
Shortcake - Aizome Kento
Requested by MoonlightHecate
Pagi itu, Kento mendapati kue manis bertabur potongan arbei di dalam kulkas. Selama ini, apartemen hanya digunakan untuk beristirahat dan bersantai. Sesekali dibiarkan kosong karena dibersihkan.
"Hm? Puja kue ajaib, siapa pembuatmu?" gumam Kento membuka plastik pembungkus.
Tidak rela harus dimakan begitu saja, Kento mengambil ponsel dari saku celana. Ia memasang kamera depan. Sesekali menata poni birunya agar terlihat seksi dan menawan.
Ternyata alasan Aizome Kento rapi di pagi hari adalah demi selfie bersama sepiring shortcake misterius.
Shortcake
Pair: Landlord! College Student! Aizome Kento x Housemaid! College student! Reader
Inspired songs:
1. LOVE ADDICTION - THRIVE
2. Maybe Love - THRIVE
3. Needle No. 6 - THRIVE
Rate: T+
B-project (c) MAGES
Note: au, typo,ooc
by agashii-san
.
.
.
Mengabari Yuuta dan Goushi lewat video call, keduanya merespons dengan cara yang luar biasa berbeda. Aktivitas itu biasa ia lakukan untuk mengisi waktu luang. Sekaligus menyarankan solusi terbaik akan nasib kue ini.
"Jangan dimakan dulu! Kalau ada sianida di dalamnya, bagaimana?! Kenken, jangan mati!" ucap Yuuta histeris.
Goushi menghela napas. "Tidak dicoba, tidak akan tahu. Lagi pula kau santai sekali, rela apartemenmu didatangi orang lain."
Garpu di tangan Kento hendak membelah potongan mini dari shortcake. "Beracun, ya? Tapi apartemen ini memiliki tingkat sekuritas yang tinggi. Tidak sembarang orang bisa mendatangi tempat ini. Hanya petugas kebersihan terpercaya yang bisa mengakses."
Pemuda berambut merah muda itu menyeringai ngeri. Kejutan kue memang terlihat manis, tetapi menjadi misteri pula. Yuuta tidak bisa memberi saran pendukung. Apalagi Goushi. Intinya, kedua sahabat karib seperjuangan itu tidak membantu. Mereka hanya bercerocos akan kehebohan yang dialami Kento.
"Kalau aku mati, mungkin ini memang nasibku," ucap Kento menancap potongan kue pertama.
"TIDAK! KENKEEEEN!" Yuuta berseru, seolah ingin memecah layar ponsel Kento untuk menghentikan tingkah bodoh dirinya.
Goushi berdecak, "Mungkin dia stres. Selamat berjuang di antara hidup dan mati."
Jemari Kento menekan tombol merah. Mengakhiri panggilan tidak berfaedah barusan.
Ia memulai suapan pertama.
Rasa asam dari buah arbei dan manis whipped cream menggiurkan indera pengecapnya. Mungkin ia sudah gila. Ketimbang menyelidiki dulu asal-usul kue itu. Tapi ia telanjur mencoba. Siapa pun yang nanti mendapatinya mati di dalam apartemen, tetap saja kasus ini akan ditutup dengan motif bunuh diri.
Tanpa ada keraguan untuk potongan berikut, kue itu sukses dihabiskan selama lima menit.
• • •
Mungkin sahabatnya, Ashuu Yuuta, terlalu banyak menonton film misteri pembunuhan. Seperempat hari telah berlalu. Kento masih bernapas. Ia berani bertaruh bila diuji tes laboratorium sekali pun tidak akan mengandung zat berbahaya.
Justru karena tidak beracun, shortcake itu semakin mencurigakan. Kento tahu sejumlah gadis memuja-muja dirinya. Kalau pun ada penggemar, pasti tidak akan jauh dari dirinya. Atau langsung menunjukkan motif. Bukan bersikap tertutup dan misterius.
"Aneh," gumam Kento mengusap dagu.
Petugas yang membersihkan apartemen datang sebanyak tiga kali dalam seminggu. Selasa, kamis, dan sabtu. Kejadian ini terjadi hari selasa. Sehari lalu. Jadi, untuk mendeteksi petugas kebersihan adalah keesokan harinya.
Beliau bernama Minami, seorang wanita berusia 55 tahun. Ekspresi sangar dan rambut selalu diikat kucir kuda. Tidak banyak berbicara. Gerak-gerik kaku. Tidak jarang, Kento harus mendengar ceramah bila sampai bertemu empat mata. Maka, Kento selalu berusaha kabur sebelum Minami tiba.
Namun, sebuah keanehan bila seorang tante tiba-tiba tertarik dengan dirinya. Terbayang hal itu, bulu kuduk Kento langsung berdiri di sekujur tubuh. Ia malas menemui Minami. Akan tetapi ia perlu bukti pasti. Minami akan datang pukul 9 pagi. Biasa Kento pergi pukul 8 pagi. Sejam lebih awal. Mumpung hari Kamis, kelas bebas jadwal di pagi hari.
"Apa maksud Minami memberiku kue?" gumam Kento lalu melirik ponsel.
Kelas siang perkuliahan pun segera dimulai. Kento bergegas mengambil keperluan seadanya lalu meninggalkan apartemen.
• • •
Malam itu, Kento kembali ke apartemen dengan sekantong berisi beberapa kaleng bir. Kulkas miliknya nyaris kosong melompong. Hanya beberapa botol air mineral. Sesekali membeli bento sayuran bila ia ingin kuliner sehat.
Awalnya, Kento membuka sekaleng bir. Memenuhi isi tong sampah. Ia sengaja membiarkan seisi apartemen dalam kondisi berantakan. Mengapa setitik perhatian bisa begitu merumitkan hatinya?
Hari pun berganti.
"Shitsurei shimasu (permisi)," sapa [Name].
Ini kali keduanya mendatangi apartemen Kento. Karena sang bibi--- Minami sedang kesulitan menjaga kedua anaknya yang baru masuk TK, sehingga muncul pekerjaan sampingan untuk sementara.
Gaji itu akan diterima per minggu. Minami telah menjelaskan denah apartemen. Soal akses masuk menggunakan kartu atas seizin kontrak awal antara majikan-bawahan. Di akhir, Minami menyarankan dirinya untuk berhati-hati.
[Name] membuka isi kulkas Kento. Maniknya terbelalak. "I-ini...."
Kaleng bir dan botol air mineral memenuhi isi kulkas. Tidak jauh dari sana, ia mendapati tong sampah yang penuh sesak isinya. Baju kotor menumpuk di lantai. Persis tempat pembuangan terakhir.
Kepala [Name] langsung nyeri mendadak.
Ditambah lagi, sang penghuni ternyata masih berada di tempat tidur--- tertidur pulas. Dalam keadaan topless. Sesekali berbalik badan untuk menghindari cahaya mentari yang masuk.
Begitu mengetahui identitas tuan apartemen itu, [Name] nyaris ingin berteriak. Segera membereskan dalam diam. Kalau saja tidak tergiur dengan nominal gajinya serta demi bibi Minami, [Name] tidak akan tertarik.
Membereskan hingga lantai terlihat, [Name] mendapati debu bersarang. Kalau tidak menggunakan mesin penyedot, hasilnya tidak maksimal pula. Hanya saja suara mesin cukup berisik untuk membangunkan seseorang.
"Hm, Minami ya ...?" Kento mengigau.
[Name] yang mengumpulkan baju kotor ke dalam keranjang pun menoleh. Apa keterikatan Kento dengan bibinya itu? Tidak ingin membayangi yang aneh-aneh, ia mempercepat kesibukannya. Di bawah tempat tidur, tertinggal sebuah majalah.
"Ck, kenapa bisa-bisanya ada majalah di sini?" gumam [Name] bermonolog.
Jemari [Name] menelusuri jejak majalah itu berada. Ketika diambil sekuat tenaga, kekecewaan bercampur jijik melanda diri. Yakni majalah porno berlatar wanita berpakaian minim.
"Dasar mesum!" seru [Name] melempar majalah nista tepat ke wajah Kento.
Sang penghuni langsung terbangun dalam kondisi terkejut. [Name] refleks membekap mulut. Ia lupa usahanya untuk tetap diam. Kento mengerjap bingung.
"Hm? Minami habis minum obat awet muda, ya?" tanya Kento mengucek mata.
[Name] menganga. "Hah?!"
Kento memijat dahi sembari menatap [Name] lekat-lekat dari atas kepala hingga ujung kaki.
"Minami tidak akan semuda ini. Kalau bukan dia, kau siapa?" tanya Kento.
Pemuda itu bangkit dari tempat tidur. Berjalan selangkah demi selangkah. Refleks, gadis itu mundur teratur dan berakhir di dinding kamar tidur.
"He-hentikan!" sergah [Name] menyentuh dada bidang Kento, mencegat akses lebih lanjut.
Kento terkekeh. "Aku penasaran soal kue dalam kulkas. Tapi kutahu Minami tidak akan pernah sebaik itu jadi ...."
[Name] merasakan pipinya memanas. "Itu bukan apa-apa! Kukira penghuni apartemen ini adalah om yang menyedihkan. Oleh karena itu, aku menyisakan shortcake-ku ke kulkas."
Selasa itu, kulkas Kento nyaris kosong terkecuali botol air mineral. Agar tidak didatangi semut, ia memutuskan untuk mendinginkan sementara sisa kue yang dibuat. Akan tetapi berakhir terlupakan sembari bersih-bersih. Maka alasan kurang logis barusan spontan ia ucapkan. Alhasil, shortcake yang tertinggal pun menjadi perkara.
Mendengar alasan itu, Kento menata poni sepintas. "Hm, begitu? Setelah tahu pemilik apartemen ini bukan seorang om, lantas kau senang?"
Gadis itu menggeleng cepat karena godaan Kento. "Bukan begitu. Kue itu kubuat dari unit kegiatan memasak. Tidak ada maksud aneh. Aku, [Full Name], keponakan bibi Minami yang bekerja untuk sementara."
Manik biru Kento melebar. Teka-teki mini itu berhasil terpecahkan. Ia tidak perlu detektif terhebat untuk menyelidiki. Namun, eksistensi gadis itu memberikan suasana yang menyenangkan.
"Ternyata begitu. Baiklah, selamat bekerja," ucap Kento bertepuk tangan. Ia berbalik badan lalu mengambil handuk yang terlampir di kursi seberang tempat tidur.
[Name] mengelus dada--- merasa lega. Tapi Kento malah mendekatinya lagi ketika ia mengambil mesin penyedot di dalam lemari. Membelakangi tubuhnya sehingga tidak bisa berpindah tempat.
"Bagaimana kalau kau menggosokkan bahuku?" ajak Kento mengedipkan sebelah manik.
Meletakkan mesin penyedot, [Name] langsung mengambil perkakas dapur dari saku apron. "Boleh saja. Kebetulan aku bawa sabut baja."
Refleks, Kento meraba punggungnya sendiri. "Ehem. Oke, tadi aku hanya bercanda. Selamat bekerja."
Pemuda itu kini berada di dalam kamar mandi yang semi transparan. Meskipun tidak lagi menggoda [Name], tetapi bentuk tubuh Kento masih terlihat secara samar dari kejauhan. Mau tidak mau, ia berbalik badan dengan pipi merona.
"Bibi Minami benar. Seperti ular, spesies yang berbahaya," gumam [Name] mengikat rambut lalu mulai mengelap lantai sebersih mungkin, "tapi aku harus tetap tenang."
• • •
Berkat fotokopian silabus perkuliahan, [Name] tahu Kento sebagai senior setingkat di atasnya. Sudah begitu, di atas meja, ponsel pemuda itu terus berdering dengan pop-up notifikasi chat dari gadis yang berbeda-beda. Bertebar emoticon hati pula. Tidak bermaksud untuk membaca, tetapi layarnya terus menyala. Mengalahkan pesan spam dari operator.
"Tidak disangka aku harus bekerja kepada makhluk populer sepertinya," ujar [Name] mengernyitkan dahi.
Lain halnya, Kento mendapati seisi kamarnya kembali bersih seperti sedia kala.
"Aizome-san, maaf aku lancang, tapi minum bir sebanyak ini sangat tidak baik," tegur [Name] menaruh kaleng bir kosong ke dalam kantong plastik.
Perlahan, minuman keras yang menagihkan sang pecandu menjadi bibit destruktif yang menjatuhkan.
Kento mengancing kemeja putihnya hendak menyahut, "Hm, bagaimana, ya? Sebelumnya, tidak ada yang peduli."
[Name] menyela, "Tapi bir tidak baik untuk tubuh. Soal peduli, tidakkah banyak perempuan yang memikiranmu?"
Manik biru Kento mengerling ketika mendapati puluhan pesan masuk.
"Kau tahu itu dari membaca pesan-pesanku, ya? Wih, kemampuanmu naik setingkat menjadi stalker," goda Kento mulai membalas pesan.
Alis [Name] tertaut sembari berucap, "Hah? Aku masih punya kesibukan. Seisi kampus tahu identitasmu."
Di sisi lain, Kento tidak tahu identitas [Name]. Wajar saja, gadis itu tidak populer. Fokus dengan perkuliahan dan kegiatan ekskur. Tapi setidaknya masih tahu akan gunjingan pria di kampus.
"Tapi ... semua perempuan sama saja, kan? Hadir demi percintaan semu. Bermain, putus hubungan, dan bermain lagi. Seperti siklus," ungkap Kento menyelipkan ponsel ke dalam saku celana.
Tidak terima, [Name] membantah, "Kalau pemikiranmu begitu dangkal, lantas kenapa kau mengiyakan permainan itu?"
Kento seketika terdiam. Namun, tatapannya masih lekat kepada [Name]. Pura-pura tidak melihat, gadis itu segera berberes. Segala kesibukan yang ia lakukan cukup memakan waktu.
[Name] melangkah menuju pintu utama. "Sudahlah, aku hanya terbawa emosi. Tidak perlu cemas dengan ucapanku. Permi---"
Kento memegang pergelangan tangan [Name]. "Lantas bagaimana caraku melepas permainan itu?"
"Soal itu ...," ucap [Name] menautkan alis.
Kento terkekeh getir lalu menepuk pelan pucuk kepala [Name]. "Dunia kita jauh berbeda. Tidak sepertimu, aku telah terjun begitu dalam permainan itu. Seperti ... tiada ujungnya."
Ikut keluar bersama, Kento melangkah lebih dulu. [Name] memandang pintu yang telah tertutup rapat. Masih memandang bahu yang perlahan menjauh. Dalam diam, ia melewati jalur yang berlawanan. Entah kenapa, kalimat Kento begitu membekas di hatinya.
• • •
Berkat ucapan [Name], semua ajakan kencan dari gadis mana pun ditolak. Kento kehilangan mood. Bila ditegur oleh teman laki-laki--- terutama Goushi--- sudah biasa seperti makanan sehari-hari. Namun, ketika ditegur seorang gadis, ia jadi merasa gusar.
Ia berpikir selama ini bila perempuan yang digencarinya berhasil dibuat senang, maka permainan sah-sah saja. Akan tetapi ucapan [Name] mengurai lebih detil. Secara tidak langsung memberi tamparan akan komitmen. Yap, Kento tidak memiliki hubungan khusus yang bertahan lama. Selama hatinya bisa ditambal ketika jatuh.
"Kenken, shortcake itu tidak beracun, kan?" tanya Yuuta mengernyitkan dahi.
Kento memijat dahi. "Pemberi kue itu yang jadi perkara."
Yuuta duduk di sebelahnya. "Kau sudah tahu siapa? Apa dia perlu ditangkap polisi?"
Beralih menata poni, Kento memejamkan mata. "Tidak perlu sejauh itu. Tapi aku jadi ingin menjeratnya."
"Ternyata kue itu dari seorang gadis, ya? Kento seram, ah," gumam Yuuta.
Pemuda berambut ikal merah muda itu tidak paham. Biasanya, Kento akan menyuruhnya--- mencarikan pilihan--- gadis yang sesuai untuk diajak berkencan. Kali ini, Kento jadi begitu berambisi.
• • •
"Hari ini, senpai memasak lebih bersemangat daripada biasanya," tegur adik kelas [Name].
Aktivitas ekskur memasak dilangsungkan dua kali seminggu. Kali ini mereka bebas memasak apa saja.
[Name] membalik nasi omelet yang tergoreng di atas panci teflon. "Begitukah? Ah, lagi-lagi aku memasak terlalu banyak."
Ditawari kepada siapapun yang sedang mencicipi pun tidak mungkin. Di satu sisi, Goushi, Yuuta, dan Kento sedang berjalan melalui ruangan ekskur. Kento mendapati [Name] dari luar jendela. Syok, [Name] langsung berjongkok untuk bersembunyi. Namun, ia terlambat sepersekian detik.
Tidak melewatkan kesempatan, Kento sengaja menghampiri jendela ruang ekskur. Gadis-gadis yang mengetahui Kento langsung berseru histeris. Yuuta hanya mengintip sesekali tertarik dengan aroma masakan. Goushi hanya menatap sekitar lalu melirik ponsel.
"Kulihat ada [Full Name]. Tolong dipanggil ke sini, ya?" pinta Kento.
[Name] mengelak kepada siapa saja yang langsung meliriknya sedang berjongkok di lemari pendingin. Tapi permintaan Kento lebih absolut daripada kemauannya. Tanpa pertimbangan, [Name] ditarik paksa.
Kento menopang dagu lalu menunjuk [Name]. "Yuuta, dia loh gadis spesial yang membuatkanku shortcake misterius waktu itu."
Yuuta menatap [Name] penuh binar. "Kami penasaran, tapi setelah mengetahuimu, aku yakin kau pasti tidak akan meracuni Kenken."
Goushi berdecak. "Kalian terlalu berlebihan."
"A-ano, aku cuma petugas kebersihan yang kerja sambilan di tempatnya. Itu saja," ujar [Name] menjelaskan untuk menghindari kesalahpahaman.
"Ano, senpai, kata [Name]-san, dia kelebihan memasak omurice," singgung adik kelas, Riri, meletakkan piring itu kepada [Name].
"Ri-chan!" seru [Name], tetapi yang turut menggoda sudah kabur dengan wajah innocent.
[Name] sengaja membelah omelet di depan Kento untuk dimakan sendiri. Sebelum keinginan itu terjadi, garpu yang telah tertancap telur dadar itu berpindah ke mulut Kento. Disengaja oleh pemuda itu, menggenggam jemari [Name].
Kento menatap [Name] lekat-lekat. "Aku akan sangat senang kalau bisa menikmati masakanmu. Apalagi di apartemenku."
Terjebak dalam permainan? Mungkin Kento tidak pernah tahu bila siklus itu akan terhenti. Namun, Kento tidak akan melepas [Name] begitu saja. Terhitung sejak adanya sepiring shortcake di kulkas apartemen.
• • •
o m a k e
• • •
"Dia pasti sudah gila," ucap Goushi bersama Yuuta menuju vending machine.
Kento memilih bersama [Name] dengan alasan ingin menunggu hingga ekskur selesai. Meski diusir [Name], ia tetap saja bertahan. Maka, Yuuta dan Goushi memutuskan pergi duluan.
"Kenken sepertinya serius," ucap Yuuta ikut memesan jus jeruk.
Goushi tersedak lalu menepuk dada. "Dunia sudah kiamat, sepertinya?"
Yuuta hanya terkekeh. Goushi hanya diam sambil menikmati oolong tea.
Di satu sisi, [Name] ditemani Kento. Bahkan ketika ekskurnya telah berakhir.
"Permainan, ya?" gumam Kento menyelipkan jemari dalam saku.
[Name] menyesal karena ikut campur. "Maaf, Aizome-san. Anggap saja itu angin lalu."
Tapi Kento tidak akan semudah itu mengiyakan. Ia tetap mengikuti [Name].
"Kalau merasa bersalah berarti siap bertanggung jawab kepadaku."
Kento mengarahkan ponsel itu kepada [Name]. Isinya menunjukkan ratusan kontak perempuan. [Name] memiringkan kepala, tidak mengerti.
"Aizome-san, ini ...?"
"Hapus semua kontak itu."
"Kenapa aku yang melakukannya?" tanya [Name] masih memegang ponsel Kento.
Setelah dipikir-pikir, [Name] memutuskan untuk meluruskan kesalahpahaman. Gara-gara cekcok shortcake dan bir, tidak, melainkan kecerewetan dirinya seolah menggali liang kubur sendiri. Tapi ia tidak tega untuk diam begitu saja.
"Sebenarnya ... kue itu hanya kudinginkan dan berakhir terlupakan. Maaf membohongimu, Aizome-san!" ucap [Name] lalu membungkuk.
Kento mengusap dagu. "Bohong, ya? Tapi faktanya tetap berada di dalam kulkasku."
"Oke. Berarti tidak ada yang salah lagi kan?" tanya [Name] dengan mata berbinar lalu menyerahkan ponsel Kento.
"Sudah tahu tidak berarti kumaafkan. Mulai sekarang, kau incaranku," jawab Kento mengedipkan sebelah manik.
Mulai saat itu, rasa kehidupan perlahan tergambar di antara keterikatan mereka.
• Fin •
Words: 2427
A/N:
Kento as always, kubuat dia sebagai playboy cap rubah AHAHAHA/
Bagi yang pengin tutorial game, maaf, saya tidak bisa merilis secara pasti. Kondisi game belum bisa dikatakan normal--- selalu maintenance--- dan punya jadwal login ketika saya malah tidak sempat (05/07 sekitar pukul 9 pagi - 5 sore).
Tapi kalau kalian memang ngebet pengin tutorial, di tumblr ada, kok (dalam bahasa Inggris)! Sejujurnya saya belum begitu paham, ehe :"3/disepak
Bila game sudah dipastikan normal tanpa maintenance, saya pikir lebih baik rilis tutorial juga. Biar nggak kecewa main, tapi mente mulu--- plz pens Jepun sampe marah dengan parodiin lagu Eikyuu Paradise di twitter loh :(
Anyway, kasih sudah membaca~
With love,
Agachii
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro