
Telekinesis [Part.2] - Kitakado Tomohisa
Butiran salju menerpamu. Tanpa syal, tanpa sarung tangan, cuaca di luar mansion begitu membekukan. Gigimu bergemeletuk. Namun, bila kembali ke mansion, kau tidak tahu kalimat yang sesuai untuk menjelaskan kejadian barusan.
"[Last Name]-san!"
Bukan Ryuuji lagi yang memanggilmu. Melainkan pemuda berambut seputih salju yang berlari terengah-engah kepadamu. Uap air berembus dari setiap helaan napasnya.
Tuan rumahmu.
"Ki ... Kitakado-san?"
Ia menghampirimu yang terdiam dalam keadaan bergetar. Melepaskan satu sarung tangannya. Jemari kanannya terulur kepadamu. Seukir senyuman kembali menghangatkan suasana barusan yang membekukan.
"Ayo pulang."
Kau tertegun begitu sarung tangan itu sudah berpindah ke jemarimu. Ukurannya memang kebesaran, tetapi perlahan meredakan jemarimu yang mati rasa untuk sementara. Dengan sekali anggukan, Tomohisa pun menggandeng tanganmu.
Tidak kuat, tetapi tergenggam erat. Kokoh.
Jemari yang tertaut itu kembali menggelitik batinmu.
Desiran yang menjadi-jadi.
Titik beku yang kian melelehkan.
Telekinesis
Pair: Landlord! Kitakado Tomohisa x Tenant! College Student! Reader
Last Part (2/2)
B-Project © MAGES
- CG hanya dipakai sebagai adegan pendukung ff asal game B-Project Muteki*Dangerous.
Begitu pula dengan gambar lainnya -
Plot © agashii-san
.
.
.
"Aku ingin berterima kasih kepadamu, tapi kau malah kabur. Baka," gerutu Ryuuji mengusap tengkuk belakangnya. Ia terlihat canggung saat berkata demikian.
Manikmu melebar. "Ternyata ... begitu."
"Tomo tidak jadi tertimpa pohon karenamu. Lantas apa yang kautakutkan?" tutur Ryuuji melirik ke arah tuan rumah.
Tomohisa berucap, "Terima kasih, [Last Name]-san."
Tanganmu terkepal erat di atas pangkuan. "Kenapa?"
"Kau melakukan itu demi kebaikan, bukan?" Ryuuji menaikkan kedua bahu. "Jadi, tidak masalah."
"Di mata kalian, aku pasti seorang gadis yang aneh. Jujur saja," tambahmu lagi, tidak mau menerima perlakuan pura-pura.
Sebuah selimut putih tebal mengalas kedua pundakmu. Tomohisa yang melakukannya pun memberi tepukan pelan. Kau mendongak, mendapati wajah rupawan miliknya.
"Bukankah telekinesis membutuhkan waktu yang lama untuk menguasainya?"
Kau mengangguk. "Aku menyukai seni sulap. Kira-kira hampir dua tahun. Tapi aku sangat senang mempelajarinya."
Tomohisa mengangguk paham, berkata tanpa keraguan, "Jadilah apa adanya. Aku percaya, anak-anak panti pasti akan menantikan kemampuan sulapmu nanti."
Manikmu melebar. Alih-alih menyudutimu, ia mendukungmu.
Tidak di Jepang sekalipun, semua asumsi negatif itu berakhir dengan kelegaan yang meluap batin.
Sepertinya, berkat mereka, hari-harimu pun siap jauh lebih indah.
× × ×
"Membuat kostum Santa Claus?" Ryuuji melirikmu telah membuat desain kostum di buku sketsa.
Kelas perkuliahan pun usai tanpa kausadari. Diam-diam, kau menggambar di saat kelas berlangsung. Tetapi dosen pengajar lokal itu terus berbicara dalam bahasa Perancis, yang selalu disahuti mahasiswa dengan "oui" setiap ditanya pemahaman materi. Apalagi duduk di bangku paling belakang membuatmu merasa lebih leluasa untuk menggambar.
"Nanti aku akan mengukur tubuh Tomo dengan meteran kain... atau, lebih baik kau saja yang melakukannya?" goda Ryuuji sedikit menyeringai.
Pipimu merona. "Ti-tidak usah. Kau saja."
Ryuuji terkekeh, semakin ingin menggodamu. "Tomo pasti tidak akan menolak."
Kekehan menghiasi wajahmu. "Sepertinya kau minta cubitan di pipi. Apakah pipimu akan sekenyal mochi tidak, ya?"
Ryuuji mulai membuat jarak, lalu membuka sebungkus lolipop. Tidak lagi menggodamu, sepertinya ancaman cubit pipi amat tidak diinginkan. Jemari Ryuuji mulai menghitung.
"Membeli kado, membuat kostum, menghias pohon natal. Persiapan kita banyak sekali. Tapi pasti terasa sangat menyenangkan ketika dirayakan."
Kau mengangguk. "Kukira kau tidak peduli."
Ryuuji menggeleng. "Tomo adalah sahabatku. Meskipun selalu terlihat bisa diandalkan, dia selalu sendirian. Dia seakan bisa berbuat apa saja ... walaupun sikapnya kadang terlalu lugu."
Pemuda itu. Meskipun baru saja tinggal bersama dalam waktu singkat, kau merasakan kenyamanan. Perlakuan baik. Namun, setelah musim semi tahun depan, kalian akan meninggalkannya dan kembali ke Tokyo. Meninggalkan Mansion yang begitu luas untuk dihuni seorang diri dengan ditemani pelayan-pelayannya.
"Aku merasa kau amat menyayangi Kitakado-san," gumammu mulai mewarnai jubah dengan pensil warna merah.
Ryuuji ikut tersenyum. "Aku jamin kau juga merasakan yang serupa terhadapnya."
Tiada elakan, kau kembali mewarnai desain kostum Santa Claus dengan sepenuh hatimu.
× × ×
Ketika kau dan Ryuuji balik dari universitas, semilir aroma kue tercium di atas meja makan. Kue swiss roll khas natal seperti kayu beralas salju, bush de noel disajikan di atas meja. Tidak lupa dengan adanya dekorasi potongan beri serta sebutir anggur yang segar dan cantik.
"Cantik sekali," pujimu menatap berseri-seri. Rasanya sayang untuk di makan, lebih menarik untuk difoto-foto.
Tomohisa yang menyadari eksistensi selain dirinya segera menyambut kalian. Namun, kedua tangannya tengah memegang seloyang persegi dengan aneka kue mungil. Baru saja kau meledek Ryuuji dengan ancaman cubit pipi sekenyal mochi.
Pemuda itu baru saja membuatnya dengan riasan aneka flora kaya warna. Ternyata Tomohisa tidak seperti tuan rumah kebanyakan yang hanya senang menyuruh seluruh aktivitas terselesaikan oleh pelayan-pelayan.
"Hari perayaan sudah semakin dekat, jadi aku mulai mencicil dengan membuat kue," tukas Tomohisa menjelaskan aktivitas yang kini ia lakukan.
Kau mengangguk-angguk paham, tetapi menahan diri agar tidak menyeka pinggir bibir. Seluruh mochi yang dhias penuh warna itu begitu menawan. Ryuuji tanpa sungkan langsung memungut salah satu mochi berbentuk mawar pink, melahap begitu saja. Ia melirikmu dan Tomohisa secara bergantian. Seketika muncul bohlam imajiner yang membuatnya memasang seringai licik.
"Kalau diingat-ingat, aku belum menggunakan satu permintaanku," kata Ryuuji tengah mengunyah. "Dan omong-omong, rasa mochi-nya terlalu manis."
Kau menganga. Padahal, selama ini, Ryuuji tidak terlihat mengingat kejadian apapun di pesawat saat hari pertama berada di Paris. Namun, ternyata ia masih merekam memorinya dengan jelas, bagaikan video. Alhasil, kau hanya bisa diam saja.
Tomohisa mengusap dagu. "Berarti untuk mochi berikutnya, aku akan mengurangi takaran gulanya."
"Soal itu, kenapa tidak diurus pelayanmu saja? Lagi pula sudah ada resepnya, jadi tinggal mengikuti pola saja," usul Ryuuji.
"Ada benarnya, tetapi mereka juga sudah sibuk dengan tugas lainnya," kata Tomohisa.
"Tenang saja. Aku yang akan mengawasi mereka saat membuatnya. Lagi pula, [Name] memerlukanmu sekarang." Ryuuji melirik ke arahmu. Membuatmu seketika mengernyitkan dahi.
"Loh, aku ...?" tanyamu menunjuk diri sendiri.
Buku sketsamu telah berada di tangan Ryuuji (tentu saja diambil tanpa seizinmu ketika berada di mobil). Syok, kau langsung berusaha merebut buku itu, tetapi Ryuuji langsung menyembunyikan di balik punggungnya. Begitu ada celah, Ryuuji langsung mengoper kepada Tomohisa dengan lemparan sekali telak.
"[Name] ingin mengukur tubuhmu untuk membuat desain kostum Santa Claus miliknya. Ya ... kalau Tomo bersedia, sih. Tapi tidak dipaksa, hanya saja mengingat momen ini hanya terjadi ... sekali seumur hidup."
Pipimu kini semerah buah tomat. Kalau bisa menominasi seseorang yang paling bisa mengusilimu, Ryuuji-lah yang akan kautulis dalam jejeran nomor teratas. Atau mungkin hanya dia satu-satunya yang bisa.
"Tentu saja aku bersedia. Kenapa tidak?" Tomohisa menerima begitu saja, tidak merasa keberatan.
"Permintaanku selesai. Yang kalah, tolong dilaksanakan," bisik Ryuuji meninggalkan kalian berdua.
Suasana pun hening seketika. Karena sudah dijebak seperti ini, kau pun segera meraih ranselmu untuk mendapatkan meteran kain, notes, dan bolpoin. Tomohisa masih bergeming di hadapanmu.
"Apakah aku perlu melepas pakaianku?" tanya Tomohisa.
Dengan cepat, kau menggeleng. Beruntung cuaca sedang dingin--- sehingga bisa merangkai alasan--- bila melihat pemuda itu dalam keadaan topless akan membuatmu gagal berkonsentrasi. Pemandangan yang berbahaya bagi raga dan jiwa bagi kaum hawa, sudah pasti.
"Meski masih berpakaian, meteran kain ini bisa mengukur dengan baik, kok. Jadi, aku hanya perlu mengukur bahu, lingkar dada, dan pinggang untuk membuat jubah. Sedangkan untuk celana, akan diukur dari pinggang hingga pergelangan kaki," katamu mengangkat meteran kain dengan kaku.
Kau bersyukur Ryuuji tidak lagi berada di antara kalian. Kalau sebaliknya, ia pasti mengiakan pertanyaan Tomohisa barusan.
Namun, ketika mengukur, kau menyadari tinggi tubuh Tomohisa denganmu benar-benar kontras. Selisih nyaris dua puluh sentimeter sudah membuatmu kewalahan untuk sekadar mengukur bahunya. Menyadari hal itu, Tomohisa sedikit membungkuk. Alhasil, jarak wajahnya jadi lebih dekat dengan wajahmu.
Desiran kembali mendominasi jantung yang langsung berpacu cepat. Kau sontak membuang wajah setelah mendapat ukuran untuk bagian bahunya, lalu mencatat di notes.
"Apakah kita bisa menjadi keluarga sungguhan, ya?" gumam Tomohisa mendesah pelan.
Kau menoleh. "Hm? Kitakado-san, apa kau tadi berkata sesuatu?"
Pemuda itu tertegun, kemudian menjawabmu dengan gelengan pelan. "Bukan apa-apa, lanjutkan saja pengukurannya."
× × ×
Hari-H.
Pohon natal sudah didekorasi. Butiran lampu mungil berpendar penuh warna di sekitar pintu utama. Memperkaya suasana malam natal yang hangat. Aneka kue sudah ditata di berbagai meja. Kado-kado sudah ditaruh di bawah pohon natal.
"Sekarang, kita tinggal menunggu anak-anak panti kemari!" katamu menggebu-gebu.
Sebenarnya, Ryuuji juga merasakan kesenangan yang serupa, tetapi ia memilih untuk menjaga image. Walau kau lebih ingin meyakini bila dirinya sedang grogi.
"Ryuuji, sepertinya aku yang lebih cocok untuk merasa tegang," katamu memecah keheningan.
Memang sepantasnya demikian. Atas permintaan Tomohisa, kau bersedia menunjukkan aksi sulap. Sebuah pertunjukan sederhana karena waktu yang tersisa untuk berlatih hingga perayaan tidak tersisa banyak.
Pemuda berambut hitam ombre magenta itu langsung membantah, "Si-siapa juga yang merasa tegang?!"
Alismu terangkat satu. "Benarkah? Tapi kalau kau tidak tegang, kenapa malah berdiri terus?"
"Aku lebih suka berdiri." Ryuuji membuang muka. "Omong-omong, Tomo mana, sih? Kita tidak bsia membiarkan anak-anak itu terlalu lama menunggu."
Kau ikut memandang sekeliling. Hingga tadi sore, Tomohisa masih bersama-sama untuk mengatur interior ruang utama. Lama-lama, kau jadi khawatir. Kostum santa itu memang kauberikan pagi tadi. Namun, dipakai atau tidak, semua bergantung terhadap pilihan Tomohisa.
Penerangan pintu utama pun kian meredup. Berganti dengan ratusan lampu LED tali penuh warna yang mengiringi suasana hari yang semakin kelam. Seseorang menjentikkan jemarinya. Sesuai perintah tidak langsung tersebut, pintu utama dibuka dari luar.
Terdengar sepatu bot hitam kilat mengetuk permukaan anak tangga. Kau dan Ryuuji pun menoleh. Tomohisa tersenyum lembut seperti biasanya, seperti pertemuan pertamamu bersama Ryuuji disambut di bandara Charles De Gaulle. Kini, puluhan anak panti asuhan telah berbaris dalam posisi rapi.
Pemuda berambut putih itu tampak gagah dalam balutan jubah merah tebal dan celana warna senada. "Selamat datang di Kitakado Mansion. Selamat bersenang-senang di malam natal yang cerah."
Ryuuji menghampiri Tomohisa, turut menyapa, "Awas kalau kalian tidak bahagia hari ini!"
Kau mengernyitkan dahi, menyikut Ryuuji, "Kalau kau mengancam seperti itu, anak-anak malah langsung ingin pulang."
Tomohisa menepuk pelan bahumu, lalu berbisik pelan, "Apa kau sudah siap?"
Kini, kemampuan yang kaurahasiakan bukan lagi mimpi buruk. Kemampuan itu seakan menyusupi jiwamu untuk menjadi lebih percaya diri. Meyakini bila setiap talenta amat tersia-siakan untuk ditutupi.
"Sepertinya keberanianku berasal darimu, Kitakado-san. Terima kasih."
Dirimu melangkah menuju barisan anak panti yang sudah duduk manis. Beragam pasang mata mulai memasang ekspresi penuh makna. Karena hanya sendirian, kau sedikit canggung. Namun, sebelumnya kau telah menarik napas sedalam-dalamnya.
"Selamat malam semuanya! Aku, [Full Name] akan menunjukkan pertunjukan sulap!"
Beberapa tangkai mawar pun dibiarkan tergeletak di lantai. Kau berjongkok dan memberi jarak jemarimu dalam radius setengah meter, tanpa membiarkan satu jari pun menyentuh mawar. Awalnya tetap diam tanpa pergerakan, kemudian perlahan terangkat. Seperti ditiup angin, kelopak mawar pun mulai terangkat. Lalu setelah mengudara, mawar itu kini telah berada di atas genggaman tanganmu.
Kau menyudahi sulap singkat itu, lalu melihat seluruh anak panti terdiam. Keringat dingin mulai mengucur pelipis. Apakah sulapmu begitu menjemukan hingga tidak ada yang merespons? Pikirmu demikian, tetapi samar-samar suara tepukan mulai terdengar. Kemudian semakin keras. Tomohisa juga bertepuk tangan lebih dulu. Disusul Ryuuji pula.
"Keren! Bagaimana bisa?!" kejut salah satu anak panti dibuat terpukau setelah melihat sulapmu.
"Mawarnya bisa terbang!" tambah anak lainnya.
"Lagi, lagi! Kami belum puas melihatnya!" sergah anak lainnya mengerubungimu.
"E-eh?" kejutmu mengerjap bingung. "Ini memang belum selesai, kok!"
Tomohisa berucap, "Itu pertunjukan yang sangat indah, [Name]."
Ryuuji menambahkan, "Lakukan hingga akhir. Kuakui ... pertunjukanmu bagus."
Hingga hatimu menyimpulkan sebaris kalimat.
Mereka, mimpi-mimpi indahmu.
× × ×
O M A K E
× × ×
Acara berlangsung meriah. Makan bersama dan berbagi kado. Sebentar lagi, anak-anak panti asuhan akan diantar pulang. Malam pun semakin larut. Ryuuji pun memilih bersantai dengan bersandar di sofa. Dugaanmu, ia sengaja berada di sana untuk memastikan semua anak panti dijemput dalam keadaan selamat.
"Kau lihat Tomo, tidak?"
Tidak langsung menjawab, kau memandangi sekitar. Seisi ruang utama mulai menyepi.
"Dia mencarimu. Dan omong-omong ....." Ryuuji menjedakan ucapannya, menatapmu dalam-dalam. "Kadoku ada di Tomo."
"Kadonya bukan kamera CCTV atau kotak kejutan dengan per di dalamnya, kan?" tuduhmu memberi tatapan menyelidik.
Ryuuji berdecak. "Bukan! Cepat pergi sana."
Kau memutuskan akan berhati-hati karena keusilan Ryuuji. Kakimu mulai menjejaki anak tangga. Berjalan melalui lorong yang redup, berbekal penerangan dari tiang lampu di luar mansion. Ternyata tuan rumahmu berada di dekat jendela yang besar, duduk di sana.
"Kitakado-san!" sapamu menghampirinya.
Pemuda berambut putih itu tertegun, kemudian tersenyum. "Malam, [Name]."
"Aku bersyukur ditempatkan di mansion ini. Menerima begitu banyak pengalaman indah dan menjalaninya bersamamu," ungkapmu kini berada di sampingnya. Menghadap jendela yang kini menggambarkan suasana malam yang kini kembali diguguri salju.
Terbawa perasaan, kau langsung menekap sebagian wajahmu. Malu bercampur gugup kini melanda hati.
"Aku juga. Hingga aku merasa kejadian seperti ini tidak nyata," tukas Tomohisa.
Manikmu melebar. Tertawa, kau menyikut pelan pemuda itu. "Tidak nyata? Bisa saja."
Tomohisa ikut terkekeh. "Tentu. Aku juga bersyukur bertemu denganmu. Ini untukmu, [Name]."
Sebuah kotak putih berpita pink diberikan kepadamu. Tadi baru saja Ryuuji bilang akan memberimu kado, kini giliran pemuda itu. Kau langsung menganga bingung.
"Kukira ... kalian hanya akan membeli kado-kado itu untuk anak panti. Maaf ... aku tidak menghadiahkan apapun," ucapmu menatap muram terhadap kotak-kotak yang kini ada di dekapanmu.
"Tidak masalah. Kau bisa membalasnya kapan saja," kata Tomohisa. "Kau juga boleh membuka kadonya sekarang."
Ingin tahu, kau mulai menarik pita yang simpul. Saat dibuka, isinya ternyata cincin permen yang dikemas dalam kotak transparan.
"I-ini ...," gumammu tidak menyangka.
Tomohisa menautkan alis. "Aku belum bisa memberikan yang asli sebelum menerima persetujuan dari orangtuamu."
Kau mendapati sepasang manik birunya telah menatapmu lebih dulu.
"Aku tahu ini terlalu cepat, tapi aku ingin kita menjadi keluarga yang sesungguhnya," ucapnya mengulurkan tangan kepadamu. "Menikahlah denganku."
Pipimu langsung terasa panas saat itu juga. Bukan karena terpaan salju dingin seperti beberapa saat yang lalu. Melainkan kejutan berupa lamaran manis darinya.
"Ki-Kitakado-san ... apa tidak apa-apa bersamaku? Aku masih berkuliah dan waktuku hanya tiga bulan di sini," ungkapmu masih memegang kotak cincin itu. Meski menuturkan alasan tadi, kau teramat bahagia. Sangat bahagia.
"Tidak sekarang, tetapi ketika kau lulus, aku ingin kau yang menjemputku di Jepang, [Name]. Karena aku mencintaimu, bolehkah aku menempatkan diriku satu-satunya di hatimu?" tanya Tomohisa.
Desiran yang kaualami saat bersamanya. Segala perasaan itu berasal darinya. Kau hanya belum meresapi nama perasaan itu. Cinta. Satu kata yang berjuta makna.
Kau mengangguk. "Aku juga mencintaimu, Kitakado-san."
Tomohisa tersenyum lebar, lalu mendekapmu. Sejenak, ia memandangi langit-langit. Heran, kau juga ikut melihat arah yang sama. Sebuah tanaman parasit yang dikenal dalam mitos Natal, mistletoe terpasang di atas jendela.
"Ini ... ulah Ryuuji," gumam Tomohisa memijat dahi.
Alismu bertaut. "Heee? Maksudnya?"
Tomohisa memegang kedua bahumu. "Mitos budaya Eropa, ketika pasangan berada di bawah mistletoe harus berciuman. Kalau tidak, kau akan dikutuk tidak menikah seumur hidup. Tapi ... itu hanya mitos."
Kedua manikmu membola. Bukan Ryuuji lagi, kalau tidak usil. Kau paham, inilah "kado" yang ia maksudkan.
"Karena kita sedang berada di Eropa, jadi ... kurasa tidak apa-apa," jawabmu canggung.
Tomohisa bertanya, "Apa tidak apa-apa?"
Kau mengangguk, lalu segera memejamkan mata. Pemuda itu menempatkan kecupan singkat di dahi. Perlahan, kau membuka mata. Ia tersenyum kecil, mendekapmu dengan kehangatan.
"Merry christmas, [Name]."
- Fin -
A/N:
Akhirnya selesai juga! Memang aku menargetkan tulisan ini jadi sebelum natal. Jadi, sebenarnya ... untuk tema topik ini aslinya adalah Wedding Proposal. Lamaran. Iya.
Sejujurnya, tulisan ini bisa selesai lebih cepat, tapi daku ingin menyusun wedding proporsal yang fluff dari hasbu sendiri //ehe//. Agak terasa berat di awal, tetapi di part ini aku kembali bisa menulis lagi. Plotnya memang lambat, but once again, thank you so much for reading this until the end/bahasagado-gado.
Sebagai kado natal dariku, kalian boleh memilih satu kali dari tiga angka di bawah ini. Clue-nya setiap nomor itu mewakili sub unit. Tidak ada Kitakore ya btw, karena Tomo dan Ryuuji sudah kebanyakan dirikues xD
Mostly, karakter yang ada di dalam nomor adalah chara minor, yang muncul di bukuku cuma 1-2 kali. Bukan yang masih dirikues juga. Batasnya sampai tanggal 25 Desember! Satu orang satu kali saja yaap! Kalau cuma seorang yang milih ya berarti punya dia yang dikabulkan. Kalau seri atau tidak ada yang dominan, maka yang pertama komentar akan didahulukan ~
2 3 4
Lalu topiknya dipilih dengan huruf
A B C
Jadi tinggal komen kayak begini. Mis: 2-A
Isinya kejutan, jadi suara terbanyak yang akan dipilih! Selamat mencoba!
With full of love,
Agachii
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro