kuterima janjimu."

- KiLLER KiNG -
--------------------
××Fudou Akane××
His profile as student in one sentence:

Berprestasi berkat kompetisi judo, sabar, periang, dan sering dianggap adik kelas padahal seangkatan atau bahkan lebih tua oleh kenalannya.

Secret talk with him: sweet script!

Kelas [Name] bersepakat untuk mementaskan drama untuk festival budaya. Romeo dan Juliet karangan William Shakespeare. Dan, perolehan peran ditentukan secara acak. Malang nasib Akane, ia menjadi Romeo. Untuk peran Juliet lantas diperankan oleh Shingari.

[Name] sebenarnya ingin terkikik bersama teman-teman lainnya karena sesama laki-laki yang memerankan tokoh utama. Berdasarkan undian, dirinya hanya menjadi pohon di sekitar kediaman Juliet. Peran sampingan yang akan segera terlupakan.

"Ju ... Juliet! Aku harus bertemu denganmu!"

"Akane! Ucapanmu terdengar seperti marah kepada Juliet. Ulangi lagi!" tegur ketua kelas yang ditunjuk sebagai sutradara. "Action!"

Shingari menyahut sebagai Juliet, berintonasi datar tanpa emosi. "Aku rindu padamu, Romeo."

Berulang-ulang kali, Akane tetap gagal memerankan sesuai ekspektasi kelas. Begitu pula dengan Shingari yang tetap stoic sepanjang waktu. Latihan hari ini pun disudahi dengan suasana kecewa. Persiapan sebelum festival budaya tersisa 20 hari.

Selama waktu berselang, Akane sering berlatih sendiri. Hari itu, ia memandang langit senja oranye yang segera redup. Buku naskah sampai lecek sebab mengingat barisan kalimat yang kesekian kalinya.

"Bagaimana latihanmu?" tanya [Name].

Akane tersenyum canggung. "Masih begitu-begitu saja. Kalau drama kita kacau, pasti akan banyak yang kecewa."

"Kalau begitu ... mau kubantu memerankan sebagai Juliet?" [Name] menawarkan diri.

Akane tertegun. "Apa boleh?"

Tanpa keraguan, [Name] mengangguk mantap. "Kau hanya harus lebih percaya diri. Begitu berdiri di atas panggung, kau akan dilihat orang banyak. Saat itu tiba, buatlah perjuanganmu bersinar."

Meskipun [Name] bukan Juliet yang sesungguhnya, Akane merasa nyaman akan semangat yang dipancarkan gadis itu. Seakan memberi tepukan "semangat" yang sebelumnya perlahan meredup. Setitik demi setitik keyakinan menyelubungi batinnya.

Jemari Akane kembali memandang naskah, lalu mengucapkan sebaris kalimat.

"Aku mencintaimu." Akane tersenyum lebih hangat. Ucapannya tegas, tetapi tidak terdengar membentak seperti waktu-waktu latihan sebelumnya. "Aku hanya akan tetap memilihmu, sampai maut memisahkan."

[Name] menutup sebagian wajahnya, takjub. "Ekspresimu ... bagus sekali. Aku sampai mengira seperti pernyataan sungguhan."

Lelaki berambut jingga sebahu itu terlihat riang luar biasa. Tanpa sadar, ia telah memegang kedua tangan [Name].

"Kurasa kalau kau yang menjadi Juliet-ku, aku yakin bisa memerankan Romeo dengan baik."

"Eh?" [Name] tergelak.

Akane mengangguk mantap. "Tukaran peran sama Shingari, ya!"

××Teramitsu Haruhi××
His profile as student in one sentence:

Fashionable, selalu menunjukkan kasih sayang kepada Yuzuki, selalu bersemangat, periang, punya banyak teman, dan kreatif.

Secret talk with him: sweet umbrella!

Hujan turun berawal dari gerimis, lalu kian deras membasahi daratan. [Name] beserta teman-temannya berteduh. Namun, menadahkan jemari untuk mengumpulkan tetesan air hujan. Empat temannya yang lain saling menumpang payung sebab hanya ada dua buah saja. Alhasil, [Name] berkorban dan memutuskan untuk menunggu hingga reda.

"Hoi, [Name]," sapa lelaki berambut kuning gondrong menepuk bahu gadis itu.

Teramitsu Haruhi, lelaki terpopuler di kelasnya. Amat menyayangi sang kakak. [Name] juga jarang berinteraksi; hanya akan bicara kalau saat-saat penting saja. Iris [Name] menangkap sebuah payung transparan di genggaman Haruhi.

"Mau numpang payung denganku?" ajaknya memasang cengiran lebar.

[Name] menggeleng pelan. "Tidak apa. Silakan pakai saja sendiri."

Alis Haruhi bertaut. "Hujannya bakal awet loh, sampai malam."

"Ya ... tidak apa-apa," kata [Name] tetap sungkan. "Pulang saja duluan."

Haruhi mengerucutkan bibir. "Tidak mau. Pokoknya payungan sama-sama! Kalau tidak, aku juga akan tetap menunggu di sini."

[Name] mendesah, tidak menyangka Haruhi kelewat gigih. Padahal mereka bahkan bukan teman karib. Sepintas, gadis itu mendapati Haruhi menggosok lengannya beberapa kali.

Oke, gadis itu mengaku kalah untuk bertahan.

"Sa-sampai di halte bus saja, karena kau memaksa."

"Baiklah!"

Haruhi tampak riang, membuka payung. [Name] pun berteduh di sebelah kanannya. Sepanjang perjalanan, mereka tidak berbicara satu sama lain. Mungkin sibuk dengan pemikiran masing-masing. Tanpa terasa, mereka telah sampai di halte bus terdekat.

"Ba-baiklah. Sampai jumpa," pamit [Name] berlari menuju halte.

Haruhi yang masih memegang payung tidak langsung berbalik badan. Ia malah mengikuti [Name]. Menyusutkan payung dan duduk di sebelah gadis itu.

"K-kau?" [Name] tidak sanggup berkata-kata.

"Biasanya aku pulang lewat bus ini, kok." Haruhi tampak mencari alasan. "Dan omong-omong, aku ingin pinjam catatan Sejarah Jepang hari ini. Besok pasti dikembalikan."

Karena Haruhi sudah berbaik hati, [Name] hanya tidak ingin berutang budi. "Nih."

Bus pun tiba. Selain mereka, siswa lain pun mengantre untuk mendapatkan kursi kosong.

"Sebenarnya, rumahku tidak lewat jalur ini sama sekali." Haruhi membongkar kebohongan kecilnya, setelah mereka duduk beriringan.

[Name] menganga syok, lalu nyaris menekan tombol berhenti di sisi jendela. Beruntung, Haruhi menahan pergelangan tangannya.

"Buang-buang uang saja kalau bus ini tidak mengantarmu ke rumah!" tegur [Name].

"Santai saja. Tujuanku sejak awal memang mengantarmu sampai ke rumah. Sekarang masih deras. Jangan tega menurunkanku di bawah hujan seperti ini, ya."

Hati kecil Haruhi mengingini hujan tak kunjung berhenti. Hujan membawanya kesejukan; sensasi menyenangkan yang tak terlupakan.

××Teramitsu Yuzuki××
His profile as student in one sentence:

Anak teladan; peraih nominasi siswa tersopan, serius, peringkat teratas seangkatan, hobi ke perpustakaan, nyaris tidak pernah bicara di dalam kelas.

Secret talk with him: sweet lesson!

Buku catatan terbuka akibat sapuan angin. [Name] berjanji kepada dirinya sendiri agar tidak mendapat nilai merah di ujian semester. Namun, berpesan selalu lebih mudah ketimbang melakukan.

Matematika adalah musuh bebuyutan terkasih. Teruntuk mereka, siswa yang kunjung tidak mengerti penyelesaian angka-angka. [Name] mendengus, mencoba latihan soal.

Guru matematikanya kerap berucap: Bila soal latihan kunjung tidak paham, apalagi saat ujian? Kesal, ia mengacak rambut. Mencoba menyelesaikan, tetapi isi pensil mekaniknya malah patah akibat ditekan kelewat kuat.

Pasrah. [Name] bersandar, memandang langit-langit yang seketika ditutupi wajah Yuzuki.

Yuzuki berdiri tepat di belakang kursi [Name]. "Um. Pemfaktoran masih kurang tepat. Perkalian yang ini hasilnya minus."

Yuzuki memang bukan teman sebangku [Name]. Namun, ia duduk sekitar dua blok dari kursinya. Siswa terpintar di kelas, mendekati [Name] yang punya kepintaran rata-rata. Dan, Yuzuki sama sekali tidak kesal saat menegur kesalahan sepele yang cukup fatal.

"A-Ah, begitu ya!" [Name] kembali duduk tegak. Dengan cepat, ia mengambil penghapus. Namun, seketika ia bingung. Akan tetapi ia tidak tahu letak kesalahan yang perlu diubah.

Yuzuki mengambil kursi yang kosong, lalu diletakkan tepat di sebelah [Name]. Jemari pemuda itu menunjuk angka yang perlu dikoreksi.

"Pakai cara dasar saja. Kalau sudah mahir bisa coba cara pintas," tutur Yuzuki berbisik tepat di telinga [Name].

[Name] sadar secara jiwa dan raga, tetapi jantungnya telah berdetak drastis lebih cepat. Ia hanya berharap lelaki itu tidak mendengarnya. Tadi Yuzuki seakan memeluknya dari belakang. Sekarang, ia malah duduk nyaris tanpa spasi. Mengajarinya.

Pensil mekanik yang sempat dianggurkan diambil Yuzuki, ditekan hingga isinya keluar kembali. Perlahan, ia menjelaskan langkah demi langkah penyelesaian soal matematika.

[Name] berusaha tetap berkonsentrasi, meskipun ia sibuk memandangi rupa wajah Yuzuki. Sepasang iris keunguan yang meneduhkan, rambut hitam yang lembut ditiup angin, dan bibir tipis menawan.

"Mengerti?" tanya Yuzuki, mendekatkan wajahnya hingga [Name] sadar bahwa dirinya sudah menatap terlalu lama.

"Se-semoga saja, karena otakku bisa menguap kalau kunjung tidak paham." [Name] tersipu, lalu memandangi tulisan Yuzuki.

Kepala [Name] ditepuk pelan seraya Yuzuki tersenyum tipis. "Kalau kau yakin dengan dirimu sendiri, apapun bisa dilakukan. Selamat berjuang."

××Miroku Shingari××
His profile as student in one sentence:

Rapi, apatis, rajin, calon anak teladan, tapi ternyata kemampuannya setingkat IRT.

Secret talk with him: sweet chocolate!

Ruang klub memasak sedang kosong. Itulah kesempatan [Name] agar bisa mengembangkan diri dalam kemampuan memasak. Sendirian baginya akan lebih yakin sukses tanpa gangguan orang lain. Bulan Februari yang menjadi momok perbincangan kalangan kaum hawa.

Yap, mengenai valentine.

[Name] sudah menyiapkan sejumlah bahan dan alat. Rencananya membuat cornflake cokelat dengan taburan meisis. Resep yang paling sepele dan dijamin tidak akan gagal, kata temannya.

Pertama-tama, ia menyiapkan cokelat yang ditaruh di dalam mangkuk. Tidak terpikir untuk dilelehkan beralaskan panci air, ia langsung memasukkan mangkuk ke dalam microwave selama 10 menit.

Belum sepuluh menit, bau "kekalahan" mulai tercium.

[Name] yang baru saja membuka bungkusan meisis pun mengernyitkan dahi. Kompor ruang klub memasak berada dalam keadaan padam. Bau kekalahan itu semakin menjadi-jadi. Curiga, [Name] mencari sumber bau yang rupanya berasal dari microwave. Panik, ia segera menekan tombol off sebelum waktunya.

Dan benar saja. Cokelat yang ditaruhnya tidak lantas meleleh cantik, melainkan gosong. Ada asap-asap hitam mengepul. [Name] pun menyeringai kaku.

Sendirian, dialah satu-satunya yang gagal tanpa ada saksi mata.

"Uhuk, uhuk."

Jantung [Name] seakan melorot ke tanah. Entah sejak kapan, ia tidak sadar eksistensi lelaki yang tengah batuk-batuk itu masuk ke sini. Teman sekelasnya, Miroku Shingari.

"Masak apaan, sih?" tanyanya mengernyitkan dahi. Selama [Name] ketahui, lelaki itu kerap berwajah masam sepanjang waktu seperti mengonsumsi cuka.

[Name] mendesah. "Kenapa kau ada di sini?"

"Karena aku salah satu anggota klub memasak. Hm? Cokelat, ya?" tebak Shingari memegang mangkuk malang itu. [Name] bahkan tidak yakin bisa membuatnya lagi atau tidak. Yang jelas, ia malu baik jiwa dan raga.

"Hancur. Aku tak akan bisa membuat cokelat." [Name] merebut paksa mangkuk dari tangan Shingari lalu membuang cokelat gosong itu ke tempat sampah

Shingari mengernyitkan dahi. "Kau hanya tidak paham, bukan tidak bisa."

Lelaki itu membuka lemari pendingin, lalu menaruh dua bungkus cokelat masak berukuran sedang.

"Ini ... bahan milik sekolah, kan?" tanya [Name] ragu-ragu.

Shingari mengangguk pelan. "Tidak apa. Aku akan menggantinya nanti. Kenapa tidak gunakan kesempatan sekali lagi untuk belajar?"

[Name] tersenyum canggung. "Asalkan Miroku-san mau mengajariku."

"Call," sahut Shingari langsung sepakat.

Walaupun harus dimulai dari nol, tidak masalah. Setidaknya, [Name] punya peluang selangkah lebih maju. Membuat cokelat yang layak dimakan oleh lelaki itu di masa depan.

- fin -

A/n:
Untuk part Haruhi, (lagi-lagi) aku membuatnya terikat dengan hujan. Entah kenapa, suka ajaa gitu xD

Urutan drabble ini dimulai dari: kento (karena dia nista) - goushi - yuzuki - yuuta - shingari - haruhi - akane.

Menjelang bulan Maret, Mei, hingga Juli nanti, sub unit dan B-Project bakal comeback lagu lagi loh. Siap-siap, hehehe :)))

List of songs:
Got this information & picture from tumblr user; credits: bprogame.

1. KiLLER KiNG - Phantom of Love (18/3);
2. THRIVE - Choukan Destiny / Extrasensory Destiny (18/3);
3. MooNs - Go Around (16/5);
4. Kitakore - Crank In (Summer/ July);
5. B-Project - Kaikan Everyday/ Pleasant Everyday (Summer/ July).

Sekian!
Full of love,
Agachii

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro