Pangeran [Part. 2] - Kitakado Tomohisa
"Apa maksudmu? Anak haram?" [Name] mengernyitkan dahi.
Yashamaru mengangkat satu alis. "Putra dari istri simpanan raja Daikoku, Kitakado Tomohisa. Di masa lalu, ibunya selir kerajaan berstatus rakyat jelata. Seluruh keluarganya mengucilkan mereka."
Tomohisa tidak lagi mengarahkan pedang tipis ke arah Yashamaru, tetapi digenggamnya cukup erat hingga buku jarinya memutih.
[Name] menyela, "Itu ... bohong, 'kan?"
Tidak ada kata "tidak" yang langsung disahut sebagai penyangkalan, [Name] termenung sesaat. Keanehan yang dirasakannya bersama Ryuuji memang beralasan.
"Sepertinya tujuan kita sama, Kitakado-san. Tapi statusku lebih pantas," kata Yashamaru terkekeh licik. "Tukang kebun bersanding dengan putri kerajaan? Jangan bermimpi."
Tomohisa pun angkat bicara setelah menarik napas panjang, "Semua itu benar. Aku tidak terlahir murni sebagai rakyat jelata."
Tenggorokan [Name] tercekat. "Jadi, tujuanmu di sini ... karena keinginan ibumu? Semua itu bohong?"
Tomohisa tidak menjawab lagi. Ia menarik paksa Yashamaru menjauhi [Name]. Namun, gadis itu memegang lengannya. Menatap lekat-lekat.
"Kitakado-san ..."
"Maaf, [Name]," gumam Tomohisa tidak sanggup melihat sepasang iris gadis itu.
Malam itu, [Name] ditikam ketidaktahuan yang mendalam.
Pangeran [Part. 2] - Kitakado Tomohisa
- last part -
B-Project MAGES
Plot agashii-san
Rate: T
Genre: romance, drama
note: sejumlah cameo chara b-pro muncul! check it out!
.
.
.
Pukul setengah dua belas malam. Kerumunan sudah perlahan menyepi. Tomohisa pasti sudah meninggalkan istana. [Name] termenung, mencicipi potongan makaron yang tersisa.
Sebenarnya, Ryuuji berusaha kembali sesegera mungkin setelah ibundanya memperkenalkan banyak calon. Akan tetapi sepasang kakinya membatu ketika melihat [Name], Yashamaru, dan Tomohisa. Situasi yang mencekam itu membuatnya tertegun sejenak, mencermati setiap kata yang terucap.
"Apa ... kau baik-baik saja?" tanya Ryuuji. "Ternyata terlibat dengan rakyat jelataㅡ"
Alih-alih menitikkan air mata, [Name] justru terlihat kesal. "Aku tidak bisa diam saja dan menerima permintaan maaf yang tidak jelas begitu."
Ryuuji mengernyitkan dahi. "Lalu, apa yang akan kaulakukan? Mencarinya? Dia baru saja menjadikanmu batu loncatan."
[Name] termenung sesaat. Dia tahu Ryuuji akan lanjut bicara lagi.
"Dia memintamu agar hadir di sini demi mengangkat martabatnya. Jadiㅡ"
[Name] teringat lagi ketika Tomohisa memeluknya ketika terungkit tentang ibunya. Mengucapkan terima kasih. Entah saat itu ia berbohong atau tidak, [Name] merasa semua itu bukanlah tindak yang dibuat-buat.
"Aku akan menunggunya."
"Kenapa?" Ryuuji bertanya cepat. "Laki-laki tidak hanya dia."
Kedua sudut bibir [Name] pun terangkat. "Memang, tapi aku mencintainya."
× × ×
Hunian pondok kayu yang didatangi [Name] tidak berpenghuni. Gadis itu mengira Tomohisa akan berada di sana, tetapi tidak ada. Semua begitu sunyi seakan tiada kehidupan. Bunga yang ditanam tampak kering. Hujan jarang turun seiring matahari kian terik.
Ia berjongkok, menyentuh setangkai mawar putih. Alisnya tertaut dalam. Wujudnya tidak tegap, melainkan tertunduk.
"Kalau kau tidak disiram, kau akan mati," gumam [Name] memeluk lututnya.
Paparan mentari menusuk kulit gadis itu tidak bertahan lama. Terutama ketika muncul bayangan selain dirinya. [Name] tertegun, segera menoleh. Kedua sudut bibirnya tertarik penuh harap, tetapi hanya sebentar. Ketika mendapati sosok pemuda berambut jingga memayunginya.
Iris emerald pemuda itu melebar. "Anda ... mencari seseorang? Anda terlihat kecewa ketika melihat saya."
[Name] segera berdiri. "Ma-maaf. Aku mencari Kitakado-san."
Pemuda itu tersenyum getir. "Dia tidak berada di sini, Putri. Perkenalkan, aku tetangga sebelah rumahnya, Masunaga Kazuna. Soal itu lebih lanjut, kita masuk saja dan bicara di dalam."
Sekitar seratus meter mereka melangkah, Kazuna mempersilakan [Name] duduk di sofa.
"Hanya ada teh merah biasa. Tidak masalah?"
[Name] mengangguk seraya Kazuna mengambil cangkir putih porselen. Berseberangan dari posisi duduknya, ia menemukan beberapa pigura foto. Tomohisa dan Kazuna semasa kecil, beranjak remaja, dan menjadi dewasa seperti sekarang. Ada juga beberapa foto bersama dua wanita paruh bayaㅡ yang [Name] duga adalah ibu-ibu mereka.
"Tomo memang pemuda yang baik. Kalau kedatangannya ke istana untuk mengganggu acaramu, sebenarnya itu desakanku."
[Name] terbelalak, nyaris tersedak. "A-apa?"
Kazuna mengambil napas panjang.
"Sebenarnya dia berusaha melupakan statusnya sebagai mantan penerus kerajaan Daikoku dan hidup sebagai rakyat jelata. Namun, aku mendengar rumor raja Daikoku, ayah kandungnya sakit keras.
Lalu keinginan ibunya agar Tomo tidak berhak menderita akibat statusnya sebagai selir. Percintaan orangtuanya tidak direstui pihak kerajaan. Ayah Tomo dipaksa menerima perjodohan sepihak.
Yashamaru, adik ayah Tomo berusaha merebut wilayah kekuasaan Daikoku seiring kerajaannya sendiri diambang krisis. Walaupun kami tidak lagi dekat, tetapi sebagai tetangga yang tahu masa kelamnya, maka aku tidak ingin membiarkan itu terjadi."
Jemari [Name] bergetar. Semua ucapan Kazuna seakan kunci jawaban dari pertanyaan yang menghantui benaknya. Teh yang tersisa seperempat beriak kencang.
"Yang kutahu, dia pasti bertemu dengan Yashamaru," tambah Kazuna lagi mengusap dagu, tampak menganalisa.
[Name] menyahut, "Jadi ... dia sekarang ada di mana?"
Kazuna menggeleng pelan. "Aku juga tidak yakin. Mungkin dia langsung menuju kerajaan Daikoku, tetapi memakan perjalanan selama tiga hari dengan delman."
"Aku akan ke sana! Masunaga-san, terima kasih banyak. Terima kasih," tutur [Name] telah menitikkan air mata, terharu. Dia sempat menyesal memasang raut kecewa karena tadi sempat berprasangka buruk.
Panik, Kazuna segera mengulurkan sapu tangan. "P-putri. Jangan menangis. Semua akan baik-baik saja. Saya yakin, Tomo akan kembali ke sini."
[Name] mengerjap bingung. "Kenapa?"
Kazuna mengulum senyum simpul. "Dia selalu menceritakan tentang Anda, [Name]-sama. Tomo bilang [Name]-sama manis, ramah, rajin membantu, walaupun agak kikuk. Lalu saat bercerita, ada yang beda. Dia tidak seperti menceritakan tentang teman biasa."
Pipi [Name] merona. "Ja-jangan bercanda. Aku tidak begitu."
"Siapa yang tahu? Kalau memang ingin segera bertemu dengannya, selamat berjuang." Kazuna mengepalkan tangan, memberi semangat.
× × ×
"Tidak boleh!"
[Name] mengerucutkan bibir. "Tenang. Aku akan meminta Tatsuhiro dan Hikaru untuk menemaniku selama perjalanan hingga tiba kembali!"
Tatsuhiro dan Hikaru merupakan prajurit yang selalu siaga menjaga istana. Di antara prajurit-prajurit lain, [Name] paling nyaman berinteraksi dengan mereka. Usia mereka juga berdekatan. Ayah [Name] menggeleng cepat, tidak menyenangi kemauan anak sematawayangnya menuju kerajaan Daikoku.
"Maaf, Raja. Apa aku boleh memberi saran?"
Ayah [Name] menoleh. Penasihat kerajaan, Onzai Momotaro angkat bicara tepat di belakangnya.
[Name] mengedipkan sebelah manik; kode meminta bantuan. Momotaro memang jarang berbicara, tetapi memiliki kepekaan yang tinggi. Terutama memandang wujud yang tidak terlihat hingga memberi gambaran masa depan.
"Menurut ramalan yang saya lakukan, [Name]-sama akan baik-baik saja ke sana. Malah akan membawa kabar baik bagi kerajaan."
Alis ayah [Name] tertaut dalam. "Ramalan bisa berubah-ubah."
[Name] memerosotkan bahu. Padahal ucapan Momotaro kerap bisa dijadikan pedoman ayahnya dalam bertindak. Momotaro terdiam sejenak. Memulai Plan B. Iris heterokromㅡ perpaduan merah dan birunyaㅡ tertuju ke arah Sekimura Mikado, penasihat kedua.
"Tidak perlu hingga ke sana, [Name]-sama. Orang yang Anda cari sudah datang hari ini."
Manik [Name] terbelalak. "Ba-bagaimana bisa?"
Mikado tersenyum simpul seraya memperbaiki letak bingkai maniknya. "Dia datang atas keinginan raja. Itulah alasan beliau tidak mengizinkan Anda."
Momotaro, Hikaru, dan Tatushiro memberi tatapan searah kepada Mikado. Subjek yang bersangkutan berkeringat dingin, tetapi lantas hanya memasang cengiran bodoh. Perintah diarahkan kepada prajurit kerajaan.
Jantung gadis itu berdesir kencang.
Gerbang pun terbuka.
Selama ini, [Name] mengira Tomohisa akan pergi seperti mimpi yang terkubur oleh kesadaran. Seakan ditiup oleh ketidakpastian. Seakan semua perasaan itu pada akhirnya akan jadi angan-angan.
Tomohisa berdiri tepat di hadapan [Name] dan ayahnya. Satu lutut kanan ia tumpu di atas karpet merah. Telapak tangan kanan terarah ke depan, sedangkan tangan kiri menyentuh dada.
"Selamat siang. Saya, Kitakado Tomohisa siap berada di bawah bantuan Anda."
Ayah [Name] mengangguk mantap. "Butuh usaha besar untuk menggantikan posisi ayahmu. Kau akan mendapatkan pelatihan. Mengerti?"
Tomohisa tersenyum penuh optimis. "Tentu. Omong-omong, [Name]-sama, apa kau baik-baik saja?"
[Name] sudah menekap setengah wajah. Matanya berair, terlarut oleh perasaan haru. Refleks, ia langsung melompat ke arah Tomohisa. Walaupun hanya berselisih tiga anak tangga, tetap saja Tomohisa terkejut saat menangkap gadis itu hingga jatuh terduduk.
"Aku kira kau tidak akan kembali." [Name] sudah mendekapnya erat-erat. Persetan ekspresi sang ayah yang sudah menatapnya bingung, tetapi tidak paham harus berbuat apa.
Tomohisa menepuk pelan punggung [Name]. "Aku akan berada di sisimu, [Name]-sama. Mulai saat ini."
× O M A K E ×
"Bagaimana nasib Yashamaru-san?" [Name] tiba-tiba penasaran sembari merangkai kumpulan bunga ke dalam vas.
Tomohisa mengangkat bahu. "Dia kembali mengurusi masalah wilayahnya. Berdasarkan silsilah keluarga, kakek lebih setuju diriku menjadi penerus ayah. Aku merasa tindakanku agak curang. Dia merencanakan begitu banyak, tetapi aku datang dan menyabotase semuanya."
[Name] menggeleng cepat. "Kurasa tidak. Aku sudah mendengar semuanya dari Masunaga-san. Kau pantas mendapatkan status itu kembali."
Iris Tomohisa membola. "Kazu bercerita tentangku?"
"Aku menemuinya saat mencarimu di pondok biasa. Kuharap kau tetap menghubunginya walaupun sudah resmi dilantik menjadi raja di masa depan."
Tomohisa menyahut, "Tentu saja. Aku pasti akan merindukannya."
[Name] tersenyum lebar, lalu memasang rangkaian bunga yang tersisa di sisi kepala Tomohisa. "Kalau dipasang begini, ternyata kau manis juga."
Alih-alih langsung menurut, Tomohisa memegang jemari [Name]. Seukir senyuman lebar di kedua sudut bibirnya mendebarkan jantung gadis itu.
"Aku berutang satu hal kepadamu." Tomohisa mengecup punggung tangan [Name].
[Name] mengernyitkan dahi. "U-utang?"
"Mari kita lanjutkan dansa yang tertunda." Tomohisa meraih pinggang [Name].
Teringat kejadian malam pesta itu, [Name] membuang muka. "Kau ... bisa berdansa dengan gadis lain. Tidak perlu aku."
Tomohisa menggeleng. "Aku sadar waktu itu kau melihatku berdansa dengan gadis lain. Tapi semua itu hanya permintaan formal semata. Kali ini, keinginanku untuk berdansa denganmu berupa ajakan spesial."
[Name] meraih uluran tangan Tomohisa. "Ka-kalau kau meminta, apa boleh buat."
Pemuda berambut putih itu terkekeh. "Baiklah. Kalau begitu, aku akan berusaha. Membuatmu mencintaiku."
Walaupun hanya diam dalam rona merah di kedua pipi, gadis itu telah menyimpan jawaban "tentu" dalam batinnya. Pemuda itu telah memenangkan hatinya sejak mengaitkan jemarinya di masa lalu. Menyelamatkan dirinya dari kejaran pemuda lain. Membawanya menghadapi peraduan perasaan. Menyadari berbagai sudut pandang yang tidak sama.
Kini, ia yakin semua perjuangan tidak berakhir begitu saja.
Di balik segala hal yang terselesaikan, ada permulaan baru yang dihadapi.
Dan, ia akan sangat menantikannya.
× F I N ×
A/N:
Oke, ff part ini sangat cheeesy luar binasa. Aslinya, memang Tomo is so ouji-type ha ha ha.
Alur yang kutulis tentang Tomohisa memang tergolong lambat (seperti Telekinesis). Tapi entah kenapa, aku merasa lebih senang menulis alurnya secara perlahan tapi pasti (UwU). Kayak ... hm, it's a big no kalau chemistry Tomo dibuat terburu-buru.
Semoga kalian tidak bosan sama tulisanku yang sering dipecah jadi dua bagian ini *efeknuliskebablasan ;-;).
Entah kenapa, menurutku menulis twoshoot rasanya lebih seru, semacam serial pendek-menengah ;w;)
Thanks for reading!
With love,
Agachii
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro