Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kitakore + MooNs: kabedon (?)

Special for 1k+ votes! Thank you~

Selamat membaca!

Fyi, bagi yang nggak tahu arti kabedon, maka dikutip dari wiki dirincikan sebagai berikut:

That's called "kabe don" (壁ドン).
Its recent appearance in an instant noodle commercial is bewildering some people online in Japan.

In simplest terms, "kabe" (壁) means "wall," and "don" (ドン) is a loud noise. So, kabe-don is loosely, "hitting a wall."

intinya; memukul dinding.
Di manga shoujo, biasa si cowo nepuk dinding pas si cewe nyandar di situ juga.

× × ×

Kitakore

Kitakado Tomohisa
Alismu bertaut pelan. Lelaki itu sedari awal diam cukup lama. Kau sesekali melirik lalu beralih memainkan jari.

Saat akhir kelas kuliah pagi, dirimu didekap Kento seenak hati--- karena berkatmu, nilai ujiannya berhasil terselamatkan. Ternyata, Tomohisa menjadi saksi mata di luar kelas, memegang dua gelas kopi. Perasaan terpukul dan bersalah campur aduk dalam batinmu.

"Tomo, apa kau marah?" tanyamu pelan.

Menjadikan dinding ruang tamu rumahmu sebagai sandaran punggung, kau duduk memeluk lutut.

Tomohisa membiarkan tangan kanannya mengudara di dinding, tepat di atas puncak kepalamu.

"Tomo, ada apa?" tanyamu bingung.

Iris biru cerahnya menatapmu lekat-lekat.

Di sisi lain, jemari kirinya merengkuh bahumu pelan. "Ternyata aku tidak bisa ...."

Kau mengernyitkan dahi.

"Kalau dari bacaan referensi, sisi romantis kabedon bisa mendebarkan jantung gadis. Aku tahu Kento tadi bertindak seenaknya. Daripada kau merasa takut, lebih baik aku menenangkan diri seperti ini karena cemburu."

Menepuk punggungnya pelan, kau berucap, "Daripada takut karena kabedon, aku jauh lebih ngeri kalau didiamkan terus olehmu."

Tomohisa mengusap dagu. "Kalau begitu ... mungkin di lain kali waktu, aku akan mencobanya. Kabedon, maksudku."

Kau mengerjap disertai semburat merah di kedua pipi. "E-eh? Kenapa?"

"Motif berjaga-jaga. Soal waktunya ... itu akan jadi rahasia," gumam Tomohisa lalu tersenyum berseri.

Korekuni Ryuuji
Lelaki berambut hitam berhelai magenta menunjukkan ketidaksenangan kepadamu. Banyak lelaki mengajakmu kencan musim panas. Mengerubungi secara langsung maupun surat ajakan dari loker sekolah.

"Hei, Ryuuji," panggilmu karena Ryuuji berlalu dari anak tangga. "Kau kenapa, sih?"

Ryuuji berdecak kesal. "Tidak kenapa-napa."

Curiga, kau berlari dan menghalangi langkah Ryuuji. "Ayolah. Cerita kepadaku. Ceritaaa."

Membuang muka, Ryuuji melengos. "Tidak mau. Pokoknya aku lagi kesal."

Kau mengerucutkan bibir lalu tertarik mengisenginya--- mencubit kedua pipi yang sekenyal mochi. Yang membedakan dari perandaian itu ialah pipi Ryuuji tidak bertepung.

"Maaf, deh. Ryu-ji. Nanti kalau kelewat imut kumasukin ke karung, loh."

Alih-alih disemprot dengan kata-kata, Ryuuji malah mendorongmu ke dinding lorong. Kau terbelalak--- mendapati Ryuuji sudah mendominasi di hadapanmu. Pergelangan tanganmu terkekang.

"Kau tidak menolak ajakan kencan itu, kan? Meski dijamin chupa chul-ku sekalipun?"

Kau menganga. "Sejak kapan aku menerima tawaran kencan? Kutolak semua. Tidak minat."

Pipi Ryuuji memerah. "Benarkah? Kalau begitu, kau hanya boleh mengiakan tawaranku. Kuberikan sebutir permen setiap kali kau menerima ajakanku."

Ketimbang terintimidasi, kau merasa Ryuuji begitu imut saat melakukan kabedon.

× × ×

MooNs

Masunaga Kazuna
Rintik-rintik hujan perlahan berlalu. Akan tetapi meninggalkan genangan air yang membasahi jalanan. Pejalan kaki sebisa mungkin menghindari; tidak ingin sepasang alas kaki mereka kotor.

Memutuskan kencan bersama, kalian pergi menggunakan kereta api. Desakan penumpang semakin kuat agar bisa masuk. Karena sudah banyak penumpang yang duduk, terpaksa kau dan Kazuna harus berdiri.

"[Name], kita tukaran posisi, ya?" ucap Kazuna.

Akhirnya, Kazuna berdiri di sisi luar sedangkan kau bersandar di dinding gerbong. Sekali lagi, guncangan kembali menyerang. Refleks, Kazuna menggunakan kedua tangan untuk menahanmu agar tidak terkena imbasnya.

"Karena terdesak dalam posisi seperti ini untuk sementara ... tidak apa-apa, 'kan?"

Kau mengangguk malu. Di sisi lain, Kazuna teringat semalam akan gosip keempat teman karibnya. Mereka menonton film. Kebetulan menayangkan adegan kabedon.

Empat belas jam silam. Pukul 21.34 JST.
"Wah, wah, lihat tuh! Pasti si cewek doki-doki!" Hikaru mengutarakan spoiler.

Tatsuhiro melengos. "Hikaru, jangan bilang begitu. Nanti tidak seru lagi."

"Setelah itu ... sang lelaki akan melakukan ago kui." Bagai detektif, Momotaro mengamati penuh selidik.

Mikado bertanya, "Ago kui itu apa?"

Momotaro berkata dengan intonasi datar. "Yang kubaca saat browsing artinya memegang dagu dengan jari jempol dan telunjuk. Tahap lanjutan setelah kabedon lalu ...."

Tidak. Tidak. Tidak. Kazuna tidak kuasa mengingat lanjutan kata-kata Momotaro lebih lanjut. Posisinya di dalam kereta seperti karma terhadap diri sendiri. Padahal ia sekadar menjagamu agar tidak didorong dan baik-baik saja.

Namun, bayangan itu kembali menghantui. Disela oleh rekan yang lain.

Hikaru membuat simbol hati dengan jarinya. "Ya, aku tahu lanjutannya! Terus muah muah muah. Ciuman. Yeyeye. Ulululu. Kazu coba saja sana sama kanojo-nya."

"Ck, Buat apa kabedon segala?" bantah Kazuna tampak tidak tertarik lalu kembali menyesap kopi. "Kami ... masih baru. Jadi tidak secepat itu."

Nostalgia berakhir dan Kazuna menggila. Dia tidak akan bertindak demi membuatmu berdebar secara sengaja---apalagi ago kui--- di muka umum. Hanya saja, kini ia luar biasa malu.

Ia pun membawa akal sehatnya kembali. Merutuk flashback dan pembicaraan tidak berfaedah rekan-rekannya. Sepintas, ia merasakan sentuhan halus di pelipisnya--- ternyata kau yang mengelap keringat dinginnya.

"Kazu, apa kau baik-baik saja?" tanyamu cemas.

Kazuna berucap setelah mampu menahan diri, "Baik, kok. Nanti kita pulang pakai bus saja, ya."

Onzai Momotaro
"Momo oh Momo?" panggilmu.

Lelaki berambut merah itu tetap memandangi layar monitor. Sepertinya ia sedang tertarik dengan online shopping. Akan tetapi Momotaro begitu tertarik dan sibuk sendiri. Mengacuhkanmu.

"Beli apaan, sih?" tanyamu memeluk bantal. "Serius sekali."

Momotaro tetap bergeming. Hanya layar monitor yang berpindah letak karena di-scroll dengan mouse. Ucapanmu terpantul tiada jawaban.

Punya kekasih pendiam? Kau hanya bisa bersabar. Dia tidak bisa ditebak.

Momotaro pun berbalik badan. Ia segera menolehmu yang sudah menggerutu kesal. Berjalan menuju dirimu yang tengah duduk di sofa mini. Satu tangan berada di sisi kananmu; yakni dinding kamarnya.

"Momo?" tanyamu pelan.

Momotaro menolehmu lalu berucap, "Um?"

"K-Kenapa kau jadi dekat begini? Ada masalah?"

Ditanyai demikian, Momotaro langsung melepas headset nirkabel yang mengalungi tengkuknya. Ia segera memasangkan tepat di kedua telingamu. Kemudian sebuah iPod pun ia berikan kepadamu.

"Aku akan mengajakmu jalan setelah selesai berbelanja online. Jadi sambil menunggu, dengar lagu saja. Tidak akan lama."

Tanpa menunggu jawabanmu, Momotaro segera melangkah gontai seolah tidak berbuat apa-apa. Nyatanya, kau sukses dibuat gugup olehnya. Tapi tetap saja Momotaro berekspresi datar. Yang bisa kaulakukan yakni menunggu.

"Kenapa tidak bilang langsung, sih? Untung sayang," gumammu mengelus dada. Menikmati musik yang berdendang menyenangkan.

Osari Hikaru
"Um ... [Name]?" tanya Hikaru.

"Hm?" Kau menoleh ke arah lelaki berambut gondrong hijau itu.

Hikaru memegang dinding komplek perumahan dengan kedua tangan. "Deg-degan, gak?"

"Nggak," jawabmu singkat, padat, dan jelas.

Hikaru menggeleng cepat. "Yah. Berarti gagal."

Seharian ini, Hikaru terlihat lebih banyak berpikir daripada mengutarakan secara langsung. Karena itu, kau merasa heran akan tingkah lakunya. Hikaru pun berhenti melangkah begitu mendapati sebuah vending machine.

"[Name] mau yang mana?" tanya Hikaru sedang memilih jenis minuman yang tersedia.

Kau menunjuk kaleng berwarna cokelat. "Kopi susu. Kalau kau?"

"Jus jeruk," kata Hikaru lalu segera memasukkan koin receh.

Terdengar bunyi kaleng jatuh dari loket pengambilan. Kau mengambil lebih dulu. Usai membuka kaleng, kau mendapati Hikaru yang melihatmu lebih dulu.

"[Name] ... apa kau tidak pernah deg-degan saat bersamaku?"

Kau mengusap dagu. Hendak berpikir sejenak. Keberadaan Hikaru yang mudah menciptakan suasana nyaman. Bisa dibilang, hampir tidak pernah.

"Kenapa aku harus merasa begitu saat berada di dekatmu?"

Hikaru pun duduk di bangku panjang. "Bukannya perempuan suka diperlakukan begitu, ya?"

Ikut duduk di sampingnya, kau menaruh kaleng yang tersisa setengah. Kemudian menepuk pelan puncak kepalanya.

"Daripada berbuat yang aneh-aneh, lebih baik selalu jaga kondisi tubuhmu."

Bibir lelaki itu mengerucut. "Tapi aku ingin membuatmu bahagia."

Tersipu, kau beralih memeluknya seperti anak kecil yang menggemaskan.

"Tanpa berbuat trik itu sekalipun, aku sudah bahagia hanya dengan melihatmu sehat selalu."

Hikaru menatapmu lalu membalas dekapan penuh haru. "Huwaaaa, [Name] aku sangat menyayangimu!"

Nome Tatsuhiro
Hikaru merangkul bahu Tatsuhiro. "Tatsu!"

Tatsuhiro mengernyitkan dahi. "Hikaru, laki-laki romantis itu bertindak seperti apa, ya?"

Sebenarnya, pertanyaan itu lebih cocok ditujukan kepada sang rubah--- Aizome Kento. Akan tetapi sang author akan merilis eksistensinya di bagian lain, maka pembaca pun harus menunggu. Jadi, Hikaru yang kebetulan bersedia mendengar keluhannya.

"Romantis, ya? Kabedon! Ingat film yang kita tonton berlima waktu itu?"

Sebuah drama romantis berdurasi dua jam yang disewa Hikaru. Karena tidak mau kembali dengan tangan kosong, ia menyewa asal DVD yang terdekat dengan jangkauannya.

Tatsuhiro mendelik. "Sebenarnya ... setiap [Name] di dekatku, aku selalu pengin kabur."

Hikaru melengos. "Takut sama cewek, ya?"

Tatsuhiro menggeleng cepat. "Bukan! Ano ... gimana, ya? Aku susah menjelaskannya."

Berpikir keras, Hikaru menambahkan lagi. "Benci sama dia? Jauhi saja, beres."

Rambut ungu miliknya kembali melambai kencang saat Tatsuhiro menggeleng lagi.

"Mana bisa. Dia gadis yang kusukai, tapi aku malu bertemu. Tapi karena aku selalu kabur, dia pasti mengiraku sebagai pacar yang payah."

Hening sejenak menyeruak keduanya. Namun, Hikaru berhasil memecah jeda diam. Sebuah bohlam imajiner hadir di benaknya.

"Ya ... belajarlah cara kabedon yang keren biar [Name] naksir berat!" Hikaru lagi-lagi menyarankan hal yang sama. "Pakai kaki! Like a boss, yeah!"

Tatsuhiro merasakan vertigonya kumat--- migrain dadakan. "Ah, begitu."

Mengguncang bahu Tatsuhiro, Hikaru mengacungkan jempol. "Harus dicoba! Aku siap jadi peraga praktiknya."

Tatsuhiro hanya memijat dahi. "Tidak usah."

Dua hari kemudian.

Kau mengajak Tatsuhiro bertemu seperti biasa tepat di terminal bus. Tatsuhiro datang lebih cepat sepuluh menit.

"Tatsu!" panggilmu segera bergegas menghampirinya.

Namun, tidak ingin Tatsuhiro kabur lagi, kau segera berlari. Malang terjadi, kakimu tersandung kerikil yang tergeletak manis. Alhasil, kau meringis.

"Be-berdarah," jeritmu lalu segera mencari arah Tatsuhiro berada.

Lelaki itu memang berlari, tetapi ke arahmu. Mendekatimu.

"Kau nggak apa-apa?" tanya Tatsuhiro. "Sini."

Kali pertama, Tatsuhiro memegang pergelangan tanganmu. Meski terjadi karena situasi, kau merasa senang. Ia menyuruhmu duduk di bangku panjang terminal.

"Aku beli obat dulu," kata Tatsuhiro.

Kau memegang lengan jaket hitamnya. "Ikut. Aku tidak mau sendirian."

Tatsuhiro menggeleng cepat. "Sebentar saja. Tunggu di sini."

"Aku ... malu dengan kaki terluka seperti ini," katamu menundukkan kepala.

Tatsuhiro menyejajarkan posisi tubuhnya dengan tangan kanan menyentuh dinding. Meskipun rasa malu masih merundung dirinya, tetapi ia berusaha mengesampingkan hal itu demimu.

"Tidak akan lama. Aku janji ke sini lagi. Tutup lukamu sementara dengan jaketku."

Jaket hitam yang melekat di tubuhnya berpindah tempat ke lututmu.

Pipimu merona. "Tapi jaketmu bisa kotor."

Tak sempat menanggapi, Tatsuhiro sudah pergi menuju apotek terdekat. Hari itu, Tatsuhiro tidak sadar bahwa sebenarnya dirinya telah mempraktikkan kabedon. Keinginan untuk kabur pun musnah dari benaknya.

Sekimura Mikado
"Pilih aku atau Mamirin?" tanyamu penuh selidik. "Kalau tidak dijawab, kita putus."

Mikado yang menjemput di kursus biola hendak menganga akan pertanyaan darimu sebagai sang kekasih.

"Heee? Pilihan macam apa itu? Masa karena itu langsung diputusin?"

Kau menggembungkan pipi. "Kau selalu saja mengutamakan Mamirin. Kencan kemarin tidak berkesan. Malah bergegas pulang demi mengejar tayang siarannya."

Bukan sekali atau dua kali kalian berdebat topik ini. Lelaki berambut cokelat lurus itu menggaruk tengkuk. Yang menyedihkan; justru keduanya lantas berbeda dimensi.

"Maaf, ya. Tapi aku nggak bisa memilih, [Name]. Pulang, yuk."

Kau berkacak pinggang. "Malas, ah. Aku benci sama Mika!"

Kakimu melangkah mendahului Mikado. Namun, Mikado lebih cepat mengejarmu. Ia menarikmu lalu mengekang posisi di gerbang kursus. Mikado seketika bengong saat menempati jemarinya di sisimu yang sedang bersandar.

"Aho! Apa yang kaulakukan?" tanyamu heran. "Kau ... melakukan kabedon kepadaku?"

Mengejutkan, selama berpacaran, Mikado tidak pernah seperti itu kepadamu.

Mikado berkata, "Iya juga. Kenapa, ya? Sekadar mencegatmu pergi. Itu saja."

Beberapa murid kursus melihat kalian ingin tahu. Dengan cepat, kau mendorong Mikado untuk memberi jarak.

"Seperti sport jantung saja. Dasar. Kumaafkan kali ini," ucapmu membuang muka.

Mikado langsung menggandeng tanganmu tanpa ragu-ragu. "Kekasihku baik, deh. Lagi pula aku hanya menyukaimu di dimensi ini."

× × ×

A/N:

OOC IS LYF/wut. Buat chara yang pemalu itu asdf kocak parah x"))

THRIVE & KiLLER King menyusul~

Omong-omong, ada yang sudah dengar kelima lagu full version-nya album S Kyuu Paradise? (UwU) /// Paling suka yang mana?

With love,

Agachii

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro