
Pangeran [Part. 1] - Kitakado Tomohisa
Derap langkah sang gadis terus melaju sejauh mungkin.
"[Name]-sama! Kami masih ingin berbincang denganmu!"
[Name] terus berlari. Ia sudah muak dengan kejaran teman-teman lelaki yang terus mengajaknya berkencan. Demi status kerajaan. Demi kekuasaan. Bukan semata-mata demi cinta. Pengejaran rasa yang semu. Dia berharap tidak menjadi putri kerajaan. Menjadi rakyat jelata sepertinya terasa lebih menyenangkan.
Agar bisa mempercepat langkah, gaun sepanjang mata kaki diangkat tinggi-tinggi. Dengan sigap, ia melewati lorong gang sempit. Tidak disangka, seorang pemuda kalem tengah menyapu. Tubuhnya tinggi, berambut putih secerah sinar rembulan, dan dikaruniai iris biru sejernih lautan.
[Name] terpesona sejenak.
Siapa yang tidak terpukau melihat pemuda tampan?
"Bukan saatnya untuk begini!" tegur [Name] menampar pelan kedua pipinya, lalu kembali melangkah. Usut punya usut, jalan yang dilaluinya ternyata buntu. Ia menoleh ke belakang. Suara derapan semakin terdengar. Keringat dingin mengucur deras sekitar pelipis.
Pemuda tampan itu menyudahi sesi menyapu– mengangkat sekop dan sapu– kemudian berbalik badan. Dalam waktu singkat, [Name] memegang pergelangan tangan pemuda itu.
"Sembunyikan aku. Di mana pun, selama tidak ada yang menangkapku!"
Iris birunya melebar oleh perintah itu sesaat, tetapi juga mendengar suara yang sama– mengerti kekhawatiran [Name]. Sigap, ia menggandeng jemari [Name].
"Ikut aku."
Saat itu bagi [Name], hanya dia. Satu-satunya harapan yang tersisa.
Pangeran – Kitakado Tomohisa
[ a reversed cinderella story ]
Pair: Citizen! Gardener! Kitakado Tomohisa x Princess! Reader
Dedicated this late twoshoot to my one and only 2.5 aidoru bae : Kitakado Tomohisa (29/3).
Cinderella © Walt Disney
B-Project © MAGES
Plot © agashii-san
Genre: romance, lil comedy, drama.
Rate: T
Warning: karya ini diadaptasi bebas. au. ooc.
Inspired by song: Russian Roulette – Red Velvet
.
.
.
Paras tidak selalu memenuhi ekspektasi.
[Name] tidak tahu harus menyesal atau tidak meminta disembunyikan oleh pemuda barusan.
Sekarang, mereka berada di dalam sebuah gudang kayu berisi tumpukan jerami. Hanya ada penerangan dari lampu pijar semi remang-remang. Selain itu terdapat sejumlah perkakas kebersihan; sapu dan sekop yang dijinjing pemuda itu barusan.
"Hei, apa kau bisa menyembunyikanku ... di tempat yang lebih layak?" [Name] mengernyitkan dahi.
Pemuda itu tersenyum lemah. "Maaf, tapi ini satu-satunya lokasi yang aman."
[Name] memandangi bahu pemuda itu menjauh menuju pintu kayu. Sesekali memantau jejak-jejak pemuda lain yang berusaha menangkapnya sebagai sasaran. Kini, dia merasa canggung karena menanyakan sesuatu yang seenaknya. Bisa saja pemuda tadi memilih tidak peduli ketimbang menanggapi kemauannya di saat kritis.
"Sudah tidak ada yang berderap kemari," tutur pemuda itu membukakan pintu.
"Sungguh?" [Name] menjadi skeptis. "Terima kasih sudah mau menolongku. Namamu siapa? Tenang, aku akan membayar kebaikanmu. Mau berapa keping emas?"
Pemuda itu menggeleng cepat. "Kitakado Tomohisa. Aku tulus membantumu, jadi tidak perlu membayar."
[Name] tidak suka bila merasa harus berutang budi. Apalagi menerima sesuatu tanpa pamrih.
"Aku akan mengabulkan satu permintaanmu. Katakan saja," kata [Name] menyelipkan helaian rambut ke sisi telinga.
Tomohisa mengusap dagu sejenak. "Benarkah?"
[Name] mengangguk mantap. "Jarang-jarang aku mau bertindak seperti ibu peri. Tetapi karena kau sudah menolongku, ini berupa pengecualian karena kau tidak mengingini emas."
Meski demikian, Tomohisa kembali terdiam. Manik birunya tampak menerawang. Meratapi langit biru bertabur bintang. Seperti memikirkan sesuatu yang cukup mendalam.
"Aku ingin hadir dalam sebuah acara dansa. Apa kau bisa mewujudkannya?" Tomohisa menatap [Name] penuh harap.
Kurang dari seminggu, pesta dansa diadakan untuk mencari calon pasangan hidup yang sesuai teruntuk [Full Name]. Sebelumnya, sejumlah pangeran dari beragam wilayah melakukan berbagai strategi sebelum pesta dimulai agar [Name] bersedia memilih satu dari mereka.
"Hanya itu?" tanya [Name] tampak tidak puas. Padahal ia sudah memperkirakan jumlah kepingan emas atau berlian yang sesuai sebagai bayaran pertolongan dadakan barusan. "Permintaanmu sederhana sekali."
Tomohisa tersenyum tipis. "Selama ini, aku tidak pernah bisa berkesempatan hadir dalam acara seperti itu. Kalau kau berkenan, aku akan sa---"
"Tentu saja akan kulakukan!" sergah [Name] tampak bersemangat, setengah terharu. "Walaupun pertama kali, kau wajib tampil sukses dalam acara dansa! Tapi ...."
Iris [Name] memandang dari atas kepala hingga ujung kaki rupa Tomohisa. Sekarang, pemuda itu memakai kaus putih penuh noda tanah dan celana jins bertambal kain di bagian lutut yang sobek. Gaya berpakaian yang sama sekali tidak oke.
"Kurasa kau perlu dipermak. Habis-habisan."
× × ×
"Untuk siapa semua benda ini?" tanya pemuda cantik bin comelㅡ sepupu [Name], Korekuni Ryuuji.
[Name] setengah bergegas menyimpan semua keperluan ke dalam kantong. Jubah biru tua, pedang, sepatu bot putih, dan keperluan lain. Semua itu tentu saja hanya bisa dikenakan oleh kaum adam, bukan dirinya yang setiap hari selalu diwajibkan mengenakan gaun.
"I-ini ...." [Name] membasahi bibir. "Hibah prajurit istana."
Alis Ryuuji terangkat satu, tidak segera memercayai ucapan [Name]. "Seingatku setiap tahun jubah prajurit diganti secara berkala. Lagi pula jatah dalam kantong itu hanya untuk seorang saja. Aneh."
"Y-ya? Kalau aku mau berikan satu saja 'kan bukan masalah!" [Name] membela diri, kembali menyangkal.
Ryuuji mengguncang bahu sepupunya. "Bohong. Katakan. Cepat."
Kalau sudah didesak, [Name] tidak akan yakin bisa mengelak lebih lanjut. Sekali saja menangkap jejak kebohongan, maka pemuda berambut hitam dengan poni ombre magenta itu tidak akan menyerah. [Name] meneguk ludah. Padahal dia ingin menyimpan rahasia permintaan Tomohisa untuknya sendiri.
"Ini ... demi seorang rakyat jelata," tutur [Name] menghela napas. "Dia sangat ingin menghadiri pesta dansa. Kukabulkan karena dia sudah menolongku."
Ryuuji berkacak pinggang. "Oh, begitu. Hingga kau rela mengorek isi dompetmu demi benda-benda ini?"
[Name] mengerucutkan bibir. "Cih. Daripada aku mencuri? Hanya kali ini saja! Jangan cerita-cerita kepada orangtuaku! Kumohon!"
Iris Ryuuji menatap [Name] lekat-lekat. Gadis itu biasanya tidak peduli dengan rakyat jelata. Segala keperluan telah lengkap difasilitasi oleh istana. Untuk mendapatkan tambahan uang saku, mereka harus mengerjakan kegiatan operasional kerajaan. Batasan pekerjaan pun semakin sedikit bagi pihak internal istana seiring lowongan pekerjaan sebagai bawahan kerajaan untuk rakyat jelata terbuka lebar.
"Kalau begitu, aku juga akan menemui pemuda itu. Paras lebih dulu menjadi faktor utama agar aman saat berada di istana."
[Name] mengernyitkan dahi. "Soal itu, kau tidak perlu ragu. Dia ... tampan. Aku yakin dia layak berada di istana nanti dan berdansa denganku ... ya, kalau dia memang mau."
Ryuuji menghela napas. "Malang juga nasibmu dikejar kerumunan pangeran yang haus kekuasaan. Perlu aku yang menjadi pasangan dansamu? Tapi ini akan jadi yang ketiga kalinya, sih."
Seketika, [Name] terkekeh. "Maaf saja, aku tidak ingin berdansa dengan pemuda yang sama tinggi denganku."
Alis Ryuuji berkerut dalam seiring berkata; tidak mau kalah, "Syukurlah. Setidaknya tulang jari kakiku tidak akan patah tahun ini."
"Aku sudah latihan cukup baik dari tahun ke tahun," gerutu [Name] menghela napas.
Mereka berbincang seiring bersama-sama menuruni anak tangga. Ryuuji menghampiri delman yang menepi dalam diam. [Name] masih berada di belakang Ryuuji sembari menjinjing kantong kertas, lalu memandang angkasa biru.
Batinnya terus bertanya-tanya: Apa alasan Tomohisa hanya mengingini kehadiran acara dansa ketimbang kepingan emas semata?
Ia ingin tahu.
× × ×
Kumpulan mawar putih dan kuning begitu berseri sebab baru saja disiram. Delman yang ditumpangi [Name] dan Ryuuji berhenti, sesekali sempat salah berbelok arah. Tentu saja [Name] menerima omelan setiap kali gagal mendapati gang "buntu"ㅡ tempat mereka bertemu secara tidak disengaja waktu itu.
Dari belakang, [Name] mendapati bahu bidang Tomohisa. Pemuda itu sedang berjongkok, membuka keran sambil menyalurkan aliran air ke dalam tong penyiram. [Name] mematung sejenak setelah turun lebih dulu dari delman.
Kata pembuka apa yang harus ia ucapkan lebih dulu?
Seperti apa ekspresi yang layak ditunjukkan kepadanya?
Berbasa-basi? Langsung dihadapi perjanjian?
[Name] terjebak dilema.
Ryuuji mengernyitkan dahi karena menyadari gadis itu tidak kunjung melangkah.
"Oi," seru Ryuuji begitu santai, lalu mendorong pelan bahu [Name]. Dengan sigap, Ryuuji melompat dari delman. Sang pengendara tidak segan menggelengkan kepala melihat kelincahan Ryuuji.
Tomohisa mendengar suara Ryuuji. Kedua sudut bibirnya terangkat menawan.
"Sore. Ada yang bisa kubantu?"
[Name] mengusap tengkuk. "Kau tidak ingat aku?"
Tomohisa terkekeh. "Tentu saja aku tahu. [Full Name], putri kerajaan istana."
"Bukan itu, tapiㅡ" [Name] berusaha mengangkat kembali kontrak, bukan, perjanjian mereka. Namun, Ryuuji tidak segan menyela momen perjanjian-antar-dua-insan-itu.
"Bawalah ini," kata Ryuuji setelah memandang Tomohisa sejenak, lalu menyerahkan secarik kartu seputih salju. "Kau perlu membawanya agar bisa datang ke pesta dansa. Acaranya diadakan seminggu lagi."
[Name] menyikut Ryuuji. Entah kini dirinya harus merasa kesal atau bersyukur, tetapi sepupunya berhasil mencairkan suasana.
Tomohisa mengangguk mantap. "Aku akan datang. Terima kasih."
Dibandingkan aktivitas internal kerajaan yang selalu rapi, berbeda dengan rakyat jelata. Tomohisaㅡ [Name] duga dirinya berstatus tukang kebun. Ia mendapati pipi pemuda itu sedikit kecokelatan oleh tanah. Alih-alih langsung menegur, [Name] langsung menaruh kantong kertas di sebelahnya. Kakinya berjinjit. Mengusap noda tanah dengan ibu jari.
Manik Ryuuji terbelalak akan spontanitas [Name]. "K-kau ...."
Netra biru Tomohisa sepenuhnya menyoroti [Name]. Merasa ditatapi Ryuuji, ia memegang pergelangan tangan gadis itu.
"Terima kasih. Sisanya bisa kuusap sendiri." Tomohisa menggosok pelan pipinya.
[Name] menepis cepat jemarinya. "M-maafkan aku! Ini untukmu. Besok aku akan datang lagi."
Malu, dirinya sudah masuk ke dalam delman.
Ryuuji mendelik seiring [Name] menjauh. Kemudian netra magenta Ryuuji mendapati Tomohisa yang memandang ke arah delmanㅡ posisi [Name] berada saat ini.
"Ukuran kostum itu bisa jadi kebesaran atau kekecilan, tapi tidak ada salahnya dicoba. Besok kami akan datang lagi."
Tomohisa memandang isi kantong kertas itu penuh arti seraya bertutur, "Bisakah kalian tunggu sebentar?"
Dari jendela delman kuda, [Name] mengintip penasaran. Ryuuji hanya menunggu sendirian ketika Tomohisa pergi menuju sebuah gudang kecil. Bangunan yang serupa ketika mereka bersembunyi beberapa hari silam. Beberapa saat kemudian, sebuah keranjang berisi tumpukan buah stroberi disodorkan ke arah Ryuuji.
"I-ini ...," kata Ryuuji tergelak saat memegang bobot stroberi yang luar biasa banyak.
Tomohisa tersenyum lebar. "Kutanam sendiri. [Name]-sama juga harus menikmatinya."
Ryuuji mengangkat bahu. "Baiklah."
Begitu Ryuuji sudah masuk ke dalam kereta delman, [Name] menopang dagu ke arah lain. Walau sebenarnya ia cukup penasaran, sesekali melirik ke arah tumpukan stroberi pemberian Tomohisa. Ryuuji menunggu gadis itu menatapnya balik.
"Akan kuberikan kepada dayang saja. Kau tipikal pemilih soal makanan, 'kan?"
[Name] mengernyitkan dahi. "Ja-jangan. Aku mau, kok! Pasti koki bisa mengolahnya jadi jus atau selai!"
Ryuuji mengangkat bahu seiring meletakkan keranjang stroberi di atas pangkuan gadis itu. "Terserahmu saja. Tapi satu hal yang kurasa aneh. Dia tidak seperti rakyat jelata pada umumnya. Seperti ada aura yang berbeda ... entah apa."
Walaupun [Name] tidak menanggapi sama sekali, sebenarnya ia setuju dengan opini Ryuuji.
× × ×
Waktu semakin berlalu, Tomohisa diajarkan [Name] berbagai hal sebelum pesta dansa dimulai. Dan ternyata pemuda itu cepat belajar; menguasai berbagai ilmu yang diajarkan dalam waktu singkat. Diam-diam, [Name] sedikit merasa iri bercampur kagum. [Name] menopang dagu ketika melihat Tomohisa berjalan mulus bersama tumpukan buku di atas kepala.
"Kau hebat sekali. Aku perlu dua minggu agar lancar melakukan semua itu. Apalagi waktu itu masih ada satu buku yang jatuh."
Tomohisa tersenyum. "Instruksimu sangat membantu, jadi aku cepat menguasai."
[Name] merasakan sisi ambisius dari Tomohisa. "Hm. Kitakado-san. Apa alasanmu begitu ingin hadir ke pesta dansa?"
Pertanyaan itu meluncur begitu saja. Tanpa jeda, seakan sudah terpendam begitu lama. Mereka memang belum lama saling mengenal, tetapi [Name] yakin bila pertanyaan itu takkan menyinggung perasaan Tomohisa.
Tomohisa meletakkan buku di atas meja, lalu duduk di bangku kayu sebelah [Name]. Selain taman bunga yang ditanam Tomohisa, terdapat pohon sakura bermekaran begitu rindang. Meneduhkan sekaligus cantik untuk dilihat.
"Keinginan ibuku. Beliau sudah meninggal karena sakit, meskipun sudah percuma, tetapi aku ingin mewujudkannya."
[Name] mengira Tomohisa akan memberikan alasan klasik tersurat: mendapatkan koneksi.
"Tidak percuma, kok. Aku yakin ibumu senang karena kau masih mengingat keinginannya. Dia pasti bangga karena kau berjuang keras."
Tomohisa tersenyum hangat. "[Name]-sama baik, ya."
Pipi [Name] merona. "B-baik apanya? Aku hanya menyampaikan yang seharusㅡ"
Tubuh Tomohisa sedikit merapat seiring jemarinya memungut kelopak sakura yang jatuh di pucuk kepala [Name]. Seketika, [Name] mengerjap bingung, pandangannya hanya sampai di kedua bahu bidang pemuda itu. Debaran jantung kian menjadi-jadi.
Tomohisa pun merengkuhnya. Otomatis, [Name] membatu untuk beberapa waktu.
"Ki-Kitakado-san?" tanya [Name], tetapi Tomohisa malah mempererat dekapannya.
"Terima kasih. Aku akan tampil yang terbaik."
× × ×
"Dia pasti datang, 'kan?" Ryuuji melirik arloji. Pesta dansa sudah dimulai dua jam lalu.
[Name] mengangguk pelan. "Dia akan datang. Aku tidak bertanya pukul berapa dia akan datang."
"Setidaknya dia pasti bawa kartu putih itu. Dan omong-omong ....," tutur Ryuuji menyipitkan manik. "aku melihat lima pemuda berkerumun dan terus melihatmu."
"Jangan pergi. Kalau kau pergi sejauh dua meter dariku, kau tahu apa yang terjadi, 'kan?" cegat [Name] begitu cemas. Ia berpura-pura tidak melihat kerumunan pemuda itu sembari mencicip makaron.
Ryuuji mengangkat bahu. "Ya, ya. Aku tahu."
Tepat di sisi tenggara, [Name] menyadari kerumunan yang lebih padat. Terutama lebih didominasi kaum hawa. Seperti ada kubu yang berbeda. Penasaran, [Name] ingin mengetahui sebab keramaian itu.
"Kau mau ke sana?" Ryuuji mengulum permen lolipop stroberinya.
Alis [Name] bertaut. "Ti-tidak, kok. Cuma ...."
Ibunda Ryuuji saat itu menghampiri mereka. "Ryuuji, ikut Ibu sebentar. Ada yang harus dikenalkan denganmu."
Ryuuji mengernyitkan dahi. "Tapiㅡ"
[Name] menggeleng cepat. Kalau sudah dari kehendak bibinya, ia tidak bisa mendesak keegoisannya lebih lanjut. Ryuuji juga sudah cukup lama menemaninya.
"Sudahlah. Aku tidak apa-apa."
Samar-samar, kerumunan itu mulai merenggang.
[Name] mendapati sosok familiar yang ditemuinya beberapa hari lalu.
Sebab keramaian itu terjadi.
Sosok yang mendebarkan hatinya.
Sosok yang mewarnai kehidupannya.
Alih-alih bersamnya, dia telah berdansa dengan gadis lain.
Jemari [Name] tanpa sadar sudah terkepal. Ada denyutan nyeri di dada, menusuk-nusuk, dan perih. Ia sadar, Tomohisa punya hak untuk berdansa dengan siapa saja. Ia yang mewujudkan keinginan pemuda itu untuk hadir di sini. Ia tidak punya hak melarang pemuda itu berdansa dengan gadis lain.
Kenapa dia harus merasa sebal melihat pemandangan barusan?
Kenapa dia tidak senang?
Tomohisa menepati janjinya agar tampil layak di pesta.
Dari kejauhan, Tomohisa mendapati sosok [Name]. Ketika iris mereka bertemu, gadis itu langsung membuang muka. Berjalan sejauh-jauhnya. Sepasang kakinya membawa diri di depan balkon.
"Ternyata kau ini malu-malu, ya. Akhirnya Korekuni tidak ada di sampingmu lagi, ya?"
[Name] mendelik saat menoleh ke arah suara. Lagi-lagi pemuda yang samaㅡ satu dari mereka yang mengejar dirinya beberapa minggu lalu. Yashamaru. Dari awal, dia paling ambisius mengejar. Gadis itu tahu betul Yashamaru yang baru dinobatkan sebagai pangeran wilayah sebelah, Gandara, sedang kesulitan finansial.
"Ja-jangan menggangguku! Aku tidak mau berbicara denganmu."
Yashamaru berdecak lalu memegang erat pergelangan tangan [Name]. "Ck. Kau akan terpesona setelah berdansa denganku. Atau ... kau mau yang lebih?"
[Name] berusaha menepis. "Lepaskan! Aku akan teriak memanggil ayah dan ibu!"
"Mereka 'kan sedang terlibat pertemuan bersama pemimpin kerajaan lain. Kau kira aku bodoh?" ujar pemuda itu terkekeh penuh kemenangan.
Tepat sasaran, [Name] langsung berkeringat dingin. Walaupun acara dansa ini sudah diputuskan jadwalnya sejak lama, kedua orangtuanya mendapatkan acara dadakan sehingga baru kembali keesokan harinya. Acara tidak bisa ditunda karena segalanya sudah ditata jauh-jauh hari. Mereka berpesan kepada [Name] agar mendapatkan pasangan hidup yang tepat.
Ketimbang mendapatkan, [Name] justru sakit hati sebelum cintanya merekah.
"Aku bilang lepaskan!" desak [Name] yang justru semakin ditarik oleh pemuda menyebalkan itu.
Sebuah pedang diarahkan di sisi Yashamaru, nyaris tertusuk di bagian tengkuk. Baik [Name] maupun pemuda itu menoleh ke arah yang sama. Netra biru Tomohisa menyipit. Alisnya tertaut dalam. Ada sirat ketidaksukaan yang terpancar.
"Dia tidak menyukai perlakuanmu, jadi lepaskan."
Yashamaru memandang lekat-lekat ke arah Tomohisa. "Apa hakmu berbicara demikian, anak haram?"
Iris [Name] membola penuh. "M-maksudmu?"
Kehadiran Tomohisa yang mengguncangkan situasi pesta dansa malam itu, membawa pertanyaan demi pertanyaan yang membingungkan.
× to be continued ×
A/N:
Sepertinya ini jadi ff terpanjang yang pernah kutulis deh wwww. Moga ngga nyampe 5k/plak
Btw ... Khusus part ini aja, cameo antagonis jatuh kepada Yashamaru karena males ngetik "PEMUDA" random mulu. Daripada kalian nggak dapat gambaran karakternya ;W;)// yakali masa si Kenti muluㅡ dibacok pensnya.
To be honest, ff ini memang dirancang wanshut dan ketika nyampe 2,5k baru sekitar 50% dari keseluruhan cerita ... ternyata tidak bisa dijadikan satu. Awalnya diriku mau nulis fluff, tetapi ternyata mau juga nyelipin bumbu hurt/comfort begitu hehehehe.
See ya for the 2nd part,
With love,
Agachii
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro