Kitakore + MooNs: Exciting White Day!
Apa yang akan mereka berikan kepadamu?
Check it outttt!
B-project © MAGES
Plot © agashii-san
Warning: au, ooc
× × ×
It's March. Spring comes. Love blossoms.
×××
Kitakore
×××
××Kitakado Tomohisa××
- perhatian -
Hari kasih sayang telah berlalu sebulan silam. Tiba hari putih; momen tepat bagi pemuda memberi kasih kepada gadis yang disukainya. Namun, [Name] tidak terpikir menjadi gadis yang menikmati momen itu.
Hari manis lantas berbuah masam bin kecut. Ia terlambat mengumpulkan laporan kepada guru sastra Jepang. Kalau saja auranya ramah, [Name] tidak segan untuk segera mengetuk pintu. Namun sebaliknya, ia sangat ketakutan karena terkenal killer.
Teman-teman [Name] disibukkan banyak momen manis. Cokelat misterius di dalam loker sepatu maupun laci bangku. [Name] tidak sempat memikirkan hal itu. Nilai akademiknya saat ini menjadi prioritas utamanya, tetapi kini nyali dirinya begitu ciut.
"Loh, [Name]-san?"
Iris gadis itu mendapati pemuda bertubuh jangkung yang disegani seisi sekolah. Kakak kelas yang dikagumi banyak gadis segala angkatan. Tidak hanya itu, dirinya dikenal baik oleh guru-guru.
Dirinya mengenal kakak kelas, Kitakado Tomohisa berkat kegiatan ekstrakulikuler astronomi yang diikutinya sejak tahun lalu.
"Ha-hai, Kak Tomo!" sapa [Name] kikuk lalu memberi jarak dari pintu kantor. "Mau masuk ruangan ini?"
Tomohisa membawa beberapa tumpukan buku. Kumpulan latihan soal yang baru saja dibereskan jam pelajaran sebelumnya.
"Iya. [Name]-san mau masuk juga?"
Tomohisa menyadari jemari [Name] telah bergetar kencang; seakan sudah memegang kliping berjilid selotip transparan selama hidupnya.
"Silakan saja, Kak. Saya ... nanti saja. Urusannya beda."
Tomohisa tersenyum hangat. "Mau kumpul tugas juga, 'kan? Tidak apa, kok."
[Name] menyeringai kaku. "Tapi saya terlambat mengumpulkan tugasnya. Sensei pasti akan sangat marah. Saya ... tidak sanggup menghadapinya."
Tidak tinggal diam, Tomohisa menaruh tumpukan buku itu di atas lantai. Membiarkan seluruh jemarinya bebas, lalu mengusap jemari [Name] yang memang sudah sebeku es batu. Gadis itu tertegun sejenak, tetapi merasakan kenyamanan dari usapan itu. Terutama di jari kelingking.
"Ada yang bilang mengusap jari-jari tertentu selama satu menit bisa melegakan perasaan negatif. Kalau diusap di jari kelingking meredakan kegelisahan," kata Tomohisa perlahan meninggikan suhu jemari [Name] hingga hangat kembali.
Kedua pipi [Name] merona padam. "Te-terima kasih."
Tomohisa kembali mengambil buku yang ditaruhnya sejenak. "Tidak masalah. Ayo masuk sama-sama."
Berada di belakang Tomohisa, guru sastra Jepang itu tampak sudah menanti mereka sejak lama. Berkat upaya sederhana Tomohisa, [Name] mencoba memberanikan diri. Segala kesalahan yang terjadi pasti akan membawa resiko. Alhasil, meskipun nilai tugasnya dikurangi, setidaknya laporannya tidak berakhir terbuang ke tong sampah.
Tomohisa keluar lebih dulu, sehingga [Name] telah mengira pembicaraan mereka usai sejak tips mengurangi kegugupan barusan. Namun, ternyata pemuda berambut secerah salju itu masih berada di sekolah. Tepatnya bersandar sekitar gerbang.
Oke, [Name] bisa saja mengira hal itu kebetulan semata. Tomohisa mungkin memang baru saja keluar beberapa saat lalu untuk sesuatu yang lain. Akan tetapi persepsinya goyah ketika dirinya disodori sebuket mawar memesona. Semilir wangi floral menyegarkan tercium ketika [Name] memeluk buket itu.
"Happy white day, [Name]-san. Kau sudah berjuang keras hari ini."
[Name] menekap sebagian wajahnya. "Terima kasih. Bunga ini cantik sekali."
Kedua sudut bibir Tomohisa tertarik lebar. "Semoga [Name]-san menyukainya. Bunga ini juga diriku mulai sekarang, bagaimana?"
××Korekuni Ryuuji××
- niat -
Ryuuji risi menjinjing buket permen besar sepanjang waktu. Kalau saja bukan karena hari putih dan bujukan Tomohisa, Ryuuji takkan mau membawanya. Walaupun usahanya merangkai dalam balutan kelopak bunga tidaklah mudah dalam semalam.
Ya. Isi dari kelopak seperti bunga matahari itu berisi permen berperisa kesukaannya. Walaupun dia paling suka rasa stroberi, kali ini dia sengaja mencampur rasa lain. Hanya karena sebulan lalu, dia menerima begitu banyak cokelat.
"Waaah, banyak sekali," kata [Name] melirik isi kantong kertas yang ditaruh Ryuuji sejenak, ketika dirinya sedang membuka loker sepatu.
Pipi Ryuuji merona. Kebetulan sekali [Name]--- sang gadis yang jadi target Ryuuji satu-satunya. Selalu mengisi benaknya selama merangkai buket chupa chul ini dalam semalam.
Namun, ingat dia ini tsundere, loh.
"Maaf saja ya meskipun ini hari putih, tidak akan ada jatah permen untukmu."
Sepersekian ucapan yang telah dilontarkan, Ryuuji ingin membenturkan kepala ke pintu loker; menyesal.
Alih-alih [Name] kecewa, gadis itu balas berkata, "Heee. Yang benaaar?"
Selama mereka sekelas selama dua tahun berturut-turut, [Name] dan Ryuuji sering kali berdebat akan hal sepele. Namun kalau ada masalah yang terjadi kepada Ryuuji, [Name] tidak pernah tinggal diam. Seperti Tom dan Jerry yang berselisih, tetapi tidak pernah berkeinginan untuk terpisah.
"Kalau saja kau sedikit lebih baik kepadaku hari ini, mungkin aku akan berubah pikiran. Sedikit saja." Ryuuji menutup pintu loker, lalu menjinjing buket bunga permen itu.
"Kalau aku menyatakan suka, apa buket permen itu akan tetap jadi milikku?" [Name] menebak ucapan Ryuuji tanpa pemikiran panjang.
Ryuuji menganga syok, tidak habis pikir. "Kau menjual perasaanmu demi buket permen ini?!"
[Name] menggeleng. "Kenapa tidak? Dasar. Aku sudah menunggumu terlalu lama."
Sebelum mendapat respons lebih lanjut, [Name] sudah memeluk buket permen itu. Ditambah menggandeng jemari Ryuuji. Pemuda imut berambut unik itu tertegun ketika menyadari sisi kehangatan yang menjalari telapak tangannya.
"Happy white day," gumam Ryuuji tersenyum tipis.
"Kau berkata sesuatu?" tanya [Name] melirik ke arah Ryuuji, yang lagi-lagi membuang muka karena salah tingkah.
Alhasil, Ryuuji mencubit pipi gadis itu dengan tangan kirinya, sementara gandengan jemari kanannya masih mengerat.
"Omong-omong, kau harus menghabiskan semua permen itu. Semuanyaaa, tidak boleh dibagi kepada siapapun. Karena aku sudah merangkainya sepenuh cinta dengan sentuhan estetik."
"RYUJIIII?!"
×××
MooNs
×××
×× Masunaga Kazuna ××
- gugup -
Kening Kazuna menitik buliran keringat. Gugup dan bingung bercampur jadi satu. Bel istirahat dimulai pun berdenting. Sejumlah murid sudah keluar menuju destinasi berbeda; kantin, taman, dan sebagainya. Namun, Kazuna selalu tahu [Name] berada di mana.
Atap sekolah.
Hari itu, [Name] sendirian karena temannya absen akibat flu. Jadi, dia berada di sana menikmati angin segar sembari meneguk jus jeruk kalengan. Kazuna memandang dari kejauhan, di balik dinding yang menaungi raga.
Hidungnya sontak merasa gatal.
Oh, tidak.
Bagi Kazuna, bukan saatnya untuk bersin kala mempersiapkan mental. Notes dalam sakunya sudah mencoret puluhan kalimat pembuka untuk menyapa [Name]. Namun, Tuhan tidak setuju mengabulkan keinginannya. Sensasi gatal yang menjalari hidungnya semakin menjadi-jadi.
Alhasil, Kazuna bersin secara tidak terkendali; cukup nyaring, hingga [Name] mendapati asal suara.
Malu? Sudah pasti, hingga ingin terjun ke palung laut Mariana.
"Kazuna?"
Pemuda berambut jingga muda itu segera mengusap hidung dengan sapu tangan dari saku celana. Terkekeh canggung.
"Hai, [Name]."
[Name] tersenyum tipis. "Kenapa ada di sini? Tidak kedinginan?"
"Aku ...," tutur Kazuna menata helaian rambutnya sekilas, "datang kemari karena ingin menemuimu. Ini ... untukmu."
[Name] tertegun ketika menerima sekotak mungil berwarna putih berpita jingga. Ketika dibuka, isinya seloyang red velvet cake berisi lelehan cokelat. Tidak lupa sebagai pemanis, butiran gula halus menaungi sekitar kue.
"Boleh kumakan sekarang?" tanya [Name] tersenyum berseri. "Omong-omong ... ada maksud apa memberiku kue?"
Duduk di sebelah [Name], Kazuna menoleh kepadanya. "Tentu. Sebulan lalu, kau memberiku cokelat."
Gadis itu mengernyitkan dahi, lalu menjawab setelah mengingat sesuatu, "Ah ... cokelat! Pas Valentine! Apa rasanya aneh? Soalnya ... itu percobaan pertamaku."
Kazuna menggeleng cepat. "Tidak, kok. Aku menghabiskannya dengan baik. Cokelatmu enak."
Suap demi suap potongan kue dilahap [Name]. Seketika, ia memberi tatapan iri kepada Kazuna.
"I-ini enak sekali! Jauh lebih enak daripada lempengan cokelat cetakanku!"
Kazuna tersenyum lebar ketika melihat ekspresi riang [Name]. "Bukan apa-apa, kok. Tetapi aku senang kalau [Name] suka."
Refleks, ia mengusap pinggir bibir gadis itu. Dalam sekejap, [Name] bagai kepiting rebus.
"Ka-Kazu?"
"Um ... ada jejak krim cokelatnya di sana."
Bel kembali berdenting; istirahat kelas pun dinyatakan usai. Kazuna berdiri lebih dulu.
"Aku ... ke kelas dulu, ya."
Bagai kecepatan cahaya, Kazuna sudah menghilang sebelum [Name] berespons lebih lanjut.
"Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Kazuna tidak sadar kejadian barusan berakhir sebagai momen mendebarkan.
×× Onzai Momotaro ××
- idaman -
"Onzai-san ...."
[Name] meneguk ludah. Tubuhnya bergidik.
Tepat di hari putih, Momotaro menghadiahkan [Name] kejutan aneh. Manik heterokromnya melihat penuh arti, mengamati setiap sisi kejutan yang diberikannya. Potongan cokelat berbentuk kerangka tengkorak putih yang terbelah berisi krim kemerahan--- memang hanya saus raspberry segar, tetapi terkesan mengerikan. Memunculkan sisi kesadisan.
Tidak.
Itu hanya delusi [Name] semata.
Sepulang sekolah, Momotaro mengajaknya pergi makan bersama. Tidak ada tanda-tanda menyerahkan kotak kejutan apapun. Bukan tengkorak berdarah juga. Karena pemuda itu ada urusan sementara, [Name] disuruh menunggu sendirian setelah memesan menu.
Tidak lama, semilir aroma manis menguar lembut.
"[Name]?"
Gadis itu tertegun ketika Momotaro mencolek pipinya. Khayalan yang cukup memakan waktu itu telah menyihir kejadian sebaliknya. Saat ia berbalik dari sisi jendela kafe, Momotaro kini duduk di hadapannya. Bukan mengenakan seragam sekolah, melainkan setelan jas hitam berbalut kemeja putih.
"Selamat menikmati, Nona."
Kejutan hari putih itu manis, benar-benar manis di luar ekspektasi [Name]. Gadis itu menekap sebagian wajahnya. Namun, Momotaro menyelipkan helaian rambut merah ke sisi telinga sembari memandang arah lain sekilas.
"[Name] tidak suka?"
Gadis itu mengerjap bingung. "Bukan begitu. Ke-kenapa aku tidak suka? T-tapi bajumu itu ...."
Momotaro mengambil sebutir makaron merah muda yang tertancap di atas es krim. Menaruh tepat di mulut [Name] yang masih menganga.
"Dulu, aku tidak sengaja mendengar gosipmu kalau tipe lelaki idamanmu salah satunya bisa tampil sebagai butler. Ah, tapi jas ini sewaan, kok."
Gadis itu tersipu, meresapi setiap gigitan makaron dari suapan Momotaro. Tidak salah, memang. Entah kapan, [Name] pernah bergosip demikian dengan temannya. Namun, tidak disangka Momotaro pernah menguping pembicaraannya.
"Leader juga bilang kalau cara ini akan sukses."
Alis [Name] bertaut. "Sukses?"
Gadis itu melirik sekeliling. Seakan mulai paham.
"G-ganti kostummu." [Name] membuang muka. "T-tapi bukannya tidak cocok loh, ya."
Momotaro tersenyum tipis. "Aku tahu."
Meskipun malu-malu, [Name] amat menyukai Momotaro dalam balutan kostum butler. Kalau bisa, ia ingin memotret sebagai kenang-kenangan.
×× Osari Hikaru ××
- kasih sayang -
Lelaki berambut hijau cerah itu--- Osari Hikaru membuka ritsleting ranselnya lebar-lebar ketika bel istirahat berbunyi. Sebagai teman sebangku, [Name] otomatis jadi penasaran. Sadar ditatapi gadis itu, Hikaru memberi cengiran riang.
"Mau yaaaa? Nanti!"
Hikaru mengumpulkan beberapa bungkus permen jeli ke dalam paper bag, lalu tergesa pergi ke luar kelas.
[Name] mengernyitkan dahi seraya bergumam, "Aku tidak minta, kok."
Ya, tapi bukan berarti gadis itu akan menolak bila Hikaru sungguh memberikannya.
Angin berembus perlahan, menggoyang tirai kelas begitu lembut. Ada yang berbeda dengan situasi hari biasanya. Hari putih jadi lebih populer, walaupun tidak seheboh hari valentine. Sebulan lalu, Hikaru absen dan ia tidak bisa memberikan cokelat untuknya.
"Seharusnya aku tidak boleh berharap diberi, sebab aku tidak memberinya apapun."
Hikaru menyahut gumaman [Name], "Kenapa tidak?"
Mengalas kepala dengan kedua lengan, mereka saling bertatapan.
"K-kapan kau kembali? Kok aku nggak sadar?"
Hikaru mengulum senyum simpul. "Kadoku bukan sesuatu yang unik, tapi aku jamin manisnya mewarnai harimu."
[Name] menganga syok. "Tadi ... kau baru saja menggombaliku?"
Hikaru memajukan bibir, tidak merasa malu sedikitpun. Ia pun merogoh sebungkus permen jeli diikat pita biru cerah.
"Banyak sekali," tutur [Name] yakin ukuran untuknya dan teman-teman Hikaru cukup drastis berbeda.
Hikaru mengangkat kedua jari--- telunjuk dan tengah. "Khusus buat [Name] jadi kutambah lebih banyak. Happy white day!"
×× Nome Tatsuhiro ××
- bertemu -
"Sepatuku akhir-akhir ini jadi lebih wangi."
Teman [Name] mengernyitkan dahi. "Hah? Jadi selama ini sepatumu bau?"
[Name] mengerucutkan bibir. "Bukan begitu. Kayak ada aroma floral ... ah, susah menjelaskannya."
Meskipun hanya beberapa tangkai bunga lilac di dalam loker sepatunya, aroma itu terasa nyaman. Ketika [Name] mengecek loker sepatu temannya, tidak ada wangi lain yang berbekas sedalam itu. Ya, dia hanya penasaran. Bukan berarti ia mau mengecek aroma sepatu satu per satu loker sekolahnya.
[Name] berjalan menuju lorong sekolah. Irisnya melebar ketika melihat taman sekolah sedang dibenahi seorang pemuda berkulit gelap. Bunga yang disiramnya senada dengan warna rambut pemuda itu.
"Apa itu kau?"
Entah angin apa, gadis itu bertanya. Meyakini bahwa pemuda itu jawaban atas rasa penasarannya selama ini.
Teman [Name] menyikut lengan [Name]. "Kenal? Random sekali pertanyaanmu!"
Pemuda itu tertegun sekilas, lalu mengangguk pelan.
"Aku suka. Wangi. Apa kau juga yang menanamnya?"
Ia mengangguk lagi. Pemuda itu--- Nome Tatsuhiro, pengagum rahasia [Name].
"Untukmu," kata Tatsuhiro begitu canggung. Di dalam gerobak dorong, ada sebuket bunga lilac diikat rapi. "Semoga kau menyukainya."
Bunga yang sama seperti di dalam lokernya.
Tidak sempat berespons, [Name] mendapati bahu Tatsuhiro yang sudah menjauh. Tepatnya pemuda itu sudah berlari tunggang langgang.
"Ada momen apa sih dia memberiku bunga begini?"
Teman [Name] mendengus. "Cie yang sedang bersemi. Pas sekali sedang white day."
"Sungguhan?"
Seketika gadis itu mengecek tanggal hari itu. Tidak salah. Namun, seulas senyuman terukir di kedua sudut bibirnya.
"Karena dia tulus memberiku ini, aku harus sering-sering menemuinya setelah ini!"
×× Sekimura Mikado ××
- kejutan -
"[Name]! Lihat! Ini keren sekali!" Pemuda berambut cokelat itu, Sekimura Mikado setengah menjerit.
Satu kelas diajak berkunjung ke sebuah pameran seni kuliner. Salah satu sebuah mahakarya yang sangat patut diapresiasikan. Figur patung liberty yang terbuat dari cokelat. Tatanan yang mendetail serta kerapian dari postur itu disimpan dalam kotak kaca bersuhu rendah.
[Name] menyempatkan diri untuk memotret sekali figur cokelat itu sebagai kenang-kenangan.
"Apa lain kali aku coba membuat figur Mamirin dari cokelat juga, ya?" Mikado mengusap dagu. Iris emerald-nya menyipit, menyelidiki setiap sudut lekuk figur patung liberty.
Akibat berdesak-desakan dengan banyak orang, [Name] sampai mengibas kerah bajunya yang basah karena keringat. Padahal musim semi seharusnya menyejukkan. Akan tetapi keramaian meninggikan suhu, terutama mereka sedang berada di dalam ruangan.
"Mika," tegur [Name] mencolek bahu Mikado.
Pemuda itu sibuk sendiri, sedangkan kerumunan pengunjung semakin menjadi-jadi. Sesi kunjungan telah usai, apalagi mereka sudah diizinkan pulang ke rumah masing-masing. [Name] berniat mengajak Mikado pulang bersama. Tetapi karena diabaikan, gadis itu jadi luar biasa kesal.
"Eeeh! [Name] tungguiiin," ucap Mikado mengejar gadis yang sudah berjalan cepat-cepat mendahuluinya.
Lengan kemeja [Name] ronyok akibat berjuang keras menerobos rombongan pendatang. Sekarang, ia hanya ingin pulang dan tidak menemui siapapun. Termasuk Mikado, teman karibnya.
"[Name]!" Mikado meraih pergelangan tangan gadis itu agar berhenti melangkah. "Maaf, ya."
[Name] mendengus kesal. "Observasi saja sampai museumnya ditutup. Setengah jam pasti nggak cukup."
Mikado menautkan alis. "Ya ... beneran marah. Bagaimana kalau kutraktir stik matcha lima kotak?"
Walaupun itu tawaran yang amat menggiurkan, [Name] membuang muka demi gengsinya. "Hm. Tidak tertarik."
"Yang benar?" Mikado memancingnya lagi. "Padahal hari ini white day dan aku punya kejutan lain untukmu."
Alis [Name] bertaut dalam. Kakinya tidak lagi melangkah. Menggunakan kesempatan itu, Mikado menggandeng jemarinya. Alhasil, [Name] hanya mengikuti arah. Mereka kembali lagi ke sekolah, tetapi menuju ruang klub memasak.
"Kenapa kita berada di sini?"
"Kemarin, aku meminjam kulkas mereka. Kebetulan sekarang sedang panas-panasnya, 'kan? Taraaaaaa."
Bukan stik matcha lima kotak sesuai janji, melainkan stik es krim matcha-cokelat berbalur kacang kenari. Mikado mengedarkan setangkai es krim kepada [Name]. Alhasil, [Name] tidak lagi berdebat lebih lanjut.
"Enak ...," tutur [Name] otomatis tersenyum.
Mikado tertegun sejenak, lalu mengacak rambut gadis itu. "[Name] kok imut, sih. Besok-besok kubuatin lagi, ya."
[Name] membuang muka, merasakan titik beku menjalari ubun-ubun.
"Se-selama kau senang membuatnya ya ... tidak masalah."
×××
A/N:
Hai semuanyaaa! ;;)
THRIVE + KiLLER KiNG menyusul. Kira-kira maunya valentine atau white day?
Tapi aslinya sekarang udah lewat sih. Ha ha ha.
With love,
Agachii
-17.03.2018-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro